36. Take Care of Rania

108 3 0
                                    

Setelah pergi ke rumah sakit untuk memeriksa keadaan Rania, Haidar dan istrinya pulang ke rumah. Haidar menggendong Rania masuk ke rumah ala bridal style.

"Aku bisa jalan sendiri." Ucap Rania yang berada di gendongan Haidar.

Sungguh, Rania merasa sangat tidak nyaman jika harus digendong seperti itu. Menurutnya, terlalau berlebihan menggendongnya masuk ke dalam rumah hanya karena luka yang yang bahkan bukan di kaki yang membuatnya susah berjalan. Rania tidak habis pikir dengan mindset suaminya itu.

"Ngga, kamu lagi luka!"

Jika menurut Rania lukanya itu hanya luka biasa yang tidak serius, menurut Haidar itu adal luka serius. Terlebih Rania adalah istrinya, ia harus menjaga sang istri agar lukanya tidak semakin parah.

Sesampainya di kamar, Haidar mendudukkan Rania di kursi belajar. Ia pergi ke toilet untuk mencuci tangan, lalu berlutut di hadapan istrinya yang sejak tadi masih merintih kesakitan. Sekeras apapun usaha Rania untuk menyembunyikan rintihannya itu dari Haidar, sang suami tetap bisa mendengar dan merasakannya.
Haidar membuka sekantong kresek yang berisikan salep untuk mengobati Rania.

"Angkat baju kamu!" Titah Haidar.

"Aku bisa sendiri!"

"Ngga usah malu, cepet!"

Rania langsung mengangkat bajunya hingga memperlihatkan perutnya yang melepuh. Ia sudah tidak berani melawan Haidar lagi. Sejak tadi, Haidar terus bersikap dingin pada Rania, bahkan saat berbicara pun auranya dingin.

Haidar mengoleskan salep ke perut istrinya perlahan dan lembut. Rania merintih kesakitan. Rasanya semakin perih ketika salep itu dioleskan pada lukanya.

Haidar tidak kuat mendengar suara rintihan Rania. Ia meneteskan air matanya sambil meminta maaf pada sang istri.

"Maaf, aku ngga bisa jaga kamu." Ucap Haidar.

"Maaf, Ya."

"Ini bukan salah kamu!" Sangkal Rania menenangkan Haidar.

"Maafin aku!"

Rania menangkup wajah Haidar agar menatapnya.

"Haidar, dengerin aku! Kamu memang wajib jaga aku sebagai istrimu, tapi bukan berarti kamu bisa terus jaga aku dari semua yang akan terjadi! Semua yang sudah ditetapkan untuk terjadi, sejauh apapun kamu menghindar, dia tetap akan datang." Jelas Rania panjang lebar.

"Maaf, Ya."

Rania menghela napas panjang, lalu membawa Haidar ke dalam pelukannya. Ia sandarkan kepala Haidar di perutnya yang sudah tertutup oleh baju.
Haidar mencium perut Rania.

"Aw!" Rintih Rania.

"Maaf!"

"Ya Allah, sembuhkan lah perut istriku yang amat kucintai ini!" Ucap Haidar sambil mengelus pelan perut Rania.

Setelah itu, Haidar berdiri dan langsung berjalan ke toilet untuk mengambil air wudhu karena adzan maghrib yang sudah berkumandang. Rania tidak pergi wudhu karena ia sedang datang bulan.
Setelah Haidar wudhu, Rania dibuat bingung dengan tingkah suaminya yang tidak langsung pergi ke masjid seperti biasanya.

"Kok ngg ke masjid?" Tanya Rania.

"Aku ngga mau ninggalin kamu yang lagi sakit."

"Datangi Allah, minta kesembuhanku pada-Nya!" Titah Rania.

Mendengar perkataan istrinya itu, Haidar sudah tidak bisa melawan lagi. Ia menghela napas panjang, lalu berjalan menghampiri istrinya sambil tersenyum hangat. Ia belai kepala Rania sambil menatapnya sesaat, lalu ia cium kening sang istri sekitar 10 detik sambil memejamkan mata.

"Aku adalah laki-laki beruntung yang diberi kepercayaan oleh Allah untuk menjagamu, Rania." Ucap Haidar.

Rania tidak berani menatap Haidar. Saat ini, jantungnya sedang tidak aman.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam." Jawab Rania sambil mencium tangan suaminya.

Haidar mencium tangannya yang baru saja dicium sang istri sambil pergi meninggalkan kamar untuk pergi ke masjid.

Rania meneteskan air mata. Ia benci pada dirinya yang selalu lemah dengan perkataan serta perlakuan Haidar. Ia tidak ingin jatuh lebih dalam ke dasar lembah cinta.

Rania sudah pernah mendapatkan cinta dari orang-orang, namun setelah itu mereka meninggalkannya dengan kenangan menyakitkan. Ia tidak ingin Haidar melakukan hal yang sama padanya. Bisa dikatakan, bahwa Rania berharap Haidar akan terus berdamanya. Tapi, kenyataan bahwa setiap orang pasti akan pergi dari kehidupan membuatnya ragu untuk membalas cinta sang suami. Tidak hanya suaminya, ia juga ragu untuk menerima kasih sayang sang adik. Tidakkah kamu terlalu egois, Rania?
Rania menangis sesenggukan. Ia rindu ayah, ibu, dan Ira. Ia rindu keluarganya yang dulu.

Sudah lima belas menit berlalu. Rania terus menangis. Ia tidak bisa mengendalikan emosinya. Bahkan saat ini, terngiang suara 'mereka' yang selalu menghantuinya. Rania langsung menutup kedua telinganya menggunakan kedua tangannya.
Rania benar-benar takut. Biasanya jika terjadi hal seperti ini, Haidar akan langsung memeluk dan menciuminya.

"Ha-Haidar..."

Terdengar seseorang yang membuka pintu kamar. Haidar terkejut dengan istrinya yang menangis seperti anak kecil. Ia langsung menghampiri sang istri dan berlutut dihadapannya sambil menggenggam tangannya.

"Sayang, kamu kenapa hm?" Tanya Haidar sambil membelai rambut Rania.
Rania mengangkat kepalanya. Pipinya sudah dibasah dengan air mata. Dengan ragu, Rania memeluk suami yang ada di hadapannya. Ia menenggelemkan wajahnya pada bahu sang suami.
Maaf, karena aku terlalu lemah~ batin Rania.

Haidar langsung membalas pelukan Rania. Ia mengusap pelan kepala dan punggung sang istri. Sesekali, ia ciumi rambut sang istri

"Ngga pa pa, aku di sini."

Dan aku di sini, hanya sebagai bebanmu. Perempuan cengeng yang tidak bisa apa-apa~ batin Rania lagi.

Setelah Rania merasa tenang, ia melepaskan pelukannya dari sang suami, lalu menghapus air matanya.

"Udah tenang?" Tanya Haidar lembut sambil merapikan rambut Rania yang berantakan.

Rania mengangguk sebagai jawaban dari pertanyaan sang suami.

"Makan malam dulu, ya!" Ajak Haidar.
Rania menggeleng.

"Nanti kamu sakit loh!"

"Ngga, aku mau tidur."

♠︎♠︎♠︎

Malamnya, saat mereka tertidur, tiba-tiba Rania merintih kesakitan. Rintihannya itu didengar oleh sang suami yang membuat Haidar melonggarkan pelukannya pada Rania dan mengecek keadaan sang istri.

"Kenapa, hm?" Tanya Haidar sambil mengelus pucuk kepala Rania.

"Perutku, sakit."

"Perih karena luka yang tadi?"
Rania menggeleng.

"Kayaknya karena aku lagi dateng bulannya telat." Ucapnya.

Rania saat ini meringkuk. Rasanya ingin sekali ia menekan perutnya untuk mengurangi rasa sakit. Tapi, karena perutnya yang masih melepuh, ia mengurungkan niatnya.

Haidar mendudukkan dirinya, lalu mengelus kepala sang istri lagi.

"Emang telat berapa lama?" Tanya Haidar.

"Tiga bulan."

"Ahk... astaghfirullah..." rintih Rania.

"Kamu tadi juga belum makan, kan? Siapa suruh ngga makan, hm?" Omel Haidar.

Rania terdiam, tidak berani menatap Haidar.

Haidar menghela napas panjang. Ia turun dari ranjang dan pergi ke dapir untuk mengambil roti, obat magh, tablet penambah darah, juga air mineral. Ia sudah sedia obat magh karena sudah pernah diberi tahu Ari bahwa kakaknya itu mudah terkena magh. Sedangkan ia selalu sedia tablet penambah darah karena Haura memberitahunya untuk memberikan obat itu saat Rania sedang datang bulan.

Haidar memasuki kamar, dan menghampiri Rania.

"Sayang, minum obat dulu yuk!" Ucap Haidar.

Rania langsung mendudukkan tubuhnya dibantu oleh Haidar. Ia memakan sepotongan roti, lalu meminum obat magh dan tablet penambah darah, lalu meminum air mineral sebagai penutupnya.

Setelah itu, ia membaringkan tubuhnya lagi. Sedangkan Haidar, ia meletakkan nampan yang ia bawa tadi di atas nakas, lalu berjalan ke arah ranjang dan ikut berbaring di samping Rania. Ia membawa Rania ke dalam pelukannya. Ia usap pelan perut sang istri sambil membacakan surat Al-Fatihah, Al-Ikhlas, dan surat Al Mu'awwidzat ( An-Naas dan Al-Falaq ) untuk mengurangi rasa sakit istrinya itu.

Tak lama setelah itu, Haidar tidak lagi mendengar suara rintihan istrinya. Ia menunduk untuk melihat Rania. Ternyata ia sudah tertidur. Haidar tersenyum tipis, lalu mencium kening Rania. Ia memeluk erat Rania sambil mengusap pelan rambut sang istri.

"Nanti, akan datang hari di mana kamu akan selalu bahagia tanpa luka seperti ini."

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Kalo penasaran sama kelanjutan cerita ini, aku bakalan lanjut, kalo ga penasaran, ya tetep lanjut.😆

Btw, kalian suka tipe cerita ini ga?

Kalian boleh banget kasih komentar, kritik, atau saran kalian supaya cerita aku kedepannya bisa lebih bagus lagi.

Jangan lupa masukin ke reading list,
share, dan vote terus ya!

MUST END (REPUBLISH)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang