35. Emosi Belva

116 2 0
                                    

"Ran, lo kenapa sih? Dari kemarin habis kemah lo diem terus?" Tanya Eva pada Rania.

"Emang iya?" Tanya Rania balik.

"Iya, Ran. Masa lo ngga sadar sih? Pasti mikirin Haidar ya?" Goda Icha.

Mungkin itu karena Rania yang masih mengkhawatirkan Haidar yang memiliki waktu tidur tidak mengenakkan.

Akhir-akhir ini, Haidar semakin sulit mengontrol dirinya sendiri saat tidur. Isa semakin sering bermimpi buruk, tidurnya tidak nyenyak, dan selalu berkeringat.

"Iya." Jawab Rania.

Loh? Eh? Duh, nih mulut bocoran banget sih!~ batin Rania.

Mata Eva dan Icha langsung membelalak, mulut mereka menganga yang langsung ditutupi oleh kedua telapak tangan mereka.

"Cie.... yang mikirin Haidar!" Goda Icha lagi.

"Ada yang fallin' in love nih." Goda Eva.

"The real of love hate relationship." Ucap Icha.

"Gue ngga suka sama dia, Rabbi..." ucapku frustasi.

Tidak ada gunanya, mereka terus saja meledek Rania. Ia hanya bisa terdiam mendengarkan ocehan mereka dengan lapang dada. Utung stok kesabaran gue masih segudang Ya Allah.~ batin Rania.
Posisi mereka saat ini sedang berada di pinggir lapangan. Rania, Arin, dan Eva sedang duduk lesehan di rerumputan bawah pohon. Menikmati angin sepoi-sepoi dan.... pertandingan sepak bola para cowok.

Serius, sejak tadi Haidar yang sedang bertanding melirik ke arah istrinya. Bahkan sesekali ia tersenyum hangat. Kadang juga memberika senyum genit. Astaghfirullah, bener-bener menggoda iman tuh cowok!~ batin Rania. Sepertinya, ia sudah benar-benar jatuh cinta pada suaminya itu.

Haidar tidak mengetahui bahwa apa yang ia lakukan saat ini sangat berbahaya untuk jantung Rania. Belum lagi dengan penampilannya saat ini. Bajunya yang press body, rambutnya yang basah karena keringat, dan wajahnya yang tampan itu.... Astaghfirullah.... kenala gue jadi merhatiin dia?~ batin Rania. Setiap ia melakukan itu, Rania mengalihkan pandangannya sambil beristighfar. Bukankah mereka sudah halal?

"Tuh tuh, dari tadi si Haidar ngeliatin lo terus tuh!" ledek Eva.

"Ea, tapi gue ngga nyangka kalo lo bakalan suka sama tuh anak." Ucap Icha.

Tiba-tiba, terdengar suara langkah kaki seseorang di belakang mereka. Terdengar suara baritone dari seorang laki-laki.

"Siapa yang suka sama gue?" tanya laki-laki itu.

Begitu Rania menoleh ke belakang, Haidar sedang berdiri tepat di belakangnya. Ngapain dia di sini? Bukannya tadi masih tanding?~ batin Rania bingung.

Haidar menekuk kakinya hingga kini posisinya sedang berjongkok.

DEG!

Wajah mereka sangat dekat, bahkan hidung mancung mereka saling bersentuhan. Saat ini, ia bahkan bisa mendengar suara napas suaminya. Rania langsung memalingkan wajahnya dan menatap ke arah lapangan lagi.

"Oh my..." gumam Icha dan Eva yang terkejut dengan pemandangan yang ada di hadapan mereka.

"Jaga jarak!" Ucap Rania pada Haidar.

"Aku ngga mau LDR sama kamu, sayang." ucap Haidar menggoda sang istri.

Rania, Eva, dan Icha yang mendengar pertanyaannya itu langung memutar bola mata mereka. Betapa malasnya meladeni setiap kalimat narsis yang Haidar lontarkan pada mereka.

"1.... 2.... 3....." ucap Rania.

Dengan sigap, Haidar langsung pindah ke hadapan Rania dengan posisi menghadap Rania.

"Lo semua pada budeg ya? Tadi gue nanya siapa yang suka sama gue?" tanya Haidar lagi.

"Nanti kalo gue kasih tau lo kegeeran." Ucap Eva.

Haidar menghela napas panjang. Akhirnya ia menoleh ke belakang, menatap tajam Rania, Eva, dan Icha tajam.

"Kalo gue bilang Rania yang suka lo gimana?" tanya Icha pada Haidar.

Rania samar-samar melihat Haidar tersenyum tipis ke arahnya sekilas. Ia tidak mengerti apa maksudnya itu.

"Itu berarti, gue harus minta jatah hadiah gue.

"Lo serius suka sama gue?" tanya Haidar pada Rania.

"Eng... enggak."

"Ran, muka lo merah banget." Ucap Icha.

Haidar terkekeh melihat wajah istrinya itu.

"Appan sih lo?!" tanya Rania.

Haidar yang melihat sikap istrinya itu langsung terkekeh. Di mata Haidar, Rania yang sedang salting itu sangat menggemaskan. Sebuah pencapaian tersendiri bagi Haidar untuk membuat istrinya itu salting.

"Gemes tau ngga sih liat muka lo, pingin gue unyel-unyel tuh pipi." Jawabnya.
Icha dan Eva menatap Rania dan Haidar secara bergantian dengan tatapan datar.

"Ya udah kalo gitu, gue balik ke lapangan dulu." Ucapnya sambil pergi berlalu.

"Appaan sih tu bocah?" Tanya Eva heran.

♠︎♠︎♠︎

Rania pergi ke kantin untuk makan siang. Ia pergi ke kantin dengan formasi lengkap para anggota inti BRUISER dan duo sahabatnya.

Orang-orang yang melihat hal itu langsung memfokuskan tatapan mereka pada rombongan itu. Mereka terlihat sangat cocok. Mereka semua adalah siswa paling tampan dan cantik di sekolah itu.

Rania dan yang lain mencari tempat untuk mereka duduk.

"Pada pesen kek biasa kan?" Tanya Ari.

Ya, Ari sudah sangat hapal dengan pesanan setiap orang.

"Iya aja." Jawab yang lain serempak.

Ari mengangguk dan langsung memesan makanan pesanan para kakelnya itu. Batagor untuk Rania, siomay untuk Eva, nasi kucing untuk Icha, bakso untuk Angga dan Leon, ayam geprek level 5 untuk Haidar, dan mie ayam untuk dirinya sendiri.

Begitu pesanan disajikan di hadapan mereka, Rania langsung mengerutkan dahinya. Entah kenapa, ia merasa sangat mual.

Hoek! Hoek.

Rania langsung berlari mencari toilet untuk memuntahkan seluruh isi perutnya.

Para anggota inti dan duo sahabatnya yang melihat sikap Rania itu tentu panik, terlebih Haidar.

"Gue aja yang nyusul." Ucap Haidar.

Ia langsung berlari mengikuti arah lari sang istri. Ia melihat Rania berbelok ke arah toilet perempuan. Haidar hanya bisa menunggunya di depan toilet.

"Rania mana?" Tanya Eva, Icha, dan Ari Diam-diam, mereka mengikuti langkah kaki Haidar sejak tadi.

"Di dalem, lo tolong liatin dia." Ucap Haidar.

Mereka memasuki toilet dan melihat Rania yang sedang memuntahkan isi perutnya. Eva langsung memijat tengkuk sahabatnya itu.

Tak lama, Rania selesai juga memuntahkan isi perutnya. Wajahnya terlihat pucat.

"Lo kenapa sih, Ra?" Tanya Icha.

"Dasar, Haidar!"

Rania langsung berjalan ke luar toilet dengan wajah penuh emosi menatap suaminya. Haidar yang melihat kedatangan Rania langsung menatap panik istrinya.

"Kamu kenapa sayang? Apa yang sakit?" Tanya Haidar panik.

"Gara-gara lo, sih?!" Ucap Rania kesal.

"Kok aku?" Tanya Haidar bingung.

"Iya, soal yang tadi malem..." belum sempat Rania menyelesaikan kalimatnya, Haidar sudah menyela terlebih dahulu.

"Wait, emangnya kenapa tadi malem?" Tanya Eva kepo.

"Ya Allah sayang, muka kamu pucet banget! Kita ke UKS sekarang, ya?" Ucap Haidar panik sambil menangkup wajah Rania menggunakan kedua telapak tangannya. Ia mengacuhkan pertanyaan Eva tadi.

Rania memutar bola matanya jengah melihat kepanikan Haidar. Ia langsung berjalan menuju kantin lagi diikuti Icha dan Eva. Sedangkan Haidar masih saja ditahan oleh Ari.

"Bang, semalem kenapa?" Tanya Ari kepo.

"Hih! Lo tu bisa ngga sih, nanya di waktu yang tepat?!"

"Bang, gue kan kepo! Lo apain kakak gue, hah?!"

Setibanya di kantin, Rania mencari tempat duduknya dengan teman-temannya tadi. Saat melewati salah satu meja, tiba-tiba, ada seseorang yang menyiramnya dengan air panas. Parahnya lagi, air itu baru saja mendidih dan dituangkan ke dalam gelas.

Rania yang perutnya terkena air panas pun langsung terjatuh sambil memegangi perutnya. Rasanya sangat panas dan perih. Ia bahkan tidak bisa bersuara saking sakitnya.

Sang pelaku menatap Rania dengan tatapan tidak berdosa. Ia malah terkekeh. Teman-temannya pun ikut menertawakan Rania.

"Makanya, jadi cewek jangan keganjenan!" Ucap Belva, sang pelaku.

"Tau lo, sok alim sok iye, padahal ma sasi mbat!" Ucap salah satu cowok yang berada di komplotan itu.

Anggota inti BRUISER, Eva dan Icha yang melihat hal itu langsung menghampiri Belva. Mereka melabraknya habis-habisan.

"Apa-apan lo?!" Ucap Leon emosi.

"Gue? Tangan gue licin, jadi Rania kena kopi panas deh! Sorry." Ucap Belva meledek.

"Jalang!"

Eva dan Icah langsung menjambak rambut Belva. Tak tanggung-tanggung, Icha bahkan memukuli Belva. Maklumlah, ia kan sabuk hitam taekwondo.

Di tengah keributan itu, Haidar baru memasuki kantin dan melihat istrinya yang merintih kesakitan sudah terduduk di hadapan Belva. Ia mengambil sekotak susu yang ada di meja sampingnya, lalu melemparkannya ke belakang kepala Belva hingga kotak susu itu bocor.

"Anjing, BANG-" Belum selesai Belva mengumpat, ia sudah ketakutan saat melihat siapa yang ada di belakangnya.

Haidar langsung menghampiri Rania dengan raut panik.

"Sayang, kamu diapain, hm? Mana yang sakit?" Tanya Haidar lembut.

"Perut, perut aku sakit, Dar!" Rintih Rania.

Haidar yang melihat istrinya sangat kesakitan itu menatap Belva tajam. Sangat tajam, hingga semua orang yang ada di kantin ketakutan melihat tatapannya.

"Tunggu balesan dari gue!"

Setelah mengatakan itu, Haidar menggendong Rania ala bridal style dan mengantarkannya pergi ke rumah sakit.

Belva menatap mereka berdua dengan tatapan kebencian. Ia mengepalkan tangannya sekuat tenaga. Hingga tak sadar bahwa kukunya meninggalkan bekas luka di tangannya.

♠︎♠︎♠︎

Di toilet perempuan, Belva membasuh wajahnya yang memancarkan raut kesal. Ia masih terbayang-bayang dengan perlakuan manis Haidar pada Rania dan perkataan ayahnya.

"Kenapa ayah mau jadiin Rania model di agensi ayah? Kenapa ngga aku? Dia kampungan yah! Mending aku!"

"Ayah merekrut seseorang untuk menjadi model juga lihat image dan pribadi mereka. Dia anak cerdas, cantik, tidak banyak omong kosong, dan tidak berpacaran. Berbeda dengan kamu yang tidak secerdas Rania, terlalu banyak omong kosong, dan selalu pergi ke club malam untuk memenuhi hasrat para laki-laki sampah itu!"

Belva yang masih terngiang dengan alasan ayahnya untuk merekrut Rwnia sebagsi modelnya itu emosi. Belva masa bodoh dengan Haidar yang ia sukai diambil oleh Rania. Tapi, ia sangat benci, ketika Rania merebut posisinya sebagai model dari agensi besar ayahnya. Ia tidak terima saat ayahnya lebih memilih Rania dibandingkan dia yang anaknya sendiri. Ia juga tidak menyangka, ayahnya sendiri mengatakan bahwa ia memiliki pribadi dan image yang tidak baik.

"Anjing! Buah jatuh ngga jauh dari pohonnya, tolol!"

Di saat Belva meluapkan emosinya dengan mencuci tangannya sekuat tenaga, terdengar pintu toilet yang terbuka.

"Cara lo terlalu murahan, Va."
Belva terkejut melihat siapa yang berbicara dengannya. Mata Belva langsung membola.

"Lo?"

"Iya, gue. Lo mau bantu gue ngga?" Tanya orang itu.

Belva memiringkan kepalanya tidak mengerti. Karena menurutnya, orang itu tidak mungkin melakukan sesuatu yang aneh pada Rania.

"Bantu gue, buat jadi malaikat mautnya Rania."

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Kalo penasaran sama kelanjutan cerita ini, aku bakalan lanjut, kalo ga penasaran, ya tetep lanjut.😆

Btw, kalian suka tipe cerita ini ga?

Kalian boleh banget kasih komentar, kritik, atau saran kalian supaya cerita aku kedepannya bisa lebih bagus lagi.

Jangan lupa masukin ke reading list,
share, dan vote terus ya!

MUST END (REPUBLISH)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang