14. Library

105 1 0
                                    

TET! TET! TET!

Bel istirahat berbunyi. Sesuai instruksi Juna tadi pagi, Rania langsung pergi ke perpus. Tapi, di tengah perjalanan ia berpapasan dengan makhluk yang selama ini berusaha untuk ia hindari. Omong-omong, Rania lupa membawakan hoodie-nya. Ya, makhluk itu Haidar. Siapa lagi kalau bukan dia.

“Lo mau ke mana Ra?” tanyanya.

“Perpus.” Jawab Rania.

“Tumben ke perpus sekolah. Biasanya juga lo ke perpus deket hotel R sono!” ucapnya.

Saat mendengar pernyataannya itu, seketika langkah Rania terhenti. Haidar ikut menghentikan langkahnya dan menghadap ke arah gadis yang mengenakan khimar sedikit lebih lebar dibandingkan teman-teman perempuan lainnya. Rania menoleh ke arahnya dan menatapnya.

“Lo… lo tau dari mana gue selalu ke perpus itu?” tanya Rania.

Haidar memutar bola matanya seperti sedang berpikir. Ia juga menggaruk tengkuknya yang tidak gatal itu. Rania menatapnya dengan tatapan mengintimidasi.

“Ada deh, nanti juga lo tau.” Jawabnya.

“Kalo lo ngga jawab, gue cap lo sebagai stalker!” ancam Rania.

“Lo mau tau.” Tanyanya. Rania tidak menjawab, cukup menatapnya mengartikan bahwa ia ingin tau.

“Cukup lo mau gue halalin, nanti habis halal gue kasih tau.” Ucapnya.

“OGAH!!!” ucap Rania sambil pergi meninggalkannya.

Terdengar suara Haidar yang masih terkekeh saat Rania menaiki tangga hendak ke perpus.

“Mau ngapain lo ke perpus?” tanya Haidar datar setelah mengakhiri kekehannya. Nada bicaranya sangat berbeda dengan Haidar yang biasanya berbicara dengan Rania.

“Bukan urusan lo!” jawab Rania sambil berlalu meninggalkannya.

Begitu tiba di perpustakaan, Rania langsung melihat Juna yang sedang duduk di kursi dekat jendela sambil membaca sebuah buku. Gadis itu duduk di sebrangnya. Laki-laki yang berada di hadapannya iapun langsung menghentikan aktivitas membacanya dan mulai menatap ke arah Rania.

“Lo bawa dia?” tanya Juna pada Rania sambil menunjuk ke arah orang yang ada di samping sang gadis. Ya, siapa lagi kalau bukan Haidar.

Sorry, gue udah usaha ngusir dia tapi…” Rania menggantungkan kalimatnya saking sebalya dengan Haidar. Dan untung lah, Juna paham akan posisi Rania.

“Jadi, apa yang mau lo omongin?” Tanya Rania pada Juna.

Dia melirik ke segala arah, seperti orang yang sedang kebingungan. Rania menaikkan sebelah alis, memasang wajah bertanya-tanya. Juna menghela napas berat.

“Oke, gue bakalan ngomong. Tapi, lo bisa pergi dulu?” Tanya Juna sambil menatap Haidar yang sudah jelas pertanyaan itu ditujukan padanya.

“Lo bawa headset atau earphone?” tanya Rania pada Haidar.
“Gue bawa earphone.”
“Pake dulu untuk sementara, supaya lo ngga denger obrolang gue sama Juna.”

“Kalo gitu, kenapa gue ngga sekalian lo usir aja! Berasa nyamuk gue!” dumel Haidar.

“Nanti jatuhnya  khalwat, gue ngga mau jadi fitnah.” Jawab rania.

Haidar tersenyum tipis mendengar jawaban Rania itu. Ia sangat terpesona mengetahui bahwa Rania sangat menjaga diri dari ajnabi-nya. Berbeda dengan kebanyakan perempuan yang Haidar kenal. Mereka akan meminta waktu berdua dengan laki-laki. Privasi katanya. Bukankah itu akan menjerumuskan mereka ke dalam perbuatan dosa?

Haidar mengeluarkan earphone dari saku celananya dan memakaikan earphone itu di telinganya.
Juna yang mengetahui sebuah pernyataan bahwa Haidar tidak akan menghilang dari hadapannya langsung memutar bola matanya malas. Belum lagi, ia khawatir jika nanti Haidar dapat mendengar obrolannya dengan Rania. Bukan apa-apa, ia hanya tidak suka jika ingin mengobrol serius dengan seseorang, tapi ada pihak ketiga yang mendengarkan obrolan itu.
Juna membuang pikirannya itu dengan menggelengkan kepala dan langsung menatap Rania.

“Gue suka sama lo, Ran.” Ucap Juna.

Tentu Rania terkejut dengan pernyataan itu. Sampai-sampai ia membulatkan matanya. Tidak hanya Rania, Haidar yang sejak tadi memainkan handphone-nya pun menghentikan aktivitasnya untuk meng-scroll layar handphone-nya.

Haidar menggenggam handphone-nya kuat untuk menahan emosi. Entah kenapa saat mengetahui bahwa ada laki-laki lain yang menyukain Rania, Haidar merasa emosinya memuncak. Sangat sulit untuk dikontrol. Untuk kali ini ia bisa mengontrolnya karena mereka sedang berada di dalam perpustakaan.

“Gue suka sama lo. Lo tu cantik, baik, pinter, dan beda sama cewek lain. Cewek lain suka caper, tapi lo bersikap acuh kalo ada cowok.”

Jeda.

“Tapi, gue sadar siapa saingan gue buat dapetin lo, Ran. Intinya, gue cuma mau bilang ke lo soal perasaan gue dan, lo mau ngga pacaran sama gue?” ucap Juna panjang lebar.

“Maaf, tapi gue ngga mau pacaran.” Ucap Rania dengan nada yang sopan.

“Kenapa? Lo ngga suka sama gue?” tanyanya.

“Karena, pacaran menambah saldo dosa. Gue ngga mau.” Jawab Rania.

“Makin suka gue sama lo. Di tengah gempuran orang-orang yang pamer kemesraan sama pacar, lo memilih untuk tetap jomblo karena takut dosa. It’s okay lo ngga mau pacaran sama gue. Tapi, kita bisa temenan kan?” ucapnya yang diakhiri dengan pertanyaan.

“Ok, jelas gue mau temenan sama lo.Tapi, wait, maksud lo saingan tadi tu apa?” tanya Rania tidak mengerti.

“Saingan gue buat dapetin lo. Cowok yang duduk di samping lo.” Jawab Juna.

Rania menoleh ke arah Haidar yang pura-pura tidak melihatnya. Ia merasa tidak enak pada Haidar karena harus mendengar pernyataan cinta Juna pada dirinya. Bukan karena ia sudah memiliki perasaan pada Haidar, ia hanya ingin manjaga perasaan Haidar sebagai calon suaminya.

Rania hendak mengajukan lebih banyak pertanyaan, namun Juna sudah bengkit dari kirsinya. Laki-laki itu menatap Haidar sambil memberikan senyum smrik.

“Tapi, kalo gue emang masih ada kesempatan, gue mau banget coba dapetin lo. Btw, dari tadi kita diawasin tuh.” Setelah mengucapkan kalimat itu, Juna langsung pergi meninggalkan perpustakaan.

Rania menoleh ke sampinganya untuk melihat objek apa yang sedari tadi di tatap oleh Juna. Rania memutar bola matanya malas. Karena, sudah pasti jawabannya Haidar.

Haidar menatap Rania dengan tatapan yang aneh, tidak seperti biasanya. Ia berkacak pinggang dan menatap ke arah Rania. Seketika, tatapannya tadi berubah menjadi hangat.

“I will never let you go, Rania.” Ucapnya.

Entah kenapa jantung Rania rasanya berdetak lebih cepat. Ngga, gue udah ngga waras. Masa iya cuma karena dia ngomong itu gue jadi ada rasa sama dia? Ngga, BIG NO! Apa mungkin karena tatapan matanya lebih hangat? Iya, pasti karena itu! Gue masih waras, lo masih waras Rania!~ batin Rania.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Waduh, kira-kira gimana kelanjutan cerita Juna yang cintanya ditolak sama Rania?

Terus, gimana kelanjutan hubungan Rania dan Haidar?

Apa Rania bakalan langsung luluh sama Haidar?

Kalo penasaran, aku bakalan lanjut, kalo ga penasaran, ya tetep lanjut.😆

Btw, kalian suka tipe cerita ini ga?

Kalian boleh banget kasih komentar, kritik, atau saran kalian supaya cerita aku kedepannya bisa lebih bagus lagi.

Jangan lupa masukin ke reading list,
share, dan vote terus ya!


MUST END (REPUBLISH)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang