9 - Lah Elu?

1.2K 220 47
                                        

Di sinilah gue sekarang, di depan kafe bernama Tok Aba Kokotiam di pagi hari buta. Jauh anjim. Dari yang gue liat di gugel map, jarak dari tempat perumahan gue sampe kafe ada lah sampe setengah km.

Tapi serunya jalanan jadi sepi dan gue bisa bawa kebut red ninja gue.

Habis subuhan gue langsung tancep gas ke sini, dan kayaknya gue kepagian. Untung kafenya udah buka dari sebelum terbit fajar. Gue berdecak kagum, yang punya kafe niat banget buka di jam segitu.

Lonceng berbunyi ketika gue membuka pintu, disusul seseorang datang nyambut gue.

"Selamat datang- lah, Supra toh."

Gue melongo bentar. Loh...

"Gen? Lu kok di sini?"

"Gue kan kerja bege."

"Hah? Lu kan masih sekolah."

"Emang kalo masih sekolah gak bisa kerja? Kita beda nasib pren. Lu mah enak dari zigot udah berduit."

Gue dibuat kicep langsung paham maksud dia bilang nasib.

"Ah sorry," ucap gue.

Gentar terkekeh, "nyante aja sih. Pertanyaan lu tadi gue balik deh, lu kok ke sini?"

"Itu... gue mau sarapan, sama bilang makasih buat bingkisan kemaren."

"Ohh gimana rasanya? Pasti enak ye gak."

Gue mengangguk.

"Syukur deh. Btw ikhlas kita mah, lu gak bilang makasih juga gak apa."

"Gak. Gue masih tau diri."

"Hmm sama-sama. Lu jadi mau nyarap? Kalo iya gue tinggal dulu bentar," ujar Gentar.

Seperginya dia ke dalem dapur, gue beranjak nempatin tempat duduk yang udah gue incer waktu awal masuk tadi, di pojok paling ujung jauh dari jendela.

Kenapa? Di sana terpasang wallpaper hutan bambu. Pemandangan palsu begitu lebih segar dipandang berbanding menonton orang dan kendaraan berlalu lalang dari jendela.

Belum lama gue duduk, Gentar balik sambil bawa nampan. Dari nampan itu dia taro sepiring nasi goreng di meja gue, dan gelas kopi yang sama kayak kemaren.

Gue mengernyit, "gue belum pesen apa-apa."

Gentar duduk di kursi sebrang gue. "Sengaja. Gue mau lu jadi testimoni. Ni kafe menunya kebanyakan coklat, ya namanya juga Kokotiam."

"Kafe ini punya lu?"

"Bukan lah, gue sama abang gue cuma pegawai. Abang gue sadar kalo menunya coklat terus bakal cepat bikin bosen, jadi abang gue ngusul buat nambah menu masakan rumahan buatannya. Untung ownernya baik, jadi diijinin."

"Terus kenapa testimoninya harus gue?"

"Karena lu satu-satunya pelanggan yang niat dateng di jam segini."

Gue terdiam, gak bisa nyanggah yang satu itu.

Gue memerhatikan nasi goreng di depan gue. Toppingnya unik menurut gue, ada udang, telur oseng, dan kerupuk. Tanpa sadar alis gue mengerut dan Gentar ngeh itu.

"Kenapa lu?"

"Gue baru tau kerupuk bisa jadi topping nasi goreng."

"... Hah?"

"Terus telurnya, kenapa dioseng? Kan lebih enak kalau digoreng utuh jadi telur mata sapi."

"Bentar bentar lu aneh. Maksud lu?"

"Gue baru liat ada nasi goreng model gini."

"..."

Gue mendongak liat Gentar yang ngelongo liatin gue. Heran, alis gue naik sebelah.

Reboot! Not RibutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang