Sebuah tantangan baru, tuan Ardhi memanggil ke-lima cucunya untuk berkumpul di ruang kerjanya. Mereka menatap bingung kakeknya yang menyuruh mereka untuk datang.
"Ada apa, kek?.." tanya Rara to the point.
"Kakek rasa, tahun ini, kakek akan sangat merepotkan kalian.." tuturnya menatap mereka satu persatu.
"Merepotkan?.." tanya mereka memastikan.
"Permintaan apa, yang kakek ingin dari kami?.."
"Kakek meminta tolong sekali. Sebenarnya kakek mempunyai problem yang belum kakek selesaikan.."
"5 tahun yang lalu, sempat terjadi perseteruan antara kakek dan pemilik lahan yang ingin kakek beli.."
"Lalu? Apakah lahan itu berhasil dimiliki kakek.."
"Tidak.." singkatnya tanpa ekspresi.
"So? Sekarang kakek masih menginginkan lahan itu?.." tuah Ardhi mengangguk mengiyakan ucapan Rara.
"1 bulan lagi, kakek akan bertambah tua, apakah kalian tidak ingin memberikan kado spesial untukku.."
"Apakah tidak ada yang lain?.."
"Jika pemilik lahan tidak ingin menjualnya, kenapa kita mengganggunya? Kenapa kita tidak mencari sebuah lahan baru, di deket lahannya.." saran Lesti.
"Memangnya, apa yang begitu menarik, sehingga kakek masih mengharapkannya selama 5 tahun ini, apakah lahan itu memiliki kenangan indah kakek?.."
"Mungkin iya.."
"Dimana letaknya, kek? Biar aku yang pergi kesana bersama pengacara ku.." tutur Selfi, tuan Ardhi menggeleng pelan.
"Apakah kakek menyuruh menghadirkan seorang pengacara.." Selfi menggeleng tak enak hati menatap kakeknya.
"Datanglah ke sana bersama-sama,. Kakek berharap, kalian bisa membujuknya dengan cara kalian sendiri, tapi jangan dengan cara kekerasan.." tuturnya.
"Oh iya, malam ini kalian akan langsung berangkat ke Aceh, tadi kakek sudah menghubungi Louis untuk menyiapkan paspor kalian,. Untuk saat ini, kalian tidak bisa menggunakan jet pribadi.." ungkapnya dan berlalu pergi meninggalkan mereka yang masih kebingungan di sana.
"Kakek bilang, dia tidak akan seperti papi,. But now? Bagimana dia bisa mengirim kita dengan cara semudah itu, ya walaupun aku tau, masih dalam perkarangan Indonesia?.."
"Mungkin, hanya kita yang bisa melakukan pekerjaan ini.." sahut Aulia.
"Bener tuh kata kak Aul,. Asal kalian tau ya, kakek itu sangat jarang mempercayakan tugas seperti ini pada anggota keluarganya dan mungkin, hanya ini cara satu-satunya.."
"Then?.." Rara menaikkan alisnya.
"Terima aja lah udah, keputusannya.." seru Lesti, Rara menghela nafasnya berat dan berlalu pergi diikuti yang lain.
.....
Tok tok tok...
"Ya.." seru Rara berjalan menuju pintu.
"Mom, what happened.." bales Rara setelah mengetahui siapa yang mengetuk kamarnya.
"Benerkah kamu akan pergi?.." tanya Dewi a.k.a Mommy nya Rara.
"Iya, ada apa mommy? Apa yang yang ingin di bicarakan? Aku sedang sibuk, aku masih harus packing barang-barangku.." balesnya.
"Tidak ada,. Mommy cuma pengen liat wajah cantik anak mommy, ya sudah, sana lanjut packingnya.." usirnya.
"Dih, kok jadi Rara yang di usir.." timpalnya.
"Terus, kamu mau ngusir mommy gitu?.."
"Ya enggak sih.."
"Jaga dirimu baik-baik ya, sehat-sehat ya, jangan lupa ngabarin mommy kalo udah sampai, oke.." Dewi dengan tiba-tiba memeluk Rara dengan erat membuat sang empu susah bernafas.
"Mom, aku gak bisa na-pas.." lirihnya.
Sang mommy melonggarkan pelukannya, ia terkekeh kecil sementara Rara merajuk.
"Uhm, gak di ongkosin nih aku nya?.." Rara menedakan tangannya, berharap sang mommy akan memberinya uang saku, dan benar saja, Dewi meletakkan amplop coklat di tangannya, membuat Rara melongo.
"Ini buat Rara?.." Dewi mengangguk mengiyakan.
"Mommy kerja apa? Kok bisa punya duit sebanyak ini?.."
"Kamu lupa, siapa suami mommy? Seorang Gilang Dirga.." ucapnya membanggakan suaminya.
"Iya aja dah dari pada gak dapet jajan.."
"Gitu dong, ya sudah sana.."
.....
Kelima saudara itu, kini berada di bandara, selama menunggu pesawatnya delay. Mereka menjadi pusat perhatian pengunjung bandara, banyak yang memujinya karena wajah mereka yang cantik dan dengan style casual mereka yang sederhana namun sangat efektif, elegan.
"Se cantik itu kah gue.." Putri membanggakan dirinya, Rara memutar bola matanya malas dan menoleh pada Aulia.
"Ngapa lo kak?.." tanya Rara karena mendapati wajah bingung Aulia.
"Kyknya, banyak yang ngeliatin kita karena gue deh.." bisiknya pada mereka.
"Dih sok cantek banget anda.." celetuk Lesti.
"Eh tapi emang bener sih,. Secara kak Aul adalah seorang entertain, artis,. Mungkin aja mereka kenal sama kak Aul.." lanjutnya.
"Iya juga ya, but? Kenapa kak Aul, gak pake masker.." Putri mengingatkan Aulia.
Aulia yang baru tersadar segera mengambil masker dan menutupi wajahnya dengan masker dan topi yang selalu ia gunakan saat akan berpergian kemana-mana.
"Putri.." panggil seseorang di depannya, sontak membuat semua gadis itu menoleh ke arah sumber suara, terutama Putri.
"Ya?.."
"Eh, lo? Anak mahasiswa itu kan, siapa nama lo? Sorry gue lupa.." sahutmya bingung tapi berbeda dengan raut wajahnya yang sumringah.
"Arnold, nama gue Arnold.."
"Ouh iya, gue baru inget.." dramatis nya.
"Btw, kamu mau kemana Put?.." tanyanya karena melihat barang bawaan Putri.
"Biasalah, gue mau nyari kerja nih.." guraunya membuat Arnold tertawa dan tak sengaja matanya mendapati sosok Rara.
"Eh, ada Rara juga, Hai Ra.." sapanya pada Rara, Rara hanya membalas dengan lambaian tangan dan muka datarnya.
"Ywdh, Put, Ra. Gue duluan ya, keluarga gue udah nungguin soalnya.." pamitnya.
"Kak, aku duluan ya.." pamitnya pada tysellia, yang hanya di balas dengan senyum hangat mereka.
Setelah kepergian Arnold, para kakak mulai penasaran dengan sosok pemuda itu.
"Siapa dia?.." interogasi para kakak tetua.
"Bukan siapa-siapa kakak.." lirih Putri.
"Masa? Yakin?.." cecar Lesti.
"Seterah dah.." balesnya.
.
.
.
.
Hay apa kabar sayangku semua, sehat-sehat ya,
Jangan lupa vote and komen. Anggap saja sebagai apresiasi untuk author 😁.Terimakasih banyak.
KAMU SEDANG MEMBACA
One Step To Big Family (TAMAT)
Fiksi Penggemarjangan lupa follow me dan vote sesudah membaca, biar ator semangat ngetik dan nge-up, oke thanks for you guys