Seharusnya hari ini Wildan ikut rapat bersama Wira untuk urusan perusahaan yang ada di Kanada.Saham perusahaan di negara itu sudah atas nama Wildan sebesar 50%, dan Wilona mendapat 20%.
Perusahaan itu akan dikelola Wildan saat pemuda itu sudah siap. Untuk sementara Wira yang masih sibuk berkeliaran memantau semua perusahaan kecil yang ia bangun mati-matian dari muda.
Wirawan memang gila kerja. Otak bisnisnya tak pernah berhenti. Awal mula Wilona dalam bahaya juga karena dia membuat anak gadisnya menjadi bahan bisnis, karena dia tahu potensi Wilona.
Sekarang dia menyesali perbuatannya, meskipun gila kerja dan strict parent masih dia berlakukan untuk kedua anaknya.
Wilona hanya tahu salah satu cara membalas kebaikan keluarganya adalah dengan menuruti keinginan mereka.
"Kenapa kita ke sini, Pa?" Tanya Wilona saat mobil terparkir di depan toko bunga langganan Gita sejak dulu.
"Memangnya kamu nggak kangen Mama?" Tanya Wirawan sambil tersenyum pada putri bungsunya itu.
Wilona ikut turun dari mobil dan Papanya terlihat sibuk memilih bunga.
"Kamu suka bunga apa?" Tanya Wirawan saat mengambil satu jenis bunga kesukaan Gita.
"Dandelion," jawab Wilona sambil tersenyum senang.
Jawaban putrinya membuat Wirawan mengerutkan kening. Mana ada yang jual bunga liar itu?
"Sayang, bunga itu nggak dijual di toko kayak gini."
"Lona tau. Tapi Papa tadi nanya Lona suka bunga apa, kan? Lona suka bunga itu," gadis yang sebentar lagi berusia genap 17 tahun itu mengambil setangkai bunga Daffodil.
"Dulu waktu kamu kecil, kamu suka bunga Esther kayak Mama," kata Wirawan sambil terlihat heran. Pria paruh baya itu memanggil penjaga toko untuk membuat buket bunga Esther yang cantik.
"Lona nggak suka bunga itu, Pa. Dipaksa suka iya," jawab Wilona dengan berani.
Wirawan berkacak pinggang, lalu tersenyum senang. "Wah ... anak gadis Papa udah besar ya? Udah bisa milih sendiri apa yang dia suka."
Wilona membalas senyuman Papanya sambil memegang setangkai bunga mawar merah muda.
"Kalo gitu Lona boleh pilih soal jenjang pendidikan juga, kan?"
"Nggak boleh," jawab Wirawan cepat. Dia mengusap rambut Wilona karena anak itu langsung cemberut.
"Nak, Papa nggak bisa main-main buat masa depan kamu."
"Oke, Pa," pasrah gadis itu.
Setelah selesai membuat buket bunga, Wirawan mengajak putrinya ke sebuah butik dimana itu juga butik langganan Gita dulu.
Bahkan pemilik butik yang kini usianya sudah 70 tahun masih mengenali Wirawan dengan baik.
"Pak Wira?" Nyonya Del tersenyum senang dan memeluk Wira yang juga menyambutnya dengan hangat.
"Apa kabar Oma?" Tanya Wira, lalu mengikuti Nyonya Del yang mengajaknya duduk di kursi terdekat.
"Saya sangat baik," wanita itu melirik Wilona yang justru tertarik dengan berbagai model pakaian di butik itu. "Putri?" Tanyanya ragu.
Wira mengangguk sambil tersenyum. "Maaf, saya baru mengenalkan putri saya. Selama ini kami harus menjaga berlian kami agar terhindar dari bahaya. Oma tahu sendiri bagaimana hidup saya dan Gita."
Mata Nyonya Del tampak berkaca-kaca sambil terus menatap Wilona yang tersenyum canggung.
"Dia cantik sekali. Mirip kamu, ya?" Pujinya sambil mendekat dan meraih tangan Wilona.
![](https://img.wattpad.com/cover/353914232-288-k686808.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
IGNITES
Teen Fiction(Tersedia Versi eBook) Mendengar namanya saja sudah membuat Wilona bergidik ngeri, apalagi bertemu dengan sosoknya langsung. Mungkin Lona akan kabur begitu melihat bayangannya saja. Jaglion, si cowok paling sadis 'katanya'. Bukan hanya wajahnya yang...