Sesuai janji, selepas Rania keluar dari rumah sakit, Eva mengantarnya untuk lergi mendatangi Icha. Pertemuan mereka terhalang oleh kaca yang berada di antara mereka. Penampilan Icha sangat berantakan. Wajahnya kusam, matanya sembab dan terdapat lingkarang hitam, bibirnya pucat, serta ikatan rambutnya yang tidak beraturan.
“Mau apa lo ke sini? Mau ngetawain gue? Belum puas lo? Nyokap gue, Haidar, bahkan Eva, semua lo rebut dari gue.” Ucap Icha.
“Gue ngga pernah rebut mereka.”
“Bangsat! Baju doang alim, kelakuan…..” ucapnya sambil menggelengkan kepala.
Rania menghela napas panjang.
Tiba-tiba, terdengar suara langkah kaki. Eva masuk di temani ayahnya.
“Jangan lama-lama, ya!” ucap ayah Eva yang dijawab anggukan oleh anaknya.
“Ada kenyataan yang harus lo tau, Cha.” Ucap Eva serius.
“Anak perempuan yang nyokap lo tolongin hari itu bukan Icha. Nama cewek itu, Ira.” Ucap Eva.
“Sasaran lo selama ini salah. Bukan Icha yang bikin nyokap lo mati. Emang waktu itu ada 2 kasus pengeboman bus, karena ada tahanan yang kabur dari penjara bawa bom. Tapi, Icha aja ngga ada dalam daftar penumpang yang ada di bus itu. Rania ada di bus 2A, sedangkan lo sama nyokap lo ada di bus 5B.” Ucap Eva.
Mata Icha merah berkaca-kaca. Tangannya mengepal gemetar.
“NGGA USAH NGEBACOT LO! MENTANG-MENTANG DIA SAHABAT LO, LO BAKALAN NUTUPIN KEJAHATAN YANG SELAMA INI DIA LAKUIN?!” Bentak Icha.
“Lo butuh bukti?” Eva melemparkan kertas-kertas yang berisikan artikel kejadian pengeboman bus 8 tahun yang lalu.
“NGGA INI PALSU! PASTI LO PAKE BOKAP LO BUAT MALSUIIN ARTIKEL INI KAN?!”
“Ini asli Icha! Bahkan saya sendiri yang menangani kasus itu!” ucap ayah Eva.
“Tapi… kenapa bekas luka yang ada tangan lo mirip sama cewek itu?” tanya Icha. Saat ini, air matanya sudah mulai mengalir.
“Lo tau, dulu ada kasus penculikan anak yang bikin semua orang tua khawatir?” Tanya Eva pada Icha.
“Rania bikin luka itu, karena Ira operasi di pergelangan tangannya. Dia sedih, tangannya ngga cantik lagi katanya. Rania, akhirnya bikin luka kayak gitu juga untuk ngehibur Ira. Biar dia ngga ngerasa sedih lagi." Lanjutnya menjelaskan Eva.
Meledak sudah tangisan Icha. Ia menangis sejadi-jadinya. Ia memukul kepalanya dan membenturkannya ke tembok berulang kali.
“GOBLOK! BRENGSEK LO! CEWEK SIALAN! APA GUNANYA LO ADA DI DUNIA!” Icha sudah tidak waras. Mentalnya sedang hancur saat ini.
“Bawa dia masuk!” tutah ayah Eva pada petugas yang menjaga Icha.
“Baik pak.” Petugas itu langsung menyeret Icha masuk.
Hening.
Ruangan itu terasa dingin dan hening. Tak lama, terdengar suara isakan tangis Eva. Ayahnya Eva sudah keluar, jadi ia tidak mengetahui bahwa anaknya sedang meneteskan air mata.
“Hiks… Maafin gue, Ran.” Ucap Eva.
Rania merangkulnya sambil menenangkan.
“Semua udah lewat. Air matamu itu berharga. Tapi, dia ngga bisa mengembalikan keadaan. Jadi, simpan itu untuk sesuatu yang lebih berharga."
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.Kalo penasaran sama kelanjutan cerita ini, aku bakalan lanjut, kalo ga penasaran, ya tetep lanjut.😆
Btw, kalian suka tipe cerita ini ga?
Kalian boleh banget kasih komentar, kritik, atau saran kalian supaya cerita aku kedepannya bisa lebih bagus lagi.
Jangan lupa masukin ke reading list,
share, dan vote terus ya!
KAMU SEDANG MEMBACA
MUST END (REPUBLISH)
Romance13+ Rania Adiningrum, seorang gadis remaja berusia 17 tahun yang memiliki kehidupan tidak seperti remaja pada umumnya. Ia tidak pernah pergi ke mall bersama teman, ke tempat disco, ataupun bermain dan bersendagurau dengan sahabat. Semua itu terjadi...