Dugaannya meleset jauh. Raga merebahkan diri ke sofa setelah 5 jam melacak sebuah nomor misterius sebuah perusahaan.Angka itu ia dapatkan dari Candra setelah Kevin datang menemuinya tempo hari.
Matanya menatap lampu yang redup, sedangkan pikirannya menerawang jauh.
Kejadian demi kejadian yang menimpa sahabatnya ia gabungkan jadi satu.
Mulai dari penculikan Jaglion di masa lalu, sampai Candra yang hampir terbunuh karena racun sianida yang disuntikkan ke selang infus pemuda itu.
Dia kira perusahaan yang menginginkan hak akuisisi saham Jaglion hanya Abani Group dan George Washington. Ternyata mereka hanya menginginkan Jaglion segera disahkan menjadi penerus saja, lalu memanfaatkan anak muda itu agar perusahaan mereka semakin diakui dengan cara kotor masing-masing.
"Galaxi Corp," gumam Raga. Dia tidak menyangka perusahaan yang dirintis keluarga Wildan adalah dalang utamanya.
Dia tahu bukan keluarga Wildan yang menginginkan nyawa Jaglion. Hanya saja ... dia khawatir.
Selama ini Jaglion tidak tahu bahwa dia dalam bahaya. Pemuda itu mengira semuanya sudah berakhir saat Fedric diumumkan menjadi penerus Bahari Group.
Ah, persaingan saham sungguh mengerikan.
Raga bangun dari tidurnya, lalu menuju dapur. Dia ingin menyegarkan pikiran dengan segelas jus buah segar.
Itupun kalau ada buah yang tersisa.
Pemuda itu menatap dirinya sendiri di pintu kulkas. Wajahnya tampak kusam dan lelah.
Raga menghela napas ketika buah yang tersisa hanya apel, itupun setengah. Pemuda itu mengambil air mineral dan meneguknya sampai habis.
Dia masih berdiri di depan kulkas sambil berpikir cukup lama.
Mengapa dia ikut campur urusan orang lain? Mengapa dia membahayakan dirinya sendiri untuk menyelamatkan Jaglion dan Candra?
Mengapa dia tidak fokus saja pada sekolahnya, lalu keluar dari Cyber Space, kemudian melanjutkan kuliah di luar negeri, seperti rencananya 5 tahun yang lalu?
Mengapa dia masih mengurusi orang-orang yang bahkan tidak peduli, apakah dia makan makanan sehat dan bahagia?
Tapi ini Jaglion dan Candra. Mereka berdua orang-orang yang sangat berarti baginya.
Raga sudah cukup lama hidup sendiri, jauh dari sanak saudara yang memilih tinggal di Malaysia. Perusahaan mendiang ayahnya berjalan normal seperti biasa.
"Lo bego, ya? Lo punya cita-cita yang harus dikejar, Raga."
Pemuda itu kembali duduk di sofa, kemudian mengacak rambutnya frustrasi.
"Setelah gue pastiin Jaglion dan Candra aman, gue bakal fokus sama jalan gue sendiri."
Dering ponsel membuat Raga cepat-cepat duduk tegak dan menerima panggilan masuk dari Wilona.
"Ya, Na?"
"Besok jadi jemput Kak Candra?"
"Jadi. Mau ikut juga? Gue bareng sama Jaglion. Hery udah stay di sana dulu nanti."
"Emang boleh ikut?"
"Boleh. Tapi jangan ngomong sama Jaglion. Lo tunggu di taman kota, mau?"
"Boleh!"
Raga tersenyum tipis mendengar nada ceria dari gadis itu. Dia tidak benar-benar jatuh cinta pada Wilona, kan?
"Lo ... sibuk?" Tanya Raga, sedikit ragu.
KAMU SEDANG MEMBACA
IGNITES
Teen Fiction(Tersedia Versi eBook) Mendengar namanya saja sudah membuat Wilona bergidik ngeri, apalagi bertemu dengan sosoknya langsung. Mungkin Lona akan kabur begitu melihat bayangannya saja. Jaglion, si cowok paling sadis 'katanya'. Bukan hanya wajahnya yang...