25. GaJe

154 2 0
                                    

Keesokan paginya, Eva dan Icha sudah berada di rumah Rania. Ia tidak tahu apa yang akan mereka lakukan. Tapi yang pasti, katanya mereka ingin melanjutkan rencananya Eva. Rania hanya bisa duduk di sofa sambil mendengar obrolan santai mereka.

"Eh Ran, adek lo mana?" tanya Eva genit.

"Pergi."

"Elah Va, genit banget sih lo jadi cewek!" ucap Icha.

"Suka-suka gue. Yang penting bahagia. Lagian, gue cuma mau lihat wajah dari adek sahabat gue, apa salahnya sih?" tanya Eva.

Icha terdiam.

Hening.

"Kenapa, Cha? Lo pasti khawatir kalo misalnya adeknya si Rania ganteng trus gue duluan yang ngejar dia jadinya gue yang dapetin dia, gitu?" goda Eva. Eva paling tahu kalau Icha itu paling tidak suka kalau membicarakan soal cowok.

"Najis! Ngapain gue ngejar-ngejar cowok!" jawabnya.

"Wait, adek lo lagi nongkrong, Ran?" hanya Eva.

"Ngapel."

"Ngapelin siapa?" tanya Eva.

"Cewenya lah!"

Sebenar Rania tidak tahu apakah di mana Ari sejak kemarin. Sudah hampir 48 jam Ari tidak pulang ke rumah. Ditelpon pun tidak diangkat. Hal itu membuat Rania sedikit khawatir. Dan Rania juga tidak tahu apakah Ari sudah mempunyai pacar atau belum. Ia hanya ingin mengerjai Eva. Siapa suruh jadi cewek genit amat. Isi otaknya cowok mulu!

Mendengar jawaban Rania, Icha langsung tertawa terbahak-bahak sampai mengeluarkan air mata dan memegangi perutnya. Belum lagi dengan melihat raut wajah Eva yang langsung masam, makin meledak tawa Icha.

"Duh Va, ngabrut sumpah muka lo! Udah jelek, malah tambah jelek!" ledek Icha.

"Kampret lo!" umpat Eva.

Rania hanya bisa menggelengkan kepalanyamelihat kelakuan dua makhluk yang berada di samping kanan kirinya itu. Lelah sekali duduk di antara mereka yang sedang adu mulut. Belum lagi mendengar suara Eva yang seperti toa masjid yang mulutnya tepat berada di samping Rania.

"Assalamualaikum." Ucap Haidar yang tiba-tiba sudah berada di depan pintu.

"Walaikumsalam." Jawab mereka serempak.

Haidar langsung masuk ke dalam rumah dan duduk di sofa seberang Rania. Eva dan Icha, tidak. Lebih tepatnya, Eva langsung memelototi Haidar begitu ia berada di depan pintu rumah Rania. Icha hanya mengikuti gerak-gerik temannya itu. Eva melipat kedua tangan di depan dada.

Haidar yang melihat tatapan Eva dan Icha itu memutar bola matanya jengah plus kesal. Bagaimana tidak, pagi tadi subuh-subuh jam setengah 5 pagi ia ditelepon Eva disuruh pergi kerumah Rania. Mereka tidak tahu saja kalau Haidar satu atap dengan Rania. Kenapa juga harus memberi kabar subuh-subuh begitu?

Alhasil, selepas sholat subuh berjamaah di masjid, Haidar tidak pulang ke rumah. Ia menunggu sampai jam 7, saat Eva dan Icha sudah berada di rumah istrinya. Agar mereka tidak curiga dengan hubungan Haidar dan Rania.

"Dar!" panggil Eva.

"Hm."

"Lo suka sama Rania?"

"Hm."

"Sejak kapan?"

"Emmm..... 2 tahun lalu?" ucapnya ragu sambil mengingat-ingat.

"Berarti waktu masih MOS dong?" tanya Icha yang dibalas anggukan oleh Haidar.

"Lo pada nyuruh gue ke sini cuma buat introgasi kayak gini?" tanya Haidar bingung.

MUST END (REPUBLISH)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang