38. The 2nd

171 2 0
                                        

Hari itu, setelah PAS, diadakan ujian praktek olahraga. Rania disuruh Pak Adi untuk mengambil peralatan musik di gudang karena con untuk melaksanakan pelajaran olahraga. Semua baik-baik saja sampai ia masuk ke dalam gudang.

Tiba-tiba, ada seseorang yang menutup mulut Rania menggunakan kain yang membuatnya pingsan saat menghirupnya. Saat orang itu hendak kabur, ia menjatuhkan kursi hingga menimpa kaki Rania. Ia juga menutup pintu gudang dan menguncinya.

Rania tersadar, entah berapa lama sudah ia pingsan di dalam sini. Gudang itu sangat sepi dan gelap. Ia berjalan pincang ke arah pintu dan menggedor-gedor pintu gudang meminta tolong kepada orang-orang yang ada di luar. Namun, tidak ada yang menjawabnya. Tidak heran kalau tidak ada yang menjawab, gudang ini terletak di tempat yang sepi. Tidak banyak orang yang melewati tempat ini. Kebanyakan ruangan penting berada di gedung sebelah.

Rania takut. Ruangan gelap membuatnya seperti sedang tidur. Suara-suara yang terus menghantuinya kembali lagi. Ia meringkuk sambil memejamkan mata dan menutup kedua telinganya dengan kedua telapak tangannya.

Dengan rasa takut dan suara-suara yang terus menghantuinya, Rania terus menunggu seseorang lewat sambil meringkuk di tumpukan matras yang ada di gudang.

Dalam perasaan takut itu, ia masih penasaran, siapa yang menutup pintu itu. Karena, jika angin yang membuat pintu itu menutup sangatlah tidak mungkin. Pintu gudang itu menutup tanpa suara. Sangat pelan. Sampai Rania tidak mendengarnya. Ia baru sadar setelah pintu tertutup dan terdengar suara orang yang sedang mengunci pintu ini.

Tidak ada orang yang lewat sama sekali. Saat Rania menuju ke arah pintu gudang dan hendak membukanya, ia mendengar langkah kaki seseorang.

“Ya, kamu masih di dalem?” Tanya seorang laki-laki dari luar.

Rania tahu betul siapa yang memanggilnya itu. Tentu pemilik suara itu adalah Haidar. Suaminya lah satu-satunya orang yang memanggilnya dengan panggilan 'Ya'.

“Tolong Haidar, gue kekunci dari luar!” pinta Rania.

Setelah Ranua mengatakannya, langkah kaki Haidar kembali terdengar, namun suaranya menjauh. Mungkin ia ingin mencari pertolongan.

Selama 10 menit, ia belum kembali.  Rania mulai panik. Tubuhnya bergetar, ia menggigit-gigit jarinya. Gimana kalau Haidar itu kelupaan gue kekunci di sini karena suatu hal? Semoga aja ngga Ya Rabb…~ batin Rania.

Tak lama kemudian, Haidar itu datang kembali. Tapi, terdengar suara langkah kaki orang lain selain dirinya. Siapa orang yang dia bawa?

“Pak, tolong bukain gudang yang ini.” Ucap Haidar pada seseorang.

“Oh, iya.” Jawabnya.

Terdengar suara kunci yang ia keluarkan untuk membuka pintu itu. Tak butuh waktu lama, pintu itu langsung terbuka dan Ranua pun bisa keluar.

“Kamu ya, lepas dari aku sebentar aja langsung luka! Kamu ngga pa pa, kan? Hm?” Tanya Haidar.

“Iya, aku ngga pa pa.” jawab Rania sambil menunduk.

Haidar memeluk Rania yang masih gemetaran, sambil sesekali menciumi wajahnya.

Setelah merasa sedikit tenang, Rania melepaskan pelukan sang suami. Ia masih berpikir, siapa yang paling memungkinkan mencoba menguncinya di sana. Tapi, kepalanya masih terasa pusing setelah pingsan tadi.

Rania memegangi kepalanya.

“Ya?”

“Hm? Tadi, aku pingsan habis mulutku ditutup pake kain. Ngga tau ada campuran apa kainnya.” Jawab Rania.

Kali ini, Haidar yang sedang mencoba berpikir keras. Terlihat dari raut wajahnya. Ia juga sedang berpikir siapa yang melakukan ini, dan campuran apa yang ada di kain itu. Ah, sepertinya Haidar tahu siapa pelakunya!

“Ya udah, kalo gitu sekarang ke UKS dulu. Jangan sampe ternyata tadi kamu dicekokin macem-macem pas pingsan.” Ajaknya.

“Tapi, kakiku…”

“Kenapa, Ya?”

“Tadi kejatuhan kursi, sekarang ngilu kalo dipake jalan.” Jawab Rania menunduk.

Haidar langsung menggendong sang istri ala bridal style dan berjalan membawanya menuju UKS.

Rania memukul Haidar. Sumpah, demi apa, gue malu banget diginiin! Mana ada pak satpam lagi! Tenggelem aja lah gue!~ batin Rania.

“Hei, sayang! Nanti jatuh!” teriaknya.

“Siapa suruh gendong aku?!” balas Rania.

“Terus, aku harus ninggalin istriku, gitu?”

Rania hanya memutar bola matanya mendengar jawaban suaminua itu. Ia sudah kalah, hands up.

Begitu tiba di UKS, bu Rika sebagai penjaga ruang UKS sekaligus dokter di sana langsung terkejut begitu melihat Haidar yang masuk dengan menggendong Rania. Haidar langsung meletakkan sang istri di ranjang UKS. Rania duduk di pinggir ranjang.

“Ini kenapa Dar?” Tanya Bu Rika.

“Kesleyo kayaknya bu. Biar saya aja yang urus.” 

Haidar langsung mengambil kotak P3K untuk mengobati Rania.

“Halah, kamu yang ngurus gimana? Kalo kamu luka aja ngga bisa ngurus sendiri. Mesti saya yang ngurus kamu.” Omel Bu Rika.

“Hehehe, maaf Bu. Tapi ini situasinya beda.”

“Hah.., terserah kamu lah.” Jwab Bu Rika menggelengkan kepala.

Haidar langsung mengambil kotak P3K untuk mengobati Rania. Ia mulai mengambil salep dan mengoleskannya dengan dangat hati-hati ke tangan Rania. Kenapa jantung gue kayak gini sih, Rabbi….~ batin Rania.

Haidar juga menempelkan plester untuk menutupi luka lecet yang ada di tangan Rania. Setelah itu, ia menyentuh pergelangan kaki sang istri. Lalu menekan bagian sekitarnya. Rania merintih.

“Stttt..... ah.”

“Tahan ya, kamu bisa pegang lengan aku kalo mau.” Kata Haidar.

Rania jadi merasa tegang karena Haidar mengatakan itu. Ia merasa tidak enak, tapi akhirnya Rania mencengkram lengan suaminya. Lalu dengan sigap, Haidar langsung menekan kaki Rania hingga bersuara.

“AAAHHHH!!”

“Woy lah, sakit juga lenganku, yang!” Omelnya.

“Ya, maaf.”

Rania langsung melepas cengkramannya dari lengan Haidar.

“Kamu ngga pa pa nak?” Tanya Bu Rika.

“Iya Bu, ngga pa pa.”

“Ya, ini udah ngga bener. Ini yang kedua kalinya kamu begini loh, Ya!” ucap Haidar.

“Belva bangsat!” ucapnya sambil memukul ranjang yang diduduki sang istri.

Haidar berdiri dan hendak pergi keluar. Rania menghentikan langkah kakinya dengan mengajukan sebuah pertanyaan.

“Mau ke mana?” tanya Rania.

“Sebentar, aku ada urusan. Kamu duluan aja, ya?” Ucapnya yang langsung pergi.

Ada apa lagi ini, Ya Rabb…~

                                 ♠︎♠︎♠︎
Setelah itu, aku langsung kembali ke lapangan untuk lanjut mengikuti pelajaran olahraga. Ternyata, waktu berjalan sangat cepat, pelajaran itu hampir selesai.

"Ran, kamu kenapa? Kok lama banget?" Tanya Pak Adi.

"Kekunci Pak." Jawab Rania.

"Kok bisa?" Rania hanya menggedikkan bahu sambil menggeleng.

"Terus, kaki kamu itu kenapa?" tanyanya lagi.

"Kesleyo Pak."

"Hah... Ya udah, kamu ngga usah ikut pelajaran saya dulu." Rania hanya menjawab ya dengan anggukan.

Setelah percakapan itu, Pak Adi langsung melanjutkan pelajaran. Setelah selesai pelajaran, duo sahabat Rania langsung mendatanginya dengan wajah panik.

"Ran, lo ngga pa pa?" Tanya Icha.
"Iya Ran, ampe pincang-pincang diperban lagi." Lanjut Eva.

"Cuma keseleyo biasa." Jawab Rania.

Mereka hanya mengangguk walau masih terlihat ragu untuk memercayai Rania. Karena sudah jam istirahat, mereka pergi ke kantin bersama. Namun, ada sesuatu yang sedikit aneh. Banyak orang yang memerhatikan Rania dan juga..., sepertinya sedang membicarakannya. Entahlah, ia mengabaikan perkataan mereka.

"Eh Ran, lo ngga marah apa dikatain begitu?" Tanya Icha.

"Tau nih, masak dikatain berkhalwat sama cowok cuek-cuek aja. Mana gosipnya kedengeran semacam lo ngelakuin 'sesuatu' yang unholy." Ucap Eva menimpali.

"Bodo, gue ngga ngelakuin itu kok." Jawabku sambil tersenyum tipis.

Kulihat Eva dan Icha langsung bertatapan. Rania menatap mereka heran. Mereka menyentuh jidat, menjiwit pipi, dan menampar pipi mereka sendiri sambil menganga.

"Sumpah, ini gue waras kan?" Tanya Icha.

"Enggak. Lo emang ngga waras, Cha. Tapi serius tadi si Rania senyum ke kita." Jawab Eva.

"Anjing lo." Umpat Arin. Melihat tingkah mereka yang kelewat lebay, Rania hanya memutar bola mata sambil menggelengkan kepala.

"Sumpah Ran, lo makin cantik kalo senyum." Goda Eva. Perkataannya itu disetujui oleh Icha dengan anggukan. Rania tetap menggelengkan kepalanya mendengar godaan duo sahabatnya itu.

"Coba aja Haidar liat, makin klepek-klepek ama lo tu bocah. Giwi pigi dili yi, jingin kingin." Kata Icha menggoda.

Eva yang mendengarnya langsung tertawa ngakak sampai tidak bersuara, ia juga memegangi perutnya karena terus tertawa.

Well, tu bocah emang sering banget ngucapin dialog itu tiap mau pergi ninggalin gue. Wait, kok gue mendadak alay ya. Amit-amit dah.~ batin Rania.

Di tengah suara tawa Eva, terdengar suara berat seorang cowok.

"Yang, nanti pulang bareng yuk!" / "Kenapa Cuma Haidar yang klepek-klepek?"

"Ha?" ucap mereka bertiga serempak.

"Apaan sih lo berdua? Ganggu bet sumpah!" ucap Icha.

"Tau nih! Lo sekarang mau ikut-ikutan tengil kayak si Haidar juga Jun?!" ucap Eva.

"Lah, kok gue?" tanya Haidar dan Juna serempak.

"APAAN SEEHH?!" Teriak Eva emosi membuat semua orang yang ada di kantin menatap ke arah mereka. Ya Allah, gini amat gue punya temen.~ batin Rania.

"Kok gue dikatain tengil, mana kayak Haidar lagi. Sorry, dia bukan level gue." Ucap Juna.

Rania, Eva, dan Icha serempak memutar bola mata.

"Narsis juga lo." Ucap Eva.

"Kalo lo napa Dar?" tanya Icha pada Haidar.

"Ngga." Jawabnya singkat. Kali ini, Haidar menatap Juna datar.

Hening.

"Nih Ran, buat ngobatin luka lo!" ucap Juna sambil memberikanku sebuah kantong plastik.

"Thanks."

"Btw, lo tadi ada perlu apa sama gue?" tanya Rania pada Haidar.

"Pulang sama aku sayang." Jawabnya.

"Najis, ogah." Jawab Rania.

Asal kalian tau, Rania paling tidak suka dipanggil 'sayang', alay. Haidar yang melihat reaksi istrinya itu langsung tertawa puas. Senang sekali rasanya jika ia sudah membuat mood istrinya itu jadi buruk.

"Aku mau sekalian main sama Ari, sayang. Lagian, si Ari bilang 'ok' kok." Katanya lagi.

"Iya, pulang bareng. Tapi, lo biasa kan GA USAH pake ayang-ayangan segala!!!" Ucap Rania emosi.

Haidar hanya tertawa terbahak-bahak melihat reaksi istrinya. Bahkan kali ini, ia sampai menghapus air mata uang mengalir di pipinya karena terus tertawa.

"Ternyata lo jinak sama Rania." Celetuk Juna.

Haidar yang tadinya tertawa langsung memasang wajah datar dan menatap Juna sinis.

"Iri?" tanyanya.

"Ngga, gue bakalan rebut Rania dengan cara gue yang ngga murahan."

"Impossible."

"Buat gue dapetin Rania?" tanya Juna meyakinkan.

Haidar tersenyum sinis penuh kemenangan pada Juna. Tidak tahu saja dia, bahwa Haidar yang ia tantang saat ini adalah suami dari perempuan yang ia sukai. Dari awal juga lo langsung kalah, tolol!~ batin Haidar.

Rania baru menyadari kalau Eva dan Icha mulai menatapnya, Haidar, dan Juna secara bergantian dengan tatapan malas. Mereka memutar bola mata mereka sambil menghela napas panjang.

"Ehem, excuse me. Hello, masih ada human di sini ya." Ucap Icha sambil melambaikan tangan.

"Lo pada napa sih?!" tanya Eva bingung.

"Cinta segitiga?" tebaknya sendiri.

"Pake nanya." Timpal Icha malas.
Eva mengangguk paham.

"Nanti tunggu aku di kelas ya." Ucap Haidar pada Rania.

"Jangan keluyuran sama 2 makhluk itu." Lanjutnya. Peekataannya itu merujuk ke Eva dan Icha.

"Suka-suka gue kalo mau jalan sama mereka." Jawabku malas.

"Tau ni si Haidar. Pinjem Ranianya bentar napa sih, kagak rela amat dah jauh-jauh dari Rania." Timpal Eva.

"Lo pada selalu ganggu momen banget!" Protes Haidar.

"Ya udah Ran, aku pergi dulu. Ja...." Belum sempat Haidar menyelesaikan kalimatnya, Icha langsung mengeluarkan suara.

"Jingin kingin yi." Ledeknya.

Haidar yang mendengar ledekan Icha langsung tertawa.

"Dialog gue, tuh!" Goda Haidar.

Icha hanya membuang tatapan malas. Sepertinya, ia sudah tidak kuat menghadapi Haidar. Sedangkan Eva saat ini sedang tertawa terbahak-bahak hingga menghapus air mata melihat wajah bete sahabatnya itu.

Setelah itu, Haidar langsung pergi meninggalkan meja mereka. Ia berlari ke mejanya yang dijelilingi anak tongkrongan geng motor lainnya. Seperti biasa, mereka duduk dengan posisi salah satu kaki dinaikkan ke atas kursi sambil merokok. Melihat kelakuan mereka, Rania hanya bisa geleng-geleng kepala.

Gak nyangka gue, kalo salah satu dari berandalan itu sekarang jadi suami gue~ batin Rania sambil menatap ke arah seorang laki-laki yang sangat mencintainya. Laki-laki itu adalah suaminya, Muhammad Haidar Al-Fatih.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Kalian bisa nebak ga nieh, siapa pelaku yang ngunci Rania di dalam gudang?

Kalau bjngung, ini aja deh!

Menurut kalian, gimana kelanjutan cerita MUST END nantinya?

Kalo penasaran sama kelanjutan cerita ini, aku bakalan lanjut, kalo ga penasaran, ya tetep lanjut.😆

Btw, kalian suka tipe cerita ini ga?

Kalian boleh banget kasih komentar, kritik, atau saran kalian supaya cerita aku kedepannya bisa lebih bagus lagi.

Jangan lupa masukin ke reading list,
share, dan vote terus ya!

MUST END (REPUBLISH)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang