part 63

98 20 0
                                    

"Bunda akan pulang malam ini.." ucap Soimah di sela-sela memasaknya, Selfi menghentikan aktivitasnya, ia sudah tak bisa berkata-kata lagi.

"Bunda, yakin ingin pulang ke Mansions Franslian?.." tanya Selfi di sela-sela dia memotong daun bawang.

"Iya, sayang. Lagi pula, bunda kan seorang istri dan juga menantu pertama di sana, bunda harus melayani mereka bersama dengan ibu-ibumu yang lain.." senyumnya.

"Huftt, inilah kenapa aku selalu ikhlas menjalani kehidupanku, menjalani takdirku,. Ya, karena bunda,. Semua yang aku lakukan tak lepas karena bunda, bunda mengalami nasib yang sama seperti Selfi, itulah mengapa, Selfi selalu ikhlas menjalaninya, karena melihat bunda, juga ikhlas menjalani kehidupan bunda.." tutur Selfi tanpa melihat bunda nya yang kini menatapnya.

"Kenapa harus bunda? Kenapa?.." ringisnya seraya menundukkan kepala, berusaha menahan tangisnya.

"Apa tidak ada orang lain yang bisa menggantikan posisi bunda, agar aku juga bisa pergi dengan tenang nanti.."

"Bunda pernah meminta kepada Selfi, agar Selfi bisa menjalani kehidupan Selfi penuh dengan senyuman, kebahagiaan, tanpa ada beban di pundakku. Bunda, ingat bunda pernah berkata seperti itu di saat ulang tahun bunda, 3tahun lalu, bunda berdoa untuk kebahagiaanku, tapi bagaimana aku bisa menjalani kebahagiaanku di saat kebahagiaanku adalah bunda yang selalu berada di bawah kaki ayah.." Selfi mengeluarkan semua unek-uneknya.

"Selfi cukup capek menghadapi sikap ayah. Selfi bingung, apa yang dia inginkan, apa yang ingin dia capai? Apakah tahta tertinggi di keluarganya? Atau dia ingin menguasai apa yang seharusnya ia kuasai? Selfi tidak tau cara dunia berkerja, apakah Selfi akan berdosa jika Selfi melawannya? Apakah Selfi berdosa, karena membela bunda, melindungi bunda dari siksaan ayah? Apakah Selfi akan menjadi anak yang durhaka, sementara sejati nya surga ada di bawah telapak kaki bunda. Bunda! Apakah Selfi boleh keluar dari sikap seperti sekarang? Bolehkah Selfi merubah sikap palsu ini menjadi sikap asli Selfi? Mau sampai kapan, aku diam, melihat bunda terluka karena ke sewenang-wenang ayah.."

"Nak, biarkan semua berjalan sesuai apa yang sudah di rencanakan Tuhan. Kita hanyalah manusia biasa, yang bisa kita lakukan, hanya mengikuti alur dari rencananya. Percayalah, Nak. Suatu saat nanti, semua akan berubah, suatu saat nanti, semua akan berjalan sesuai apa yang kita harapkan,. Dia-lah yang maha memberi keadilan.."

Selfi meletakkan pisaunya, ia pergi setelah mendengar ucapan sang bunda. Apakah benar, keadilan akan datang kepada mereka suatu hari nanti.

"Ini adalah keputusan bunda dan keputusan bunda akan menjadi keputusan Selfi juga dan selama keputusan itu masih berjalan, maka selama itu pula, aku akan berada dibawah kendali sikapku, seperti yang bunda inginkan.."

"Entah apa yang sedang bunda lindungi, tapi aku pun akan ikut melindungi bunda juga mereka.."

"Maafkan Selfi bunda, jika nanti Selfi tidak bisa seperti apa yang bunda ekspetasikan, Selfi juga manusia, Selfi juga membutuhkan keadilan.."

Setelah mengucapkan itu, ia pergi meninggalkan rumah. Dalam perjalanannya, ia menghentikan mobilnya di tempat sepi, di harus merenungi kata-katanya, sebelumnya.

"Huftt, kyknya gue terlalu berlebihan?.." gumamnya.

"Maaf bunda.." ucapnya.

Dreett dreett...

Selfi meraih ponselnya, ia melihat siapa yang menelpon, di sana terdapat nomer sang kakek dan juga empat nomer lainnya. Tanpa menunggu lama dia pun mengangkatnya.

"Iya, kakek,. Ada apa, tumben sekali membuat obrolan grup dengan kami?.." tanya Selfi.

"Tadi kakek mencari kalian, tapi kats nya kalian belum pulang, sementara Rara, bukan nya kamu ke kampus hari ini? Kok itu sepertinya ada di suatu tempat?.."

One Step To Big Family (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang