Setelah itu, Rania, Ari, dan Haidar langsung pulang ke rumah milik Rania. Begitu masuk rumah, Ari langsung duduk di sofa menatap ke arah Rania yang masih berdiri di depan pintu rumah dengan Haidar yang berdiri di belakangnya. Ari memberikan tatapan yang mengintimidasi.
Fix, alamat sidang. Terkadang, Rania menyukai Ari yang protective, tapi sepertinya akhir-akhir ini Ari tidak bisa mengendalikan dirinya.
"Lo tu udah gue kasih tau, kalo ke mana-mana tuh ngomong ke gue, minimal bang Haidar lah! Lo kan udah nikah! Masak ngga ijin sama suami?!Udah berapa kali lo hampir celaka karena pergi sendirian! Kalo ada apa-apa kan gue sama bang Haidar yang repot!" omelnya.
Rania hanya memutar bola mata malas. Ia sering heran, sebenarnya di rumah ini yang perempuan di rumah ini dirinya atau Ari? Karena menurutnya, Ari lebih cerewet dibanding dirinya.
"Iya, sayang. Kalo ada apa-apa ijin aku, ya?" Ucap Haidar sambil membelai kepala Rania.
"Tadi kan, kamu pergi."
"Tetep aja, paling ngga telepon, ya?"
Rania mengangguk mendengar nasihat suaminya. Ari yang mendengar perkataan Haidar mulai menatap Rania dan Haidar dengan tatapan geli secara bergantian.
"Lo sesayang sama kakak gue bang?" tanya Ari pada Haidar.
"Iya, banget." Jawab Haidar santai.
"Btw, bang ini serius lo?" Tanya Ari.
"Maksud lo?" tanya Haidar.
"Kakak gue selalu deskripsiin lo sebagai cowok tengil. Padahal, lo kalo di markas kaya patung es." Beo Ari."Karena cuma kakak lo yang bisa lelehin gue." Ucap Haidar.
"Anjay..." timpal Ari.
"Ngga, ngga, gue aslinya emang begini orangnya." Jelas Haidar.
"Sini, gue obatin!" ucap Rania pada Ari.
Rania berjalan ke arah Ari dengan kotak P3K miliknya yang ia bawa. Ia obati luka Ari perlahan dengan sangat lembut. Mulai dari memberikannya alkohol, salep, dan membalutnya dengan plester ataupun perban.
Ari yang diobati senyum-senyum salting sendiri. Ia sangat senang, baru kali ini setelah belasan tahun yang lalu kakaknya mengobati dirinya dengan penuh kasih sayang seperti ini.
Ari melirik ke arah Haidar. Haidar yang diberi tatapan ledekan dari Ari pun langsung memutar bola matanya malas dan mendengus kesal ke arah Ari sambil ngedumel tidak jelas. Ari yang melihat Haidar kesal itu pun langsung tertawa bahagia. Rania yang melihat kelakuan Ari dan Haidar itu hanya menggelengkan kepalanya. Ia merasa seperti sedang mengurus dua bayi besar.
Setelah selesai mengobati Ari, Rania berjalan ke arah Haidar sambil membawa kotak P3K nya.Rania mengobati Haidar dengan telaten. Ia mengambil salep, alkohol, kapas dan perban untuk mengobati luka Haidar.
Diobati lukanya dengan sangat hati-hati. Rania mengoleskan salep sedikit demi sedikit. Sesekali terdengar suara haidar yang menahan sakit.Setelah selesai, tidak angin ataupun hujan, Ari langsung mengusir Haidar.
"Ah, minggat sono lu bang! Enek gue ngeliat lo manjain kakak gue mulu! Ucap Ari pada Haidar.
Ia mengusir Haidar untuk masuk ke kamar Rania dengan cara mendorongnya ke arah pintu kamar.
"Ih, apaan sih lo, Ri?" tanya Haidar bingung.
"Heran gue, kenapa kakak gue kelihatan lebih khawatir sama lo ketimbang sama gue?!" ucap Ari emosi.
"Lah, kok tanya saya." Jawab Haidar.
Setelah itu, Ari langsung menutup pintu kamar, membiarkan Haidar di dalam sendirian. Ia berbalik menghadap ke arah Rania memberikan tatapan mengintimidasi.
"Gue jealous. Lo lebih khawatir sama dia, lo bisa marah sama dia, lo bisa teriak-teriak sama dia, bisa sweet sama dia. Tapi, kenapa sama gue ngga?" tanyanya sambil menunduk. Rania terdiam, hanya itu yang bisa ia lakukan.
"Gue jealous. Kenapa sama dia lo bisa nyengir, sudut bibir lo bisa ke angkat. He is still a stranger for you. No, he's tranger." Lanjutnya.
"Emang lo lebih nyaman sama dia yang orang asing dibanding sama gue yang adek lo sendiri?" emosinya sudah tidak bisa terkontrol kali ini.
"Gue nyaman sama lo."
"Tapi kenapa lo lebih terbuka sama dia yang bukan siapa-siapa?"
"Justru karena itu." Jawab Rania Ari menatapnya heran.
"Terkadang, terbuka sama orang asing itu bikin lo ngerasa lebih nyaman, karena dia ngga tau apa-apa soal lo."
Rania pergi ke kamarnya dan duduk di depan jendela kamar yang terbuka. Merasakan dinginnya angin malam. Ia menikmati setiap hembusannya yang terasa dingin. Ia biarkan hembusannya memasuki hatinya yang kosong.
Hampa.
"Kamu kenapa, sayang?" Tanya Haidar.
Ia sedang duduk di atas ranjang sambil memainkan ponselnya. Ia memang tidak mendengar percakapan istrinya dengan adik iparnya tadi karena ia mendengarkan musik menggunakan headset dengan volume tinggi.
"Ngga pa pa."
Rania memang tidak apa-apa. Ia tidak memilimi perasaan apapun selain perasaan bersalah atas apa yang terjadi beberapa tahun yang lalu.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.Siapa nih yang gemes sama masa lalu Rania yang sebenernya?
Kalo penasaran sama kelanjutan cerita ini, aku bakalan lanjut, kalo ga penasaran, ya tetep lanjut.😆
Btw, kalian suka tipe cerita ini ga?
Kalian boleh banget kasih komentar, kritik, atau saran kalian supaya cerita aku kedepannya bisa lebih bagus lagi.
Jangan lupa masukin ke reading list,
share, dan vote terus ya!
KAMU SEDANG MEMBACA
MUST END (REPUBLISH)
רומנטיקה13+ Rania Adiningrum, seorang gadis remaja berusia 17 tahun yang memiliki kehidupan tidak seperti remaja pada umumnya. Ia tidak pernah pergi ke mall bersama teman, ke tempat disco, ataupun bermain dan bersendagurau dengan sahabat. Semua itu terjadi...