39. Finally!

107 3 0
                                    

Minggu ini, seperti biasa, Rania membuat sarapan terlebih dahulu untuk suaminya. Katanya, dia ingin mengajak Rania pergi jalan ke suatu tempat.

Di tengah kegiatan memasaknya, Haidar yang baru selesai mandi langsung menghampiri sang istri yang sedang memasak. Ia melingkarkan tangannya pada perut Rania lalu mengelusnya pelan sambil menciumi leher Rania. Entah kenapa, ia sangat suka jika kepalanya ia tenggerkan pada bahu sang istri.

"Geli, Dar! Jangan kayak gini!" Keluh Rania.

"Tapi, aku suka." Ucap Haidar.

Ia menggigit pipi Rania hingga membuat istrinya itu membalikkan tubuh dan memukul lengan Haidar.

PLAK!

"A! Astaghfirullah, Ya!" Rintih Haidar sambil memegangi lengannya yang baru saja dipukul sang istri dan menunduk dengan raut wajah kesakitan.

"Kenceng, ya? Maaf!" Ucap Rania sambil mengelus lengan suaminya.

"Sakit tau, yang!"

"Kamunya sih, pake gigit-gigit segala! Duduk aja di meja makan!" Titah Rania.

Begitu dia tiba di meja makan, Ari langsung keluar dari kamarnya dengan muka bantal. Ya, hari ini Rania tidur di rumahnya. Kangen katanya.

"Lo pada ngomongin apa aja semalem?"

"Tumben kepo." Goda Ari dengan cengiran tengil menggoda.

"Jawab." Kata Rania sambil menaruh piring berisi nasi goreng di hadapan Ari dan suaminya.

"Gue kasih tau dia semua tentang lo."
Rania mengangkat kepalanya menatap sang adik, lalu sang suami.

"Gue kasih tau dia tentang kejadian itu."

"Why?" Tanya Rania dingin.

"Karena gue yakin, dia bisa jagain lo." Jawabnya sambil memberikan senyum dan tatapan hangat.

Melihatnya seperti itu, Rania merindukan saat di mana semua masih normal. Ia yang bermain dengan Ari. Ira yang masih hidup berlarian ke sana ke mari. Ibu yang masih memeluk adik-adiknya. Dan ayah yang masih menggendong Ari dan mencium Ira.

Semua ingatan itu terlintas di kepala Rania sesaat. Senyum dan sorot mata Ari sangat mirip dengan ayah. Rania tidak kuat mengingat kejadian itu.

"Sayang?" Panggil Haidar sambil menepuk bahu Rania.

Rania tersadar dari lamunannya dan langsung duduk. Memakan habis sarapannya, dan mencuci piring kotor.

"Kak, bang, gue langsung cabut ya."

"Hm."

"Bang, jagain kakak gue! Sampe kenapa-napa, gue bunuh lo!" Ancam Ari. Haidar hanya meresponnya dengan acungan jempol.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

"Jalan yuk!" Ajak Haidar begitu pintu depan tertutup.

"Ke mana?"

Ia hanya memasang senyuman mencurigakan dan mendorong Rania masuk ke kamar. Haidar menyuruh istrinya untuk ganti baju dan bersiap.
Setelah itu, mereka pergi menaiki motor sport Haidar berdua. Bisa dibilang, ini semacam kencan untuk mereka.

Selama beberapa menit sampai tiba di suatu gedung. Perpustakaan Impian. Ia mengajak Rania ke tempat itu.

"Kamu kan ngga suka tempat rame, jadi aku ajak kamu ke sini." Rania hanya mengangguk pelan sambil memandangi gedung itu.

"Masuklah!" Titahnya.

Rania memasuki gedung itu dan melihat banyak sekali koleksi buku. Tempat membacanya juga nyaman. Ada kantinnya juga jika semisal kita lapar atau haus. Gadis itu menjelajahi perpustakaan sambil merasakan perasaan takjub pada banyaknya koleksi buku mereka. Belum lagi, mereka mengoleksi buku-buku favoritnya. Seperti Sherlock Holmes, Harry Potter, Detective Conan, dan lain-lain.

MUST END (REPUBLISH)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang