3 - Kakel Edan

1.3K 211 16
                                    

Pembuktian diadakan untuk menentukan siswa mana yang patut dihormati, dilindungi, atau dikeraskan. Itu yang gue denger dari pidato kepsek tadi.

Gue pernah dengar tentang ini dari Bang Hali, dia bilang siswa baru SMA Monsta akan diberikan dua pilihan, antara kepintaran atau kekuatan.

Gue udah feeling kalau gue harus milih kepintaran, yang katanya jika pilih opsi itu dan terbukti beneran pintar, maka siswa tersebut bisa jadi yang dilindungi.

Tapi anehnya sedikit yang milih opsi yang sama kayak gue, termasuk Glacier. Padahal cuma diminta bukti kepintaran, kan gampang, meski bakal jadi siswa yang dilindungi.

Kayak pengecut emang,

Karena itu demi kepentingan yang harus gue jaga.

.

.

"Murid opsi kepintaran gak cuma harus pintar di bidang akademik, Supra,"

Ini obrolan gue sama Bang Hali waktu gue masih SMP kelas 9 semester akhir. Gue sama abang-abang gue emang lagi ngumpul di ruang tengah, cuman Bang Solar gak nimbrung obrolan gara-gara tidur.

Gue tetap diam nungguin Bang Hali menyesap kopinya sebelum melanjutkan cerita.

"Dari kedua opsi itu, kalau lu gagal, lu bisa langsung jatuh jadi siswa yang dikeraskan."

"Emang apa lagi yang harus ditunjukkin?" tanya gue.

Bang Hali menatap gue. Kerasa banget dari sorot matanya dia lagi natep gue lamat-lamat.

"Nanti tau sendiri. Lu udah belajar banyak dari kita,"

Kemudian Bang Hali menoleh yang bikin gue otomatis ikutan noleh. Kita berdua memerhatikan Bang Solar tidur.

"Jadi pastikan lu gak jatuh di awal kayak dia."

.

.

Balik ke masa kini.

Sekarang gue sama murid opsi kepintaran lainnya berada di gimnasium, sementara yang opsi lain masih di lapangan basket. Kita dipisah tempat.

Di gimnasium ada meja dan kursi yang sudah disiapkan OSIS. Masing-masing meja dan kursi yang disediakan ada 30 buah, manakala siswa kelas 10 yang mengikuti opsi ini hanya ada 27 orang.

Dengan diawasi kakel OSIS kepintaran, kita disuruh untuk milih tempat duduk sesuka kami. Sampai gue dan yang lain menduduki kursi yang terpilih, kakel-kakel OSIS mulai membagikan dua lembar kertas.

"Untuk waktunya kami beri 1,5 jam pengerjaan. Kalian bisa mulai dari... Sekarang!"

Serentak kami membalikkan kertas-kertas tersebut. Masing-masing kertas berisi 50 soal dan jika ditotalkan ada 100 soal yang perlu kami selesaikan.

Perkara mudah kalau gue yang bilang.

Gue sekilas melirik ke siswa lain, raut wajah mereka menunjukkan ekspresi berbeda-beda. Seperti lagi ujian semester, pemandangan seperti ini terlihat sangat biasa.

Kira-kira sudah 20 menit terlewati dan gue sudah menyelesaikan 40 dari 100 soal. Atmosfer di gimnasium ini terasa sangat tenang hingga membuat gue mudah berfikir, tapi di waktu bersamaan juga feeling gue gak enakan. Gue melirik lagi sekedar mau lihat pengawas, lalu kedua alis gue mengerut, dimana semua kakel OSIS yang ngawas?

Makin lama gue makin berasa gak enak, dan gue coba menghiraukan perasaan itu dengan lanjut mengerjakan soal sisa. Ketika gue mulai fokus sama soal, tiba-tiba aja ada satu orang murid berteriak membuat semua orang di gimnasium beralih fokus ke arahnya.

Reboot! Not RibutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang