Kepalanya terdongak melihat gedung tinggi di hadapannya. Helaan nafas yang lembut lolos dari mulutnya sambil melangkahkan kakinya lagi memasuki gedung itu.
Rumah sakit.
Sudah kesekian kalinya dia menginjaki tempat ini, bahkan hampir semua perawat di sana mengenalnya. Yah, dia termasuk tipe yang apa-apa nyambung sih, tentu mudah baginya menjadi dekat dengan orang asing.
Dia tidak sedang sakit, yang berarti ada orang lain yang ingin dikunjunginya.
Sampailah dia di depan sebuah pintu kamar inap. Ketika dia akan membuka pintu, tiba-tiba pintu itu terbuka sendiri. Dia melotot dan hampir dibuat jantungan, ternyata hanya seorang suster yang ingin keluar dari ruangan itu sambil mendorong troli.
"Eh maaf, Mas, jadi ngagetin," ucap suster itu dan terkekeh.
Dia pun tertawa canggung, "santai aja, sus. Nyawa saya tadi ketarik setengah badan tapi udah balik, kok."
"Ngeri amat, Mas."
Setelahnya suster itu lanjut mendorong trolinya dan pergi, sementara dia berjalan masuk ke dalam ruangan.
Di atas ranjang sana nampak seseorang duduk dan sedang minum. Atensi dia teralih pada piring di atas nakas yang sudah ludas makanannya. Dia menghela nafas lega begitu tahu orang di atas ranjang sana sudah makan.
Sesudah orang itu minum, dia bertanya, "kok diem?"
Dia mengerjap, lalu terkekeh, "hehe. Assalamu'alaikum, Rim. Pa kabar lu?"
"Wa'alaikumsalam."
Hanya menjawab salam, selebihnya orang itu, Rimba, hanya memonyongkan bibirnya dan bertingkah seperti orang ngambek.
"Gak tau," jawab Rimba.
Sebelah matanya berkedut kemudian mendesah lelah. Dia melangkah lebih dekat pada Rimba lalu menepuk kepalanya.
"Jangan ngambek dong, kan cuma ditinggal tiga hari," ujarnya.
"Kelamaan tau. Katanya pindahan tapi mindahin barangnya lelet, padahal barang sedikit gitu."
"Pala lu dikit."
Rimba menahan tawanya walau terdengar hanya kekehan kecil, dan dia berkata, "canda ih, Kak Beliung mah baperan."
"Gak tuh."
Dia Beliung, menyeret sebuah kursi mendekati sisi ranjang lalu mendudukinya. Totebag yang dia tenteng pula ditaruh di atas paha Rimba.
"Pupuk yang lu pinta."
Rimba segera membuka isi totebag tersebut.
"Asiikk! Makasih Kak Beliung yang baik hati, gak sombong, rajin boros, tapi gak ganteng."
"Ngelunjak."
Rimba terkekeh lagi, lalu dia menaruh totebagnya di atas nakas.
"Gimana perasaan akhirnya bisa tinggal di Komplek Harmoni?" tanyanya.
"Ngeri-ngeri sedep, takut ketauan. Untung mereka lagi gak ada."
"Gak ada? Kok bisa?"
"Kerja di luar pulau kalo kata adeknya mah."
"Ohh... Eh?"
Beliung mengernyit, "kenapa?"
"Kakak bilang adeknya, berarti Kakak ketemu Supra?"
"Oh, iya."
"Te-terus, berarti Kak-"
"Gak kok, dia gak kenal gue. Eh, nggak deng, gue pernah kegep sama Gentar."
KAMU SEDANG MEMBACA
Reboot! Not Ribut
FanficGue muak ketika orang-orang bilang jangan lihat sesuatu cuma dari sampulnya. Di mana-mana yang namanya baru lihat pasti yang dilihat duluan ya sampul. Hidup mati gue dipertaruhkan di sekolah ini. Abang-abang sialan! . . Cerita ini murni hasil dari...