Seharusnya Wilona sedang kencan bersama Raga sekarang. Gadis itu justru sedang berjalan menyusuri jalan tang dia saja tidak tahu itu dimana.Pemuda bernama Jaglion itu benar-benar meninggalkannya di tengah hujan sendirian.
"Baru tau ada yang lebih berengsek dari Kak Wildan," gumam Wilona sambil mengotak-atik ponsel yang tidak menangkap sinyal sama sekali.
Mungkin pengaruh hujan, dia tidak bisa menghubungi satupun temannya untuk melacak lokasinya sekarang.
Maklum saja, Wilona memang dikurung di rumah sejak kecil. Dia bahkan masih sering tersesat di lingkungan tempat tinggalnya jika dia memakai jalan baru.
Suara teriakan seorang gadis menghentikan langkah kaki Wilona. Suara itu berasal dari lorong yang beberapa langkah lalu dia lewati.
Tidak, itu bukan sebuah lorong. Mungkin itu gudang atau semacamnya.
Rasa ingin tahu mengalahkan rasa takutnya untuk mendekat ke ruangan itu.
Terdengar suara laki-laki yang sedang memaki dan ringisan perempuan.
Sepertinya dia tahu apa yang sedang terjadi.
Tepat saat seorang pemuda mengangkat tongkat baseball miliknya dan mengarahkan pukulan ke gadis itu, Wilona dengan cepat mengambil batu bata dan memukul kepala bagian belakang orang itu.
Wilona menarik Rani keluar dan berlari dari sana tanpa menghiraukan ringisan gadis itu.
Kaki Rani terluka, beberapa bagian tubuhnya juga lebam. Wiloba tidak tahu masalah apa yang sedang mereka ributkan.
Rani menarik Wilona agar masuk ke sebuah gang sempit karena Bara mengejar mereka.
"Gue nggak bisa lagi!" Kata Rani sambil melepas genggaman Wilona pada tangannya. "Gue nggak sanggup. Kaki gue sakit banget."
Wilona membuka tasnya, mencari syal yang tadinya hendak dia pakai. Gadis itu dengan cepat mengikat syal itu pada kaki Rani yang terluka.
"Lo gila, ya? Ini syal mahal!"
"Yang jelas ini berguna, lebih penting sekarang," Wilona terkejut saat pemuda itu tiba-tiba sudah berdiri tak jauh dari mereka.
"Pergi sekarang!" Bisik Rani.
"Gue nggak bisa ninggalin lo sendirian. Lo mau mati tanpa mayat?"
Rani mendorong Wilona hingga gadis itu terjungkal ke belakang.
"Kita nggak bisa selamat dari iblis itu," kesal Rani.
Bara terkekeh pelan, lalu menghela napas panjang.
"Capek-capek lari, tapi akhirnya kena juga. Percuma dong?"
Rani mencoba berdiri dengan sisa tenaganya. "Biarin dia pergi. Lo bebas mukulin gue sepuas lo."
Gadis itu memberikan isyarat agar Wilona cepat pergi dari sana lewat lambaian tangan tanpa dilihat Bara.
Pemuda itu menoleh ke arah Wilona yang sekarang berdiri dan mencari sesuatu di tasnya.
"Halo, cantik. Wanna play a game?" Tawar Bara dengan wajah susnya.
"Gue janji gue turutin semua mau lo," lirih Rani yang belum menyerah agar Wilona bisa pergi dengan selamat.
"I like that," jawab Wilona sambil maju ke depan, membiarkan Rani bersembunyi di belakangnya.
"Lo jangan gila, Wilona!" Bisik Rani kesal.
"Lo Bara dari Oscar, kan? Salam kenal, gue Kayisa."
Rani tertegun, sedangkan Bara terlihat bingung.
"Dua bulan lalu lo berhasil bunuh pacar gue, Candra," lanjut Wilona dengan senyum sok ramahnya. Dia membuka kertas yang selama ini dia simpan dan dibawa kemana-mana.
KAMU SEDANG MEMBACA
IGNITES
أدب المراهقين(Tersedia Versi eBook) Mendengar namanya saja sudah membuat Wilona bergidik ngeri, apalagi bertemu dengan sosoknya langsung. Mungkin Lona akan kabur begitu melihat bayangannya saja. Jaglion, si cowok paling sadis 'katanya'. Bukan hanya wajahnya yang...