58. Clear (2)

106 3 0
                                    

Juna memasuki kamar adiknya itu dan menghampirinya. Ia duduk di kursi samping berangkar tempat adiknya berbaring. Ia belai rambut hitam panjang yang indah itu. Ia menatap dalam adiknya. Ia sangat senang saat mendengar kabar bahwa adiknya itu sudah siuman saat ia ditelepon di hotel R kemarin. Ia langsung berangkat menuju rumah sakit dengan perasaan lega di dadanya. Ia bahkna sampai meneteskan air mata selama dalam perjalanan menuju rumah sakit.

“Kak…” panggil seorang perempuan dengan lirih yang bernotabene sebagai adik Juna.

“Iya, kenapa?” jawab Juna lembut.

“Apa tadi maksud omongan kak Juna sama yang lain di luar?” tanyanya.

“Ngga pa pa, kok. Kamu istirahat aja ya, ngga usah dipikirin dialog yang tadi.” Jawab Juna.

“Yang nabrak aku bukan kak Haidar.” Ucap adik Juna.

DEG!

“Maksud kamu apa? Haidar yang nabrak kamu, Jihan. Kamu lihat kan waktu itu motor dia yang nabrak kamu?” ucap Juna pada adiknya.

“Aku tau kak. Aku tau pasti itu motor kak Haidar. Tapi yang nabrak aku bukan kak Haidar. Aku lihat wajah laki-laki itu. Waktu itu, posisi wajahku berhadapan sama wajahnya sebelum dia kabur. Walau dia pakai helm full face, tapi aku tau itu bukan kak Haidar.” Jelas Jihan panjang lebar.

“Apa maksud kamu, Jihan? Dia bahkan dateng ke rumah sakit dengan motor yang sama!” tanya Juna.

“Aku ngga tau kalo soal itu, lebih baik kakak tanya langsung sama kak Haidar. Yang perlu kakak tau, bukan kak Haidar yang nabrak aku. Ngga mungkin dia ngelakuin hal itu ke adi sahabatnya.” Ujar Jihan meyakinkan Juna.

Saati ini, pikiran Juna benar-benar kacau. Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Ia sangat yakin bahwa sahabatnya itu lah yang menabraknya. Terlebih saat kejadian itu Juna juga ada di TKP. Tapi di sisi lain, hatinya menyangkal hal itu, apalagi saat mendengar penjelasan dari sang adik yang baru siuman.

Juna merasa harus meluruskan semua ini. Ia berencana menemui Haidar saat adiknya sudah tidur nanti. Ia akan meminta penjelasan. Persetan jika harga dirinya akan jatuh. Karena sebelumnya sangat menolak diberi penjalasan, namun sekarang malah meminta penjelasan. Tujuan utamanya saat ini adalah, mengetahui siapa pelaku sebenarnya dari kejadian tabrak lari yang dialami adiknya dan memperbaiki persahabatnnya.

♠︎♠︎♠︎

Sesuai dengan niat awalnya tadi. Setelah Jihan tertidur, Juna langsung pergi ke kamar di mana Haidar di rawat. Ia menarik napas dalam sebelum akhirnya mengetuk pintu kamar itu.

TOK! TOK!

“Masuk!” jawab seseorang dari dalam yang Juna yakin bahwa pemilik suara itu adalah haidar.

Juna langsung membuka pintu dan melangkahkan kakinya untuk masuk. Haidar yang mengetahui siapa yang memasuki kamarnya itu langsung menampakkan raut wajah terkejutnya yang tak bisa ia sembunyikan.

“Gue tau, gue ngga punya harga diri. Tapi, gue minta sekarang lo jelasin soal kejadian waktu itu.” Pinta Juna pada Haidar.

“Oke, buka kuping lo lebar-lebar.” Jawab Juna.

♠︎♠︎♠︎

Malam itu, seluruh anggota BRUISER sedang berkumpul bersama di shadow house, kecuali Juna. Ia tidak ikut nongkrong karena sang adik yang mengajaknya pergi ke pasar malam.

Dito hendak pergi ke sebuah minimarket untuk berbelanja stok camilan di markas. Ia meminjam motor Haidar untuk pergi ke minimarket.

Dito mengendarai motor itu dengan sangat cepat. Hingga di tengah perjalanannya menuju mini market, ada seorang anak SD yang menyebrang tanpa lihat kanan-kiri.

Dito sudah tidak sempat banting setir. Ia menabrak anak SD itu hingga sang gadis terlempar lumayan tinggi. Anak SD itu terbaring lemah tak berdaya di jalanan dengan kepala yang sudah dialiri darah. Sedangkan Dito, ia masih tersadar karena ia menggunakan helm dan jaket sebagai APD.

Juna yang melihat sang adik sudah terbaring di tengah jalan dengan banyak luka pun terkejut. Ia langsung berlari menghampiri sang adik untyk menolongnya.

"JIHAN!"

Selain sadar akan kesalahan yang ia perbuat, Dito juga sadar siapa korban dari kecelakaan yang disebabkan olehnya itu. Dito langsung cepat-cepat mengambil motor yang tadi ia kendarai, dan melaju dengan kecepatan tinggi meninggalkan TKP.

Setelah kepergian Dito, ambulance datang membawa pergi Jihan yang terluka bersama dengan Juna.
Juna sangat khawatir dengan kondisi sang adik saat itu. Ia takut kehilangan Jihan.

Sesampainya di markas, napas Dito tidak beraturan karena masih shock dengan kecelakaan yang ia alami tadi. Seluruh orang yang ada di shadow house menatap heran ke arahnya.

"Lo kenapa, To?" Tanya Angga.

"Ng-ngga pa pa." Jawab Dito tergagap.

"Eh, jajanannya mana?" Tanya Leon.

Mata Dito langsung membola. Ia lupa jika tujuannya untuk pergi tadi adalah membeli stok snack yang ada di markas.

"Eum... gue lupa." Jawab Dito sambil cengengesan.

Detik itu juga, Haidar merasa ada sesuatu yang aneh. Ia pergi keluar karena merasa sumpek di dalem. Begitu keluar, Haidar melihat kondisi motornya yang rusak. Kaca spionnya pecah sebelah, dan ada beberapa lecet di motornya.

"Ngga beres nih!" Gumam Haidar pelan.

Saat ia hendak kembali masuk ke dalam markas, ia dikagetkan dengan seluruh anggotanya yang keluar dengan raut wajah panik.

"Lo pada, napa?" Tanya Haidar heran.

"Jihan, adeknya si Juna jadi korban tabrak lari." Jawab Gibran.

Mendengar jawaban dari salah satu anggotanya, mata Haidar pun membola. Ia sempat melirik ke arah Dito, lalu langsung menaiki motor dan melaju dengan kecepatan tinggi ke arah rumah sakit tempat Jihan dirawat diikuti oleh seluruh Anggota BRUISER. Sempat terlintas di dalam kepala Haidar tadi saat ia melirik ke arah Dito, ngga mungkin ada hubungannya sama motor gue yang lecet, kan?~

Sesampainya di rumah sakit, Haidar melihat Juna yang berada di depan ruang operasi menunggu sang adik.
Haidar menghampiri sahabatnya itu, lalu menyentuh bahu Juna pelan. Juna langsung menepis tangan Haidar dengan penuh emosi. Matanya merah berkaca-kaca. Seluruh anggota BRUISER yang melihat situasi itu terkejut sekaligus keheranan.

"PERGI LO DARI SINI!" Bentak Juna pada Haidar.

"Jun?" Panggil Haidar kebingungan.

"LO UDAH NABRAK ADEK GUE, DAN SEKARANG LO MASIH DATENGIN GUE DENGAN RAUT WAJAH SEDIH?! EMANG ANJING LO, BANGSAT!" Maki Juna.

Hening.

"Maksud lo, gue nabrak adek lo?" Tanya Haidar bingung.

"IYA, BABI!"

"Gue bahkan..."

Belum sempat Haidar menyelesaikan kalimatnya, Juna sudah maju dengan penuh emosi untuk memukuli Haidar.

"BACOT! MATI LO ANJING!"

Juna terus-terusan memaki Haidar sambil memukulinya. Ia mendorong tubuh Haidar hingga lelaki itu jatuh terlentang. Juna menduduki perutnya sambil memukuli wajah sahabatnya. Haidar bahkan tak dapat menjelaskan apapun karena Juna yang tak henti memukulinya.

Anggo BRUISER yang lain langsung berusaha melerai mereka. Ada yang berusaha menahan pergerakan Juna, ada juga yang membantu Haidar untuk bangun dari posisinya.

"Jun, gue..."

"Udah, kita keluar dulu aja, bang! Biar Juna nenangin diri dulu!" Ucap Ari mengajak Haidar keluar rumah sakit.

Begitu mereka sudah keluar dari rumah sakit, Haidar menghampiri Dito. Ia menatap Dito dengan tatapannya yang paling tajam dan dingin.

"Lo kan... yang udah nabrak Jihan?" Tanya Haidar dingin pada Dito.

"Iya, itu gue." Jawab Dito sambil tersenyum penuh kemenangan.

Haidar menghela napas tak percaya dengan jawaban enteng dari sahabatnya itu.

"Maksud lo apa jawab kayak gitu?" Tanya Haidar.

"Awalnya, gue emang nyesel. Tapi, gue inget kejadian waktu kita tawuran sampe adek gue meninggal. Lo malah lawan IIJDEN dan Juna, dia cuma ngelirik ke arah adek gue yang sekarat, terus ikut bantu lo! Jadi, ini imbalan yang setimpal buat kalian. Juna adeknya luka, dan hubungan lo sama Juna ancur!" Jawab Dito dengan senyum phsyco-nya.

"Lo kalo marah, omongin dulu ke kita dong! Lo tau ngga, waktu itu, setelah Juna ngelirik ke arah adek lo, dia lari ke arah gue, terus minggir ke pinggir jalan buat telepon ambulance." Ucap Haidar emosi.

"Tapi ambulance-nya telat, dan lo sebagai ketua, ngga ngasih pertolongan apapun ke adek gue."

Setelah itu, Dito langsung meninggalkan seluruh anghota BRUISER yang ada di depan rumah sakit. Ia pergi ke tempat parkir, lalu menaiki motornya. Ia pergi mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi karena saat ini, emosi sedang menguasai tubuhnya.

Haidar terdiam menatap kepergian Dito dengan wajah yang penuh emosi. Dia tidak bisa melanjutkan pembicaraan itu, jika lawan bicaranya adalah Dito, anak yang tidak akan pernah kalah dalam berdebat.

"Gue cabut dulu!" Ucap Haidar pada yang lain yang dibalas anggukan oleh para anggota BRUISER.

Setelah kejadian di rumah sakit itu, Haidar terus berusaha mendekati Juna maupun Dito untuk memberikan penjelasan mengenai kejadian yang merusak persahabatan mereka. Namun, setiap Haidar mendekati mereka, mereka langsung emosi dan meninggalkan Haidar. Mereka tak memberi kesempatan kepada lelaki itu untuk memberi penjelasan. Hingga 3 tahun lamanya, hubungan mereka amat merenggang.

♠︎♠︎♠︎

"Jadi, selama ini, pelakunya beneran Dito?" Tanya Juna yang dibalas anggukan oleh Haidar.

Kedua tangan Juna menggenggam kuat. Rahangnya juga bergetar. Raut wajah Juna saat itu benar-benar emosi.

"Udah, biarin aja tu bocah. Ntar lagi gue bakalan jelasin soal kematian adeknya itu." Jawab Haidar santai.

Juna menatap Haidar heran.

"Lo masih bisa sesantai itu setelah dia ngerusak persahabatan kita selama 3 tahun?" Tanya Juna.

"Semua udah lewat, kalau pun gue marah dan bunuh dia, 3 tahun yang tanpa adanya persahabatan kita itu, ngga akan pernah bisa balik."

♠︎♠︎♠︎

Setelah mendapat penjelasan dari Haidar, keesokan harinya, Juna langsung pergi ke rumah Dito untuk memperbaiki persahabatan mereka.
Begitu tiba di rumah Dito, lelaki itu langsung menyambut hangat kedatangan Juna.

"Wesss..., tumben banget lo dateng ke rumah?!" Tanya Dito sambil tersenyum lebar.

"To, gue mau ngomong serius." Ucap Juna.

Seketika senyuman Dito luntur. Ia memasang tampang serius sekaligus penasaran.

"Duduk dulu." Ucap Dito mempersilahkan Juna duduk.

Dito duduk di sofa, lalu diikuti oleh Juna.

"Gue, mau jelasin soal hari kematian adek lo."

Saat itu juga, Dito emosi. Wajahnya memerah. Ia menggenggam kedua tangannya menatap Juna penuh kebencian.

"Apa lagi yang mau lo bahas anjing?!" Maki Dito.

"Lo jangan emosi dulu! Waktu itu, habis gue ngelirik ke arah adek lo, gue langsung lari ke arah Haidar buat ngasih tau dia kalo ada yang tumbang."

"Dia suruh gue buat telepon ambulance, dia nyerahin semua tentang adek lo ke lo, sedangkan dia yang bakal pancing IIJDEN buat menjauh dari lo dan adek lo. Itulah kenapa, ga lama setelah kejadian itu, sekitar lo kerasa sepi sampe ambulance dateng."

Hening.

"Gue sama Haidar ga pernah ngehianatin lo, To! Kita ngga pernah ninggalin lo gitu aja!" Ucap Juna dengan suara yang mulai meninggi.

Mata Dito mulai berkaca-kaca.

"Kenapa lo berdua ngga pernah jelasin semuanya ke gue?!" Tanya Dito emosi.

"Lo yang selalu ngehindarin kita, blok! Kalo aja lo ngga ngehindar dari kita, dengerin penjelasannya dikit aja, persahabatan kita ga bakal jadi kayak gini!" Ucap Juna.

Dito masih tidak terima dengan penjelasan Juna yang baru saja ia dengar. Ia terlalu shock untuk menerima kenyataan bahwa penyebab dari semua masalah ini adalah dirinya. Dia terlalu menyesal karena telah melakukan semua itu. Dito butuh waktu untuk menenangkan diri.

"Lo... pergi dari rumah gue! Gue butuh waktu sendiri!"

Setelah itu, Juna langsung meninggalkan rumah Dito tanpa mengucap sepatah kata pun. Meninggalkan Dito seorang diri, di rumah yang memiliki banyak kenangan tentang persahabatan dan kebersamaan mereka dengan adik Dito, yaitu Devan.

"AKH! ANJING! GUOBLOK!"

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Kalo penasaran sama kelanjutan cerita ini, aku bakalan lanjut, kalo ga penasaran, ya tetep lanjut.😆

Btw, kalian suka tipe cerita ini ga?

Kalian boleh banget kasih komentar, kritik, atau saran kalian supaya cerita aku kedepannya bisa lebih bagus lagi.

Jangan lupa masukin ke reading list,
share, dan vote terus ya!

MUST END (REPUBLISH)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang