Wilona menutup pintu ruang guru setelah selesai mengurus data diri dan berkas formulir sebagai murid baru.Dia ditempatkan di kelas 11 Bahasa 2, yang letaknya di lantai 3 koridor 1.
Sekolah barunya benar-benar lebih besar dari sekolah yang sebelumnya. Dia tidak tahu mengapa papanya memilih sekolah itu, padahal jarak dari rumah cukup jauh.
Dari sekolah negeri 1 sampai 3, memang SMA Negeri 3 memiliki gedung yang lebih luas dari sekolah lain.
Gadis itu memegang lututnya karena merasa nyeri naik tangga ke lantai 3.
"Remaja jompo," sindir seseorang dari belakang.
Wilona menoleh dan mengerutkan kening.
"Lo murid baru, ya?" Tanya Kamila. Wilona mengangguk pelan. "Seminggu lagi juga lo terbiasa."
Wilona menatap tumpukan buku yang sedang dibawa gadis itu.
"Gue bawa setengahnya," tawar Wilona, lalu mengambil sebagian dari buku itu.
"Gue Mila," ucap gadis itu memperkenalkan diri.
Mereka berjalan beriringan dengan santai.
"Lona," balas Wilona sambil tersenyum ramah.
Tak selang beberapa lama Kamila berhenti di depan sebuah kelas.
"Lo di kelas mana?" Tanya Kamila.
"Bahasa 2," jawab Wilona sambil menurunkan buku yang ia bawa.
"Jam istirahat nanti gue ke situ. Thanks, ya," ucap Kamila, lalu masuk ke dalam kelas yang nampaknya sedang tenang-tenangnya.
Sebelum pergi, Wilona melihat papan nama kelas Kamila dan kembali melihat denah yang ia dapat dari guru tadi.
Dia hanya perlu berjalan lurus dan belok ke koridor 1. Gadis itu menghela napas lelah.
Mengapa harus kelas Bahasa dan Ips yang diletakkan di lantai paling atas?
"Nyebelin," gumam Wilona.
Dia segera menemukan kelasnya yang sebenarnya tak jauh dari tangga dia naik tadi.
Wilona mengangguk paham. Ternyata ada 2 tangga yang disediakan untuk naik dan turun.
Jadi ketika para murid naik tidak akan bertemu dengan murid yang akan turun karena letak tangganya berseberangan.
Itu aturan yang tertulis. Namun seperti kebanyakan sekolah di negeri ini, bahwa aturan dibuat untuk dilanggar, bukan ditaati.
Seperti yang saat ini Wilona lihat. Tangga yang seharusnya untuk turun malah digunakan seseorang untuk naik.
Wilona yang masih berdiri di samping kelasnya sembari melihat ke arah tangga turun, tak sengaja bertemu tatap dengan pemuda yang kini juga membalas tatapannya dengan aura dingin.
Gadis itu memalingkan wajah terlebih dahulu, membiarkan pemuda itu pergi dan masuk ke kelasnya.
Tunggu.
Wilona menyipitkan mata, mencoba membaca papan nama kelas yang pemuda itu masuki.
Dia menepuk dahinya, pelan. Dia kan saat ini sedang memegang denah sekolah.
Gadis itu sedikit terkejut karena ternyata koridor 3 adalah kelas 12 Ips.
"Hah?" Wilona baru menyadari sesuatu. "Artinya, kalo mau turun harus muter ke sana, dong? Otomatis ketemu kelas 12 dong?"
"Nggak juga."
Wilona dibuat terkejut karena suara bariton yang tiba-tiba terdengar dari belakang.
"Aturan dibuat untuk dilanggar," kata pemuda yang kini berdiri di sampingnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
IGNITES
Teen Fiction(Tersedia Versi eBook) Mendengar namanya saja sudah membuat Wilona bergidik ngeri, apalagi bertemu dengan sosoknya langsung. Mungkin Lona akan kabur begitu melihat bayangannya saja. Jaglion, si cowok paling sadis 'katanya'. Bukan hanya wajahnya yang...