27. Tawuran

121 2 0
                                    

Malamnya, pukul 09.00

Rania hendak pergi ke supermarket dekat rumah. Ia terpaksa tetap pergi semalam ini karena harus membeli keperluan untuk jaga-jaga jika sewaktu-waktu tamu bulanannya datang. Karena ini seudah mendekati jadwal.

Rania berjalan menusuri jalanan malam yang sudah sepi. Ia memasuki supermarket, dan membeli keperluannya. Setelah itu, ia langsung keluar untuk pulang.

Di tengah perjalanan pulang, dari arah depan Rania, ia melihat segerombol cowok bermotor yang sepertinya sedang konvoi biasa. Rania ingin berbalik arah agar tidak berbuaur dengan para lelaki itu. Tapi ia mendengar suara gemuruh motor. Benar saja dugaannya, begitu ia menoleh ke belakang, ada segerombol cowok bermotor. Tapi bedanya, mereka membawa berbagai macam senjata, bahkan sampai ada senjata api. Rania tidak yakin, mereka hendak melakukan tawuran. Karena salah satu dari geng motor itu tidak membawa senjata apapun.

BRUISER yang awalnya hanya ingin melakukan konvoi biasa dikejutkan oleh datangnya IIJDEN dari arah yang berlawanan sambil membawa berbagai macam senjata ke arah mereka. Tapi, BRUISER tidak terlalu mengkhawatirkannya. Toh, bagi BRUISER, IIJDEN itu laewan. Yang tidak sebanding dengan mereka. Belum lagi, anggota inti BRUISER memiliki imun tubuh yang sangat kuat dan banyak anak orang kaya di antara mereka. Jadi, jika ada sesuatu yang menimpa BRUISER yang mengharuskan mereka bersangkutan dengan polisi, mereka tidak akan bisa dijebloskan ke penjara karena pengaruh orang dalam.

"Lakuin kayak biasa!" teriak Haidar pada anggotanya di tengah gemuruh suara konvoi motor mereka.

"SIAP, BOS!"

Rania tidak berpikir akan ada tawuran, tapi Ia tetap tidak bisa melewati jalan ini karena terlalu padat dengan gerombolan para geng motor itu. Ia juga tidak bisa melewati lain selain jalan ini. Jika ia menepi dan melewati jalan di pinggir aku tidak bisa. Karena sialnya, jalan itu penuh lubang dan samping-sampingnya kebun. Ia takut jika ada ular atau hewan semacamnya yang ada di dalam sana.

Akhirnya, terpaksa Rania menepi ke pinggir jalan dan menunggu apa yang akan terjadi di antara kedua geng motor itu.

Mereka mulai saling menyerang. Tapi tunggu, Rania melihat salah satu wajah yang tidak asing.

"Haidar?" Gumam Rania pelan yang tidak mungkin didengar oleh peserta tawuran itu.

Kebetulan, lelaki yang disebut namanya itu menoleh ke arah Rania yang sedang berjongkok di pinggir jalan.

"Sayang! Kamu ngapain di sini? Ini udah malem Ya, bahaya!" Omelnya sambil berjalan ke arah Rania.

"Iya, bahayanya itu kamu sama komplotan kamu!" Jawab Rania datar.

"Ya udah, kita pulang ya." Ucapnya sambil menarik tangan Rania.

Tepat saat Haidar akan berbalik hendak menarik Rania ke arah motornya, ada lawan tawurannya yang membawa kayu hendak membawa memukul Haidar. Seketika Rania langsung melotot sambil berteriak.

"HAIDAR!"

BUGH!

Terlambat sudah. Haidar sudah terkena pukulan kayu itu. Tetapi anehnya, Haidar hanya memegangi bagian tubuhnya yang terpukul itu sambil meringis kesakitan.

"Gue ngga bodoh!" ucap Haidar.

Ia mengeluarkan besi yang ada di dalam bajunya. Dito langsung manganga dan matanya membelalak tidak percaya. Tapi dengan cepat, ia mengondisikan raut wajahnya lagi agar terluhat biasa saja. Haidar langsung menghabisi Dito. Terlihat dari raut wajah Haidar bahwa ia sangat menikmati permainannya itu.

Haidar mulai menghabisi lawan-lawannya satu persatu dibantu oleh para pasukannya. Satu persatu juga lawan Haidar tumbang hingga habis tak tersisa. Maksudnya, pingsan, bukan mati.

"Oh... tempur pun lo bawa cewek lo?" Tanya Dito sambil tersenyum.

"Gue makin penasaran sama nih cewek." Lanjutnya.

"Jangan sentuh Nia!" larang Haidar.

Dito tersenyum sambil mengangkat bahunya.

"Susah nolak pesonanya si Rania."

"Gue udah peringatin ke lo, seujung kuku najis lo itu sampe sentuh Rania, habis lo!" peringat Haidar sambil menginjak tangan Dito yang pernah ia injak juga saat di sekolah.

"Haidar!" ucap Rania memperingati Haidar.

Haidar mengangkat kakinya dan menghampiri Rania.

"Haidar! Lo ngapain bawa cewek lo ke sini!" ucap salah satu anggota Haidar.

"Sorry, dia ngga bisa pulang gara-gara kita tawuran. Jadi harus nunggu gue deh." Ucap Haidar santai.

"Lo yang bikin peraturan soal cewek yang ngga boleh ikut campur tawuran kita atau ngehalangin. Gue bakalan ngeludahin plus nyumpahin lo seumur hidup kalo sampe lo sendiri yang ngelanggar!" ancam Kiki pada Haidar.

"That will never happen." Jawab Haidar sambil tersenyum.

"Ya udah, kalo gitu gue sama anak-anak langsung cabut ke markas duluan."

"Ok Ki, ntar gue nyusul." Ucap Haidar samjil melambaikan tangannya pada gengnya yang sudah melaju menggunakan motor itu.

Rania menatap ngeri Haidar yang terluka. Bonyok parah. Banyak banget lukanya~ batin Rania.

"Ayo cepet pulang! Obatin luka kamu!" ucap Rania pada Haidar. Ia malah tersenyum tengil pada Rania.

"Kamu khawatir sama aku ya?" tanyanya.

"Ngga. Cepet mau pulang ngga? 1... 2..."

"Iya iya, pulang. Santai lah, kamu ma ngga asik!" ucap Haidar.

"Kalo ngga asik ngapa mau nikahin?"

Haidar tidak menjawab. Ia hanya tersenyunm kepada Rania, hangat seperti biasa. Pertanyaan Rania tadi benar-benar membuat Haidar bingung sendiri. Ia sering kesal dengan sifat jutek Rania. Tapi di sisi lain, entah kenapa wajah dan sifatnya yang seperti itu membuat Haidar dibuat gemas. Sampai-sampai ia mencubit Rania hingga membuatnya mengaduh sambil mengelus pipinya yang baru saja dicubit sang suami.

Dari kejauhan, sebelum Ari menyalakan motornya untuk kembali ke shadow house sesuai perintah Haidar, ia menangkap sepasang remaja yang sedang berdiri di pinggir jalan. Sang lelaki menatap perempuannya sambil tersenyum. Sedangkan sang perempuan membuang wajahnya menatap ke arah lain dengan wajah jutek.

Wajah jutek. Ari baru menyadari bahwa perempuan itu adalah kakaknya, ia langsung berlari ke arah sang kakak dan merangkulnya.

"Kak, lo ngapain khalwat sama cowok model beginian!" ucap Ari.

"Astaghfirullah!" ucap Rania sambil menyingkirkan lengan Ari yang bertengger di bahunya.

"Pulang sama aku!" titah Haidar yang dijawab anggukan oleh sang istri.

Haidar gemas dengan tingkah istrinya itu. Menatapnya datar, dan mengangguk polos bagaikan anak kecil yang tidak mengerti apa-apa. Ia langsung mencubit pipi sang istri.

"Aih... cepet! Obatin tuh luka lo pada!" ucap Rania sambil menatap ke arah Haidar dan Rania dan mengelus pipinya yang baru saja dicubit sang suami.

"Iya."

Ari dari tadi hanya menatap sepasang suami-istri itu sambil tersenyum. Ia bahagia melihat dua orang yang Ia sayangi itu berhubungan baik. Ya, walau sebenarnya dirinya merasa jealouse dengan Haidar yang bisa dengan mudahnya merangkul dan mencubit pipi Rania. Sedangkan ia yang bernotabene sebagai adik dari Rania, tidak berani melakukan itu pada kakaknya. Dan yang lebih parahnya lagi, ia merasa jadi seperti nyamuk saat berdiri di samping mereka berdua.

"Ngenes bet nasib gue."

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Kalo penasaran sama kelanjutan cerita ini, aku bakalan lanjut, kalo ga penasaran, ya tetep lanjut.😆

Btw, kalian suka tipe cerita ini ga?

Kalian boleh banget kasih komentar, kritik, atau saran kalian supaya cerita aku kedepannya bisa lebih bagus lagi.

Jangan lupa masukin ke reading list,
share, dan vote terus ya!

MUST END (REPUBLISH)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang