21. In the Café

145 4 0
                                    

Kondisi sekolah sangat rusak, sudah seperti kapal pecah. Akhirnya, KBM hari ini langsung diakhiri. Semua siswa diminta untuk langsung lulang ke rumah masing-masing. Karena kondisi sekolah yang belum memungkinkan untuk digunakan KBM, sekolah akan diliburkan selama beberapa hari untuk perbaikan.

Saat ini, Rania, Eva, dan Icha hendak pergi ke café untuk makan siang. Rania makan siang tidak tenang kali ini. Ia bahkan samasekali tidak membuka suara sejak kejadian di sekolah tadi.

Rania khawatir dengan luka Haidar yang ada di pergelangan tangannya tadi. Setelah mendapat luka itu, wajah Haidar langsung pucat. Semoga ia baik-baik saja. Ia bingung bagaimana cara menjelaskan kepada mertuanya nanti jika mereka bertanya sesuatu kepadanya.

Rania belum bebicara dengan Haidar sejak ia dibawa ke kantor polisi tadi. Ia tidak tahu, apakah Haidar ditahan oleh polisi atau tidak. Jika ingin menelpon, Rania tidak memiliki nomor telpon Haidar. Aneh bukan, sudah menikah tapi tidak memiliki nomor kontak satu sama lain?

"Ran, lo kenapa sih?" tanya Eva yang langsung membuat Rania tersadar dari lamunannya.

"Lo kepikiran Haidar?" tanya Icha.

Rania langsung menggeleng kuat.

"Ngga."

"Lo jujur aja ke kita, lo khawatir sama Haidar kan?" ucap Icha.

"Iya, keliatan tau dari muka lo!" timpal Eva.

Rania menghela napas panjang. "Ngga." Ucapnya.

"Tenang aja, lukanya pasti udah diobatin!" ucap Eva menenangkan.

"Haidar ngga selemah itu." Timpal Icha.

"Cie, khawatir nih yeeee..." goda Eva.

"Ngga. Gue cuma penasaran."

"Yakin?" goda Icha.

"Serah!"

"Lagian, kalo masalah sholat gampang. Kalo dia ngga sholat ya..." perkataan Eva menggantung.

"Tinggal sholatin." Lanjut Icha.

Setelah itu mereka berdua tertawa terbahak-bahak. Tentu semua pasang mata yang ada di café menatap heran ke arah kita. Rania menutup wajahnya menggunakan kedua telapak tangannya. Malu banget, Ya Allah~ batinnya.

"Btw, lo kok tadi mau aja dipeluk Haidar plus diciumin gitu?" tanya Eva.

"Iya, lo kan ukhti yang ngga mau disentuh cowok yang bukan mahrom." Jawab Icha.

Rania yang mendengar pertanyaan dari dua sahabatnya itu langsung tertegun. Gimana jawabnya, Ya Allah~ batin Rania.

"Gue bingung harus jelasin soal hubungan gue sama dia gimana. Tapi intinya, kalo dia pegang gue, hukumnya boleh." Jelas Rania yang direspon dengan anggukan paham oleh Eva dan Icha.

Hening.

"Oh, iya! Lo belum jelasin ke kita soal kejadian tadi. Kenapa lo bisa berhubungan sama 2 ketua geng berandalan itu?" tanya Icha.

"Iya, Ran. Gue juga penasaran." Timpal Eva.

"Gue juga ngga ngerti, kenapa habis pertemuan antara kita bertiga mereka langsung kayak gini. Tapi, kita pertama kali ketemu itu waktu...."

Rania menceritakan semua kisah awal pertemuanku dengan Haidar dan Dito. Mulai dari Dito yang memalaknya, Haidar datang menolong, perkelahian antara mereka berdua, sampai kejadian di mana aku kecelakaan, di tolong Haidar, dan koma selama beberapa hari atau minggu. Icha dan Eva menyimak dengan serius.

"Jadi gitu..." ucap Eva dan Icha serempak.

Hening.

"Tapi kalo gue pikir, tadi kan si Haidar ngomong ke Dito ini balasan kalo lo ganggu milik gue. Bisa jadi, selain kejadian yang dilapangan tadi, itu juga ada sangkut pautnya sama kejadian tabrak lari lo itu." Jelas Eva.

MUST END (REPUBLISH)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang