Setelah selesai berbicara dengan Radit, Haidar kembali ke pelaminan dan memberikan segelas air yang sudah ia ambil kepada Rania.
"Thanks."
Rania meminum air itu sampai habis. Ia sangat kehausan sejak tadi.
Tiba-tiba, rasa kantuk datang menyerang Rania hingga membuatnya menguap. Haidar hanya tersenyum sambil menatap tingkah istrinya itu. Haidar bangkit dari dudknya dan langsung menggendong Rania ala bridal style. Rania yang terkejut dengan aksi Haidar itu langsung memukulinya.
"Eh, turunin! Turunin, ngga!" titah Rania.
"Shut... kamu diem aja, istirahat!"
Haidar berjalan masuk ke ruang tamu dengan Rania yang ada di gendongannya. Ternyata, di dalam ruang tamu ramai. Ada Radit, Wulan, Sinta, Zidan, Ari, dan Haura. Mereka sedang mengobrol sembari bersenda gurau.
Melihta Haidar yang sedang menggendong Rania, seluruh orang yang ada di ruangan itu langsung tersenyum nakal. Mereka memainkan alis sambil saling menatap.
"Cie, cepet banget nempelnya!" goda Wulan.
"Cie..." timpal lainnya kecuali Haidar dan Rania tentunya.
Rania yang merasa terganggu dengan suara riuh, langsung menyamankan posisinya yang berada di gendongan Haidar. Ya, setelah kepala Rania menempel di dada Haidar, ia langsung tertidur nyenyak. Haidar yang merasakan pergerakan Rania di dalam gendongannya pun langsung membenarkan posisi gendongannya.
"Eh, tidur tu kakak gue?!" tanya Ari tidak percaya.
"Iya, makanya lo diem!" jawab Haidar.
"Ya udah, bawa ke atas gih!" titah Sinta.
"Iya."
Haidar langsung menaiki tangga dan masuk ke dalam kamarnya yang berada di lantai 2. Ia membaringkan tubuh Rania di atas ranjangnya. Haidar mengelus pipi chuby milik Rania dan menatapnya sendu.
"Apa yang kamu sembunyiin dari semua orang, sayang?"
♠︎♠︎♠︎
Setelah selesai berganti pakaian dan membersihkan diri, Haidar turun ke bawah untuk membantu membereskan properti resepsi pernikahannya tadi.
"Loh, kamu ngapain turun?"
"Gabut, bi."
"Ngga nemenin Rania?" tanya Radit.
"Ngga lah om, nanti malah ganggu tidurnya."
Di sisi lain, tak lama setelah Haidar turun ke lantai bawah, Rania terbangun dari tidurnya. Ia melihat ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul 13.45 siang. Ia langsung bangun dan mendudukkan tubuhnya di pinggir samping ranjang.
Rania terkejut dengan pemandangan yang pertama kali ia lihat. Ada cermin di hadapannya. Itu adalah cermin besar yang tertempel di lemari milik Haidar. Rania langsung membulatkan matanya. Tiba-tiba, muncul bayangan tiga orang yang membuatnya benar-benar ketakutan. Mereka mulai berbisik ke telinga Rania.
Kenapa kamu harus masih di dalam waktu itu?
Kenapa kamu harus lari ke tengah jalan waktu itu?
Kenapa kakak ngebolehin aku ke tempat itu, waktu itu?
Suara-suara itu menggema di kedua telinga Rania. Ia yang ketakutan langsung mengambil gelas yang ada di atas nakas dan melemparnya ke arah cermin.
PRANG!
Pecahan kaca berserakan, hingga mengenai kaki Rania dan meninggalkan luka. Tangan kanan Rania mulai tremor. Tubuhnya menggigil seperti orang kedinginan. Ia menutup telinganya menggunakan kedua tangan sambil menutup matanya. Ia mulai terjatuh dan meringkuk dengan tubuh yang masih bergetar. Traumanya kembali, setelah belasan tahun ia tidak melihat cermin.

KAMU SEDANG MEMBACA
MUST END (REPUBLISH)
Romance13+ Rania Adiningrum, seorang gadis remaja berusia 17 tahun yang memiliki kehidupan tidak seperti remaja pada umumnya. Ia tidak pernah pergi ke mall bersama teman, ke tempat disco, ataupun bermain dan bersendagurau dengan sahabat. Semua itu terjadi...