Baru saja turun dari mobilnya, kening Wildan berkerut saat melihat 3 motor yang identik dengan perempuan itu terparkir rapi di halaman rumah. Bagasi juga terbuka, padahal mobil lain tidak ada yang keluar.Doha juga jadi ikut menunggu di samping mobil Wildan karena temannya itu tak beranjak masuk ke dalam rumahnya.
"What happen?" Tanya Doha, bingung.
Wildan mengambil ponselnya dari saku jaketnya dan menelepon adiknya. "Wait a minute," katanya pada Doha, sambil sedikit berpindah dari tempat sebelumnya.
"Lo di rumah?" Tanya Wildan setelah sambungan telepon terhubung.
"Pindah ke atas. Teman-teman gue mau datang ke sini," perintahnya.
"Lona dulu yang di rumah. Kakak bisa gunain bagasi Selatan buat kumpul."
"Nggak ada waktu, Wilona. Pindah sekarang," tegas Wildan. Tanpa menunggu jawaban dari sang adik, pemuda itu memutuskan sambungan teleponnya.
Dia menghampiri Doha dan menyuruh temannya itu untuk menghubungi yang lain.
"Come in. We got no time," kata Wildan.
Doha mengekor di belakang Wildan sambil menatap motor-motor itu, penasaran.
"Are you have a sister?" Tanya Doha.
"Nggak usah banyak nanya," jawab Wildan judes. Doha justru tertawa karena menurutnya Wildan itu lucu.
Tipe acuh tak acuh dan overprotective.
Wildan belum mempersilakan temannya itu untuk duduk, namun Doha sudah duduk tanpa sungkan.
"You really have a little sister," ucap Doha sambil mengangkat sebuah kunci motor dengan gantungan boneka pororo yang lucu.
Pemuda itu berdecak kesal, karena temannya itu memang suka penasaran dengan banyak hal.
"Bantuin gue masukin motor itu ke garasi, sebelum yang lain datang," kata Wildan, sebal.
"In english," geram Doha. Wildan tersenyum sinis.
"Gue heran sama lo. Ngapain lo masuk Cyber Space yang berbasis di sini? Ikut Yakuza aja sono," ledek Wildan.
"Shibal!" Doha mengumpat. "In english!"
Wildan tertawa senang jika sudah meledek Doha dengan bahasa Indonesia. "Don't ask too much. Put the motorbike into the garage, before them come."
"Shiro! Wae?" Ejek Doha, tak mau kalah.
Wildan menatap tajam teman asingnya itu. Doha memang agak childish dan pendendam. Dia sangat benci kalau jurus itu sudah Doha keluarkan.
"Kalo mau pake bahasa alien, jangan depan gue," Wildan mendengus sebal. "Cepetan bisa bahasa Indonesia. Biar kalo lagi gelut gue tau apa yang lo ocehin."
Doha mengekor di belakang Wildan. Pemuda itu masih memegang kunci motor tadi.
"She's pretty, innit?" Tanya Doha, penasaran.
Wildan tersenyum bangga. "Of course, she's my sister. She's very smart and multilingual, you know. Korean is easy for her."
"Are you serious?" Balas Doha, kagum.
Tunggu, ada yang aneh. Kenapa Wildan jadi membanggakan adiknya itu?
"Forget it," Wildan mulai memarkirkan satu persatu motor itu ke garasi, diikuti Doha yang agaknya masih sangat penasaran dengan sosok adik Wildan.
Kurang dari 30 menit, sebanyak 10 anggota gang sudah berkumpul di ruang tamu rumah keluarga Wildan.
Beberapa dari mereka baru pertama kali masuk ke rumah itu. Biasanya mereka hanya menunggu di depan gerbang karena Wildan tak mengizinkan orang lain masuk ke rumah.

KAMU SEDANG MEMBACA
IGNITES
Jugendliteratur(Tersedia Versi eBook) Mendengar namanya saja sudah membuat Wilona bergidik ngeri, apalagi bertemu dengan sosoknya langsung. Mungkin Lona akan kabur begitu melihat bayangannya saja. Jaglion, si cowok paling sadis 'katanya'. Bukan hanya wajahnya yang...