60 - Maaf, Aku Terpaksa

829 153 43
                                    

Entah udah berapa lama mereka bertarung, namun Sori dan Sopan tetap melancarkan serangan meski sudah kewalahan. Gimana enggak? Yang mereka lawan adalah Gempa. Walau sudah memakai senjata andalan masing-masing, mereka masih bukan tandingan Gempa yang bahkan gak memakai alat bantuan apapun.

Setiap jurus yang diembannya Sopan praktekkan bersama dengan teknik menyerang menggunakan keris. Tapi Gempa dengan mudahnya dapat menangkis gerakan-gerakan tersebut, baik tangan atau kaki.

Sementara Sori setia menyerang dari jarak jauh menggunakan cokmarnya. Setiap kali dia akan mengayunkan senjata berdurinya itu, lagi-lagi Gempa berhasil menghindarinya. Yang terakhir adalah saat Gempa menarik rantai cokmarnya sehingga Sori tertarik mendekat dan segera mendapat bogeman dari Gempa.

Ingat besar kekuatan yang Gempa pake waktu nampar Supra? Kurang lebih segitu.

Kembali pada Sopan. Sudah cukup bagi Gempa untuk menangkis serangannya terus. Selanjutnya, Gempa menarik dan mengangkat tangan Sopan yang tengah menggenggam keris, sedangkan tangan lainnya Gempa tahan di punggung Sopan.

Gempa menurunkan tangan Sopan yang memegang keris, kemudian mata pisau kerisnya dia arahkan ke leher Sopan.

Hal yang biasa dihadapi Gempa. Kalian pikir mengapa dia menyandang posisi ketos pada masanya?

"Ti-tidak adil. Kau sudah alumni, udah gak seharusnya terlibat lagi dengan masalah sekolah," lirih Sopan.

Gempa mendengus, "namamu gak mencerminkan sikapmu. Harusnya kamu memanggilku Kakak."

"Aku gak peduli, dasar pembunuh!"

Gempa menyipitkan matanya dan mengernyit. Sudah sejauh mana informasi yang mereka dapatkan tentangnya dan yang lain?

'Apa mungkin...'

Begitu Sopan rasa genggaman Gempa padanya sedikit melonggar, Sopan mengambil kesempatan itu guna membalikkan keadaan. Perut Gempa dia tinju lalu di-smackdown.

Rintihan pelan lolos dari mulut Gempa. Saat dia ingin bangun, ujung tajam kerisnya Sopan hunuskan nyaris menyentuh jakunnya Gempa.

"Kau yang pergi, atau mati," tukas Sopan.

Namun yang ditanya hanya diam menatapinya. Kedua alis Sopan menukik. Padahal tadi Gempa terlihat sangat berjuang, tapi kenapa sekarang dia seolah memasrahkan diri?

Apa dia memilih mati begitu saja?

"Udah tau lagi sakit mental malah nekat dateng ke sini," gumam Sopan.

Sopan mengayunkan kerisnya ke samping berniat akan menebas leher Gempa, sampai dia tertahan oleh sesuatu. Sopan melirik, ternyata ada tangan lain yang menahannya dan dia adalah Gentar.

Dari belakang, Gentar menatap Sopan nyalang, kemudian dia menendang belakang lutut Sopan lalu dibogemnya pipi Sopan. Meski gak sekuat Gempa, namun itu cukup meninggalkan bekas memar di sana.

"Gak waras," lirih Gentar, lalu dia menghampiri Gempa.

Dibantunya Gempa untuk berdiri kembali. Gempa sadar siapa yang membantunya itu pun terkesiap.

"Gentar," panggilnya pelan.

Gentar mengernyitkan dahi, "lu ngapain di sini, Bang? Kafe gimana?" tanyanya.

"Ah maaf, Abang buru-buru sampe lupa," jawab Gempa.

"Ya udah balik sana. Abang udah bukan bagiannya hadepin setan kayak mereka," cecar Gentar sambil menunjuk Sori dan Sopan.

Gempa menggeleng, "kamu gak tau, Gen, mereka harus dihentikan,"

"Itu mah gue juga tau, Bang."

Duk!

Reboot! Not RibutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang