Baru saja masuk ke dalam apartemennya, Jaglion dikagetkan dengan sosok Fedric yang sedang duduk santai di sofa, sembari menonton kartun.Pemuda itu menghela napas pelan. Papanya memang suka sekali masuk tanpa izin ke apartemennya.
"Dari mana? Kok baru pulang?" Tanya Fedric pada putranya.
Setelah melepas sepatunya, Jaglion melemparkan tasnya ke atas sofa dekat papanya duduk.
"Kenapa nggak bikin kopi sendiri?" Jaglion balik bertanya. Pasalnya Fedric hanya meminum air mineral yang ada di atas meja.
"Nunggu kamu pulang dulu. Udah setengah jam papa di sini. Nggak liat papa lumutan?" Jawab Fedric, santai.
Jaglion masuk ke area dapur dan bersiap membuatkan kopi kesukaan papanya.
"Harus banget nungguin Lion pulang?" Sinis pemuda itu.
Fedric memutar kepalanya agar bisa melihat sang anak yang sedang menyiapkan kopi untuknya.
"Kamu nggak minat jadi barista aja? Kopi bikinan kamu selalu yang terbaik."
Jaglion memutar bola matanya, muak. "Ini cuma kopi sachet. Papa juga bisa nyeduh sendiri."
Laki-laki berumur 40-an itu terkekeh. Dia menerima cangkir dari putranya dengan senang hati.
"Papa nggak bohong," laki-laki itu menyesap pelan kopinya. "Kalo papa bikin sendiri rasanya aneh."
"Serah," gumam Jaglion. Pemuda itu duduk di sofa single dan mulai bermain ponsel.
Fedric meletakkan cangkir kopinya, lalu mengganti saluran kartun ke saluran berita saham.
Laki-laki itu sedikit ragu untuk mengungkapkan apa yang ada di pikirannya saat ini pada putra semata wayangnya itu.
"Yon," panggil Fedric.
"Hmm?" Gumam Jaglion menanggapi. Meski begitu, matanya masih tetap fokus ke layar ponselnya.
"Belum bosen main di Cyber Space?"
Jaglion berdecak pelan. Papanya memang tidak suka dirinya terlibat dengan gang yang didirikan Om Eric itu.
Bukan tanpa alasan. Sejak gang itu didirikan, sudah banyak menelan korban, baik itu dari anggota biasa maupun anggota inti.
Salah satu korbannya adalah teman Eric sendiri, sekaligus kolega Fedric. Persaingan saham memang memicu perdebatan antara orang-orang atas.
"Lion aman, Pa," ucap Jaglion, meyakinkan papanya.
Fedric mengangguk pelan. Dia sadar anaknya sudah bisa menentukan pilihannya sendiri. Toh, Jaglion berjanji, setelah lulus kuliah nanti dia akan siap memegang posisi di kantor cabang.
"Kamu ganti pin terus tiap bulan. Apa nggak bingung?" Tanya Fedric, heran.
"Kali ini papa dapat pinnya dari siapa? Raga?" Sindir Jaglion.
Fedric menyengir kuda. "Cuma Raga sama Steve yang tau pin apartemen kamu. Siapa lagi?" Laki-laki itu beralih menatap putranya dengan serius. "Lagian kenapa nggak pulang ke rumah aja? Kamar kamu cuma sebulan sekali kamu tidurin. Kapan kasurnya bunting kalo gitu?" Lanjutnya sedikit nyeleneh.
Jaglion mendengus kesal. Papanya memang jago sekali dalam hal jokes bapak-bapak.
"Kalo Lion di sini, papa dan mama bisa bebas datang. Itu salah satu poin plusnya," jawab Jaglion jujur.
Fedric tertegun. Benar juga kata Jaglion. Laki-laki itu berdehem pelan. "Oh iya, apa kabar mama kamu?"
Pemuda itu lagi-lagi memutar bola matanya. Dia sedikit muak dengan tingkah laku kedua orang tuanya yang seperti ABG. Atau mungkin mereka memang sedang puber part 2?
KAMU SEDANG MEMBACA
IGNITES
Teen Fiction(Tersedia Versi eBook) Mendengar namanya saja sudah membuat Wilona bergidik ngeri, apalagi bertemu dengan sosoknya langsung. Mungkin Lona akan kabur begitu melihat bayangannya saja. Jaglion, si cowok paling sadis 'katanya'. Bukan hanya wajahnya yang...