Haidar saat ini tengah mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi ke tempat yang paling membuatnya nyaman, yaitu danau. Setibanya di sana, ia langsung membanting motor dan helm yang telah ia gunakan. Ia berteriak sekencang-kencangnya untuk meluapkan emosi yang sedaritadi ia pendam.
"AAAAA!"
Haidar menjambak rambutnya sendiri sambil terus berteriak. Perasaan Haidar saat ini benar-benar kacau. Ia merasa bingung. Sosok ibu yang selama ini ia harapkan kehadirannya dan rindukan telah ada di hadapannya hari ini. Tapi di sisi lain, ia juga kecewa atas apa yang pernah ibunya lakukan belasan tahun lalu.
Tangisan Haidar mulai pecah. Ia tak sanggup lagi untuk menahan semua emosinya.
"Kenapa bunda datang di saat aku sudah mulai tidak mengharapkan kehadiran bunda lagi." Ujar Haidar dengan isak tangisannya yang masih terdengar.
"Aku benci bunda. Tapi, kenapa cintaku mengalahkan perasaan benci itu?"
♠︎♠︎♠︎
Setelah menenangkan diri di danau, Haidar kembali ke rumah dengan perasaan yang masih tidak keruan. Baru saja ia menginjakkan kaki di rumah itu, pemandangan yang pertama kali ia dapatkan adalah seseorang yang ia harap tidak dilihatnya lagi begitu tiba di rumah. Padahal saat ini, jam susah menunjukkan pukul 12.45 malam. Wanita itu setia menunggunya hingga pulang.
Wanita itu bangkit dari duduknya dan menghampiri Haidar. Ia menatap anak lelaki satu-satunya itu dengan tatapan sendu dan mata yang berkaca-kaca. Ia mengangkat tangannya untuk membelai pipi Haidar sambil tersenyum manis. Tanpa sadar, air matanya jatuh.
"Kenapa bunda ngga pernah pulang?" tanya Haidar sambil terisak."Maaf." Jawab bunda.
Sakit, itulah yang Haidar rasakan saat ini. Bukan jawaban itu yang ia harapkan dari bunda yang paling ia cintai selama ini. Bukan perlakuan ini yang Haidar harapkan dari bundanya selama ini. Seharusnya wanita itu mengatakan, "Maaf, bunda menyesal. Bunda rindu. Bunda ngga akan ninggalin kamu lagi. Bunda sayang dan cinta sama kamu, selamanya."
Perkataan itu yang Haidar harapkan keluar dari bibir sang bunda. Ia harap, bundanya akan mengatakan itu sambil menangis, memeluk, serta menciuminya. Tapi, kenyataan memang tidak seindah realita. Memang sudah seharusnya ia tidak berharap pada makhluk Allah. Terlebih pada wanita yang telah melahirkan dan meninggalkannya demi laki-laki yang bahkan tidak lebih baik dari ayahnya.
Haidar tahu bahwa surga ada di telapak kaki ibu. Tidak diperbolehkan baginya untuk meninggikan suara di hadapan wanita yang telah mengandung, melahirkan, dan menyusuinya walau hal itu sangant ia inginkan. Ia tidak bisa terus mengabaikan ibunya agar tidak terputus ikatan hubungan ibu dan anak.
Tapi, sudah terlanjur kecewa dan terluka. Berat rasanya bagi Haidar untuk melakukan itu. Ia sangat ingin membentak bundanya. Ia sangat ingin tidak akan pernah dipertemukan dengan bundanya setelah kejadian ini.
Saat ini, Haidar bagaikan kaca yang sudah pecah dan bundanya lah yang berusaha untuk menyatukannya kembali. Tapi sayangnya, pantulan yang terpancar tak seindah dan sehangat sebelumnya.
Lina memeluk Haidar perlahan dengan penuh kelembutan. Seketika, pecah sudah tangisan yang Haidar tahan sedari tadi. Ia menenggelamkan wajahnya di bahu sang bunda untuk menutupi tangisannya. Ia sesenggukan.
"Bunda." Panggil Haidar dengan suara yang gemetar.
"Iya, sayang." Jawab sang bunda lembut. Sangat lembut. Suara itu membuat hati Haidar semakin sakit tertusuk.
"Aku... aku benci sama bunda. Tapi, aku cinta sama bunda. Gilanya, cinta itu bahkan mengalahkan rasa benciku selama ini. Aku benci perasaan ini, bunda. Aku... aku ngga bisa membenci bunda." Ucap Haidar panjang lebar.
DEG!
Dunia Lina serasa terhenti. Hatinya benar-benar tertusuk ketika mendengar perkataan anak lelakinya yang tidak ia jumpai belasan tahun itu. Betapa besar rasa cintanya hingga tak dapat membenci dirinya yang bahkan jika diberi lebel brengsek pun sangat lah kurang. Ia tidak tahu harus berkata apalagi kepada Haidar. Hatinya hancur.
Lina menatap ke arah jam dinding rumah tempat anaknya dibesarkan. Jam sudah menunjukkan pukul 01.00 dini hari. Ia langsung terkejut dan melepaskan pelukan sang anak. Ia menatap lekat Haidar sambil membelai pipinya lagi.
"Anak bunda udah besar. Semoga kamu sehat selalu ya." Ucap Lina pada Haidar.
"Hah? Emang bunda mau ke mana?" tanya Haidar.
"Bunda harus balik ke Singapore. Adikmu sedang sakit, dia tidak bisa sendirian bukan?" jawab Lina.
"Aku bahkan sendirian tanpa bunda belasan tahu." Gumam Haidar lirih sambil menundukkan kepalanya.
"Kamu bilang apa, sayang?" tanya Lina yang ternyata tak mendengar gumaman Haidar tadi.
"Ngga pa pa, bun. Bunda butuh sesuatu untuk adik?" tanya Haidar sambil tersenyum.
"Aku hanya butuh biaya. Laki-laki brengsek itu telah meninggalkan aku dengan ketiga anaknya tanpa sepeserpun uang!" Omel Lina pada Haidar.
"Ke mana laki-laki itu?" tanya Haidar tak mengerti.
"Dia dipenjara setelah terbukti korupsi." Jawab Lina.
Haidar terdiam. Ia sedih mendengar sang bunda menderita dengan lelaki yang ia perjuangkan itu sampai meninggalkan anknya. Tapi di sisi lain, entah kenapa ia merasa seperti lega karena mengetahui bahwa bundanya juga kesulitan di luar sana. Jika kalian berkata Haidar jahat, ia mengakuinya. Karena itulah yang ia rasakan saat ini.
"Bunda dengar kamu buka café. Boleh bunda pinjam uang kamu?" tanya Lina.
DEG!
Lagi dan lagi. Hati Haidar dilukai oleh bundanya sendiri. Kali ini, ia tak bisa menyembunyikan raut kekecewaan dari wajahnya. Ia menatap bundanya dengan tatapan sendu dan air mata yang berlinang.
"Bunda datang ke sini untuk meminjam uang?" tanya Haidar.
"Ngga, bunda datang memang merindukanmu!" sangkal Lina.
Haidar terkekeh. Ia mengambil ponsel dari sakunya.
"Berapa nomor rekening bunda?" tanya Haidar.
Lina menyebutkan nomor rekeningnya. Setelah itu, Haidar langsung menransfer sejumlah uang ke rekening Lina.
"Makasih Haidar. Bunda ngga tau gimana jadinya bunda kalau ngga ada kamu." Ujar Lina.
"Sama-sama. Semoga uang yang aku kirim cukup dan kalau bunda tidak merindukanku sebaiknya jangan kembali lagi. Assalamualaikum." Ujar Haidar sambil memeluk Lina selama 10 detik.
Setelah mengatakan itu, Haidar langsung melepaskan pelukannya melangkah pergi menuju kamarnya. Meninggalkan Lina yang berdiri sendiri dengan menatap sendu ke arah Haidar.
Tak lama, Lina juga mulai melangkah keluar dari rumah itu. Rumah yang menurutnya sangat aman dan nyaman untuk anaknya. Rumah yang dihuni oleh pemilik yang berhati lembut dan hangat.
Lina menatap ke arah rumah milik sahabatnya itu. Petir menyambar, kilatan terus bermunculan, dan hujan muali berjatuhan ke bumi. Membasahi bumi dan seisinya. Termasuk Lina. Tangisannya pecah seketika. Ia berjongkok dan menenggelamkan wajahnya sambil menangis terisak-isak.
"Maafin bunda, Haidar. Karena telah memberi luka yang mendalam. Maaf, bunda tidak pernah menjadi rumah untukmu saat kesulitan. Justru bunda lah yang menjadi kesulitanmu."
Setelah mengatakan itu, Lina langsung memesan taxi dan pergi menuju bandara untuk menaiki pesawat pergi ke Singapore.
♠︎♠︎♠︎
Setibanya di kamar. Haidar langsung disambut oleh istri cantiknya yang sudah merentangkan tangan sambil tersenyum sendu. Sejak tadi, Rania mendengar obrolan Haidar dengan ibu mertuanya.
Haidar menjatuhkan diri ke dalam pelukan sang istri dan menenggelamkan wajahnya di bahu istrinya. Ia menangis terisak.
"Kenapa bunda sejahat itu sama aku, Ya? Apa dia ngga sayang aku?" Tanya Haidar sambil masih terisak.
"Pasti ada alasan di balik semua kejadian ini." Ucap Rania menenangkan.
"Aku lemah, ya? Aku menangis cuma karena hal kayak gini!" Ucap Haidar.
Rania menangkup wajah suaminya.
"Kamu pernah bilang ke aku, menangis itu bukan berarti kamu lemah. Menangis itu salah satu cara untuk meluapkan emosi dan meringankan beban. Sesekali menangis dan bersandar itu ngga pa pa." Ucap Rania.
Rania membawa suaminya itu kembali ke pelukannya. Satu tangannya ia gunakan menepuk punggung Haidar dan satunya lagi ia gunakan untuk mengelus kepala sang suami.
Tangisan Haidar semakin pecah. Sungguh, jika ditanya siapa di dunia ini yang pernah melukaimu paling dalam, Haidar akan menjawab bahwa pelakunya adalah wanita yang telah melahirkannya. Bunda, orang itulah yang pernah melukainya paling dalam di dunia.
Malam ini adalah malam yang paling menyakitkan sekaligus melelahkan dalam sejarah kehidupan Haidar. Betapa menyakitkannya setiap kali ia berada dengan sang bunda. Di mata Haidar, bunda bukanlah rumah. Melainkan tempat yang benar-benar menyiksa. Sampai-sampi, ia sudah lelah berhadapan dengan bundanya.
Haidar harap, wanita itu tidak akan pernah datang kembali ke kehidupannya kecuali ia memang benar-benar merindukan anaknya..
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.Bunda jahat bgt....
Kalo kalian penasaran, aku bakalan lanjutin cerita ini. Tapi kalo ga ya, bakal tetep aku lanjutin!😁Btw, kalian suka cerita tipe begini ga?
Kalo suka, jangan lupa commant, share, add to library, and vote ya.

KAMU SEDANG MEMBACA
MUST END (REPUBLISH)
Roman d'amour13+ Rania Adiningrum, seorang gadis remaja berusia 17 tahun yang memiliki kehidupan tidak seperti remaja pada umumnya. Ia tidak pernah pergi ke mall bersama teman, ke tempat disco, ataupun bermain dan bersendagurau dengan sahabat. Semua itu terjadi...