Setelah kondisi Rania membaik, Haidar menjemputnya untuk pulang. Selama perjalanan pulang ke rumah, Rania terus saja memeluk Haidar karena rasa sakit yang ada di perutnya. Ia bahkan meremas seragam sekolah Haidar.
Haidar yang merasakan pelukan kuat dari istrinya itu hanya bisa terus mengusap punggung tangan sang istri yang ada di perutnya. Hati Haidar sangat terluka mendengar suara rintihan kesakitan dari Rania. Ia merasa tidak pernah becus untuk menjaga Rania.
Sesampainya di rumah, Haidar langsung membawa Rania turun dari atas motornya dengan cara menggendongnya ala bridal style. Ia membawa istrinya masuk ke dalam kamar, dan mendudukkan tubuh gadis itu di kursi belajar.
Haidar berlutut di hadapan sang istri. Ia menggengam tangan Rania, lalu mencium punggung tangannya.
"Kamu sholat?" Tanya Haidar. Rania menggeleng sebagai jawaban sambil mencengkram perutnya yang masih terasa sakit.
"Ya udah, kamu langsung tidur aja!" Titah Haidar sambil mengusap lembut kepala Rania. Lagi, istrinya itu menggeleng sebagai jawaban.
"Besok udah ujian, aku harus belajar!"
"Sayang, kamu lagi sakit. Kalau besok ngga berangkat ngga pa pa. Ikut susulan aja. Ngga ada yang marah kalau kamu ikut susulan. Yang penting kesehatan kamu." Jelas Haidar lemah lembut pada istrinya.
"Nanti kalau nilaiku jelek karena belajarnya kebut-kebutan gimana?" Tanya Rania.
"Masa depan kamu itu bukan karena nilai. Nilai bukan segalanya. Kamu daftar pekerjaan nanti bukan pakai nilai. Di masa sekarang ini, yang penting dan diperlukan di dunia pekerjaan cuma keahlian. Keahlian apa yang kamu punya, dia yang akan mengantarkan kamu ke pekerjaan yang cocok buat kamu." Jelas Haidar dengan sabar menghadapi istrinya yang sangat terobsesi dengan nilai.
"Nurut kata aku, ya?"
Rania mengangguk sebagai jawaban. Haidar tersenyum melihat respon dari sang istri. Ia mencium kening Rania.
"Sekarang beres-beres dulu, terus tidur, oke?"
"Iya."
Setelah beres-beres, Rania langsung naik ke atas ranjang dan merebahkan tubuhnya. Ia mulai memejamkan matanya sesuai titah sang suami. Sedangkan Haidar sudah siap pergi ke masjid untuk melaksanakan sholat maghrib.
"Aku berangkat dulu, ya. Assalamualaikum." Ucap Haidar.
"Waalaikumsalam." Jawab Rania sambil mencium punggung tangan sang suami walau ia sedang berbaring. Haidar tersenyum sambil mengacak rambut Rania, lalu mencium kening sang istri.
Sekitar kurang-lebih satu jam kemudian, saat Haidar sudah selesai sholat isya, Rania terbangun dari tidurnya. Ia menoleh ke arah Haidar yang sedang berbaring di sampingnya sambil memainkan ponsel. Haidar yang sadar akan tatapan istrinya pun menoleh ke arah Rania.
"Loh, kok kamu udah bangun?" Tanya Haidar.
"Kebangun aja."
Haidar terkekeh.
"Ya udah, makan malem yuk!" Ajak Haidar.
"Kamu masak?"
"Baru mau masak. Kamu temenin di dapur ya!" Pinta Haidar.
"Aku yang masak."
"No! Kalo gitu, kamu di sini aja!"
Setelah itu, Haidar mencium bibir Rania dan langsung pergi keluar kamar untuk segera memasak di dapur. Rania menghela napas sambil menggelengkan kepala. Ia keheranan dengan kelakuan suaminya itu. Kenapa dia seperti punya kebiasaan untuk melayani seseorang? Apa dia memang seperti itu kepada ummi, Haura, dan bunda? Biar ia langsung yang menanyakan nanti.
Tak lama, Haidar masuk ke kamar sambil menebar senyum cerianya yang seperti anak kecil. Ia menghampiri Rania, lalu menggendongnya ala koala ke dapur. Ia mendudukkan tubuh istrinya itu di kursi depan meja makan yang sudah tersaji mi rebus. Tahu saja dia kalau Rania sedang ingin makan mi rebus.
"Sini, aku suapin!" Ucap Haidar sambil mengambil gerpu dan sendok yang ada di mangkok mi Rania.
"Aku bisa sendiri!" Jawab Rania tegas.
"Shut! Nanti kalo udah punya anak, aku pasti susah mau nyuapin kamu kayak gini!" Ucap Haidar sambil menyuapkan sesendok mi ke dalam mulut Rania.
Apa hubungannya seh? Ngga ada hubungannya dodol!~ batin Rania.
Setelah Rania selesai makan dan Haidar menyelesaikan makannya, Haidar membereskan segala peralatan dapur dan makan yang kotor, lalu hendak mencucinya.
Rania menghampiri sang suami, lalu mengambil alih peralatan dapur dan makan yang ada di tangan Haidar.
"Aku aja yang nyuci!" Ucap Rania.
"No! Kamu duduk aja, biar aku yang nyuci." Jawab Haidar sambil mengambil alih peralatan dapur dan makan yang ada di tangan Rania.
Rania menghela napas panjang.
"Tugas aku itu beres-beres rumah, Dar!" Ucap Rania lemah lembut.
"Siapa bilang?" Tanya Haidar. Rania menaikkan sebelah alisnya bingung.
"Tugas kamu itu cuma nurut apa kata aku, suami kamu!" Jawab Haidar sambil tersenyum hangat.
"Sekarang nurut ya?" Ucap Haidar lembut.
Rania menatap kesal ke arah Haidar, lalu berjalan ke arah kursi yang ada di dapur, kemudian duduk di sana. Ia menikmati pemandangan suami tampannya yang sedang mencuci piring. Walau sebenarnya, ia merasa tidak enak, karena serasa seperti istri yang tidak berguna. Ya emang ga guna, thor!~ batin Rania padaku🥲.
"Kamu emang suka manjain orang ya?"
"Hm?"
"Ya, kamu suka nyuapin aku, ngga ngebolehin aku ngapa-ngapain." Jelas Rania.
Haidar yang telah menyelesaikan kegiatan mencucinya, membalikkan tubuhnya ke arah sang istri. Ia berjalan ke arah sang istri, lalu menggendong Rania ala koala, membawanya masuk ke dalam kamar. Ia mendudukkan Rania di pinggin ranjang.
"Aku ngga pernah manjain siapa-siapa. Sewajarnya aja." Ucap Haidar pada Rania.
"Tapi, itu ngga wajar, Dar." Jawab Rania lembut.
"Kalau menurut kamu kayak gitu, berarti kamu memang spesial. Karena, aku ingin terbiasa melayani orang yang aku cintai. Agar dia nyaman sama aku." Jelas Haidar.
Rania tersenyum tipis, ia berniat untuk menghoda Haidar.
"Terus, orang yang kamu cintai itu siapa?" Tanya Rania.
"Bidadari cantik yang ada di depanku." Jawab Haidar.
Entah kenapa, bukannya salting, Rania malah tertawa. Ia merasa senang saja.
"Kenapa sayang?" Tanya Haidar melihat istrinya itu tertawa.
"Ngga tau, seneng aja." Jawabnya.
Haidar yang mendengar jawaban sang istri pun tersenyum. Apa gue udah berhasil masuk ke hati Rania, ya?~
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.Kalo penasaran sama kelanjutan cerita ini, aku bakalan lanjut, kalo ga penasaran, ya tetep lanjut.😆
Btw, kalian suka tipe cerita ini ga?
Kalian boleh banget kasih komentar, kritik, atau saran kalian supaya cerita aku kedepannya bisa lebih bagus lagi.
Jangan lupa masukin ke reading list,
share, dan vote terus ya!
KAMU SEDANG MEMBACA
MUST END (REPUBLISH)
Romance13+ Rania Adiningrum, seorang gadis remaja berusia 17 tahun yang memiliki kehidupan tidak seperti remaja pada umumnya. Ia tidak pernah pergi ke mall bersama teman, ke tempat disco, ataupun bermain dan bersendagurau dengan sahabat. Semua itu terjadi...