46. Night with Him

118 3 0
                                    

Malamnya, setelah Rania dan Haidar sholat isya berjamaah, Rania datang menghampiri sang suami sambil membawa kotak P3K yang ada di tangannya. Ia duduk di ranjang.

"Sini, aku obatin dulu!" Titah Rania pada Haidar sambil menepuk ranjang sampingnya.

Haidar menuruti perintah sang istri. Rania mengobati seluruh luka Haidar dengan sangat telaten. Ia memberikan alkohol, obat merah, dan salep kepada luka Haidar. Setiap luka ia olesi dengan obat yang berbeda, sesuai kebutuhan. Setelah itu, Rania menutup luka sang suami menggunakan plester dan perban.

"Sebentar, aku ambilin es batu dulu." Ucap Rania sambil beranjak berdiri.

Haidar menahan pergerakan Rania dengan mencengkram pergelangan tangan gadis itu. Lalu, ia tarik tangan Rania sampai istrinya itu terduduk kembali di ranjang.

"Buat apa, hm?" Tanya Haidar.

"Ngompres luka lebam kamu."
Haidar tersenyum sambil mengacak rambut Rania.

"Kamu cium aja, nanti sembuh kok." Ucap Haidar.

"Ngaco!"

"Serius! Makanya, dicoba dulu, Ya!"

"Ngga ah!"

"Dosa loh, nolak permintaan suami!" Ancam Haidar.

Rania menghela napas panjang sambil memutar bola matanya jengah. Ia akhirnya menciumi seluruh bagian wajah Haidar yang terkena lebam. Ciumannya benar-benar lembut, ia tidak ingin jika suaminya itu sampai kesakitan.

"Udah." Ucap Rania.

"Belom." Rania mengangkat sebelah alisnya bingung.

"Gantian."

Setelah mengatakan itu, Haidar menciumi seluruh wajah Rania. Mulai dari kening, pelipis, mata, hidung, pipi, dagu, dan bibir Rania. Ia mencium bagian kening dan bibir paling lama.

Wajah Rania merah padam. Entah kenapa, perasaannya kali ini saat dicium oleh Haidar berbeda. Rasanya sangat mendebarkan.

Haidar yang melihat wajah merah istrinya itu tersenyum. Ia merasa gemas dengan sang istri. Ia mendekatkan kembali wajahnya dengan wajah Rania, lalu melabuhkan bibirnya pada bibir sang istri.

Setelah puas, Haidar menjauhkan bibirnya dari bibir Rania. Istrinya itu langsung tertunduk malu.

"A-aku masak dulu!" Ucap Rania sambil beranjak pergi.

Begitu sampai di depan pintu kamar, Haidar menahan pintu itu dari belakang Rania. Kedua tangan Haidar saat ini mengurung Rania. Mata gadis itu membola, ia menelan salivanya sulit.

Rania membalikkan tubuhnya hingga berhadapan dengan Haidar. Ia hanya dapat mundur ke belakan satu langkah kecil, lalu punggungnya langsung menabrak pintu kamar. Jarak di antara mereka sangat dekat. Bahkan saat ini, mereka bisa mendengar suara napas satu sama lain.

Haidar mendekatkan wajahnya pada wajah Rania. Haidar menggesekkan hidung mancungnya pada hidung Rania. Lalu, tangan kanan Haidar meraba leher belakang Rania. Ia menarik leher sang istri hingga membuat jarak antara bibir mereka hanya tersisa 0,5 centimeter.

Jantung Rania berdegup kencang tidak karuan. Ia tidak tahan dengan situai ini. Rasanya, ia sangat sulit bernapas. Ia belum pernah berada di situasi ini. Belum lagi, wajah tampan dan bibir merah sang suami yang sangat menawan membuatnya semakin gugup.

"Assalamualaikum!"

"Ada tamu, aku keluar dulu!" Ucap Rania sambil bernapas lega.

Baru saja ia hendak membuka kenop pintu, Haidar sudah menarik pergelangan tangannya hingga membuatnya berbalik ke hadapan sang suami dan menabrak tubuh Haidar.

MUST END (REPUBLISH)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang