47. Blood

186 2 0
                                        

Pagi ini, Rania sudah bersiap hendak berangkat ke sekolah. Haidar yang melihat istrinya sedang bersiap itu menatap heran.

"Sayang, kamu serius mau berangkat sekolah?" Tanya Haidar lembut.

"Iya, sebentar lagi kan ujian akhir." Jawab Rania tak kalah lembut.

Haidar menatap istrinya sambil berkacak pinggang dan tersenyum. Ia mengacak rambut sang istri.

"Ambis banget sih yang ranking 1!" Ucap Haidar.

"Beruntungnya nanti anak-anakku, punya ibu yang cerdas." Lanjutnya.

Rania meresponnya dengan senyuman. Haidar yang gemas dengan wajah imut istrinya itu langsung mencium kening Rania sambil tersenyum gemas. Ya Allah, istri gue lucu banget!~

Seperti rutinitas hari Senin biasanya, Rania pergi ke sekolah diantar Haidar. Entah bagaimana, hari ini Rania, Eva, Icha, Leon, Angga, dan Ari sampai sekolah di waktu yang bersamaan.

Mereka berjalan masuk ke sekolah. Awalnya, Rania ingin memisahkan diri dari para anggota inti BRUISER itu. Tapi, Eva mencegahnya.

“Kapan lagi coba masuk sekolah bareng anggota inti.” Itu kata Eva.

Rania memutar bola matanya jengah dan hanya bisa pasrah mengikuti kehendak sahabatnya itu.

Saat Rania dan teman-temannya berkumpul di parkiran, para anggota inti BRUISER menatap heran ke arah Rania. Seperti tidak terjadi apa-apa. Padahal kemarin, ia baru saja diculik, disekap, dan dianiaya. Karena Rania nampak baik-baik saja dan sang suami nampak tenang, mereka tidak membahas kejadian yang ada di markas IIJDEN kemarin.

Sungguh, Rania merasa risih karena para anggota inti BRUISER menatapnya sejak tadi. Plus saat ini, semua pasang mata melihat ke arahnya dan teman-teman begitu mereka melewati berjalan menyusuri koridor. Belum lagi, ada beberapa orang yang menatap ke arah mereka sinis sambil saling berbisik. Saking merasa tidak nyamannya, Rania menundukkan kepalaku terus selama perjalanan masuk ke kelasnya.

Haidar yang melihat tingkah laku Rania itu pun tersenyum. Di matanya, Rania yang malu dan tidak percaya diri seperti itu sangat lah imut. Saat itu, Haidar langsung membuka suaranya karena tak kuasa melihat tingkah imut Rania yang membuat jantungnya tidak aman.

“Angkat kepalanya, Nia.” Ucapnya sambil sedikit berbisik ke arah Rania.

“Aku risih.”

“Ya udah, lari!” titahnya.

“Maksud kamu?” tanya Rania bingung.

“Ayo lari! Biar kamu ngga diliatin terus.” Ajaknya.

“Ni pada bisikin paan sih?!” tanya Leon bingung.

Iya, memang Rania dan Haidar berjalan terlebih dahulu. Sehingga jika dideskripsikan, saat ini formasi mereka adalah Haidar paling depan, Rania di samping belakangnya, dan yang lain berjajar di belakang Rania dan Haidar.

“Ngga tau anjir! Berasa jadi nyamuk ama baygon gue!” celetuk Eva emosi.

“EMANG IYA GOBLOK!” ucap Leon, Angga, Ari, dan Icha serempak.

Balik lagi ke percakapan Rania dengan Haidar…

“Ayo!” ajak Haidar pada Rania.

“Yang ada makin diliatin aku!” jawab Rania kesal.

“Yakin? Padahal di laci meja aku ada bukunya si Haura yang kemarin ngga sengaja kebawa. Katanya si Shila mau pinjem. Bisa jadi dia udah dateng sih kalo jam segini.” Goda Haidar pada Rania.

Rania memasang tampang kesal. Kalau skenarionya seperti ini, ia tidak bisa menolak. Sebelum berlari, Rania menatap Haidar sekilas. Ia terkekeh melihat raut wajah kesal Rania. Imut katanya. Gadis itu langsung berlari ke arah kelas Haidar. Aishhh… gue paling ngga suka sama sisi gue yang maniac novel ini! Tutor, ngilangin kegilaan ke novel!~ batin Rania kesal.

MUST END (REPUBLISH)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang