Hery melirik Jaglion yang sedang duduk dan belum bergerak sama sekali. Tatapan matanya yang tajam juga menambah kesan seram.Pemuda itu bergidik ngeri karena diamnya Jaglion tidak pernah menjadi pertanda bagus.
Padahal suasana basecamp sedang ramai karena minggu sore selalu penuh dengan anggota Cyber Space yang berkumpul untuk sekedar bermain dan ngopi bareng.
Tapi atmosfer yang terjadi di meja Jaglion benar-benar berbeda. Di sana ada Raga, Hery, Sakhi dan Gading yang masing-masing hanya diam karena tak berani bersuara.
Mereka terlalu takut dicekek jika memulai obrolan saat Jaglion diam membisu seperti itu.
Berbeda dengan tim Wildan yang saat ini tertawa terbahak-bahak karena saling ejek tak bisa memasukkan bola billiard dengan benar.
Raga berdehem pelan dan hendak menyalakan pematik api ke ujung rokoknya.
"Rasa apa?" Tanya Jaglion tiba-tiba, membuat Raga mengurungkan niatnya.
"Ini berry," jawab Raga agak takut. Jaglion melirik sahabatnya itu dan menatap tak suka.
"Keluar," perintahnya.
Raga meletakkan kembali rokok dan pematik ke atas meja. Dia kembali menyenderkan punggungnya ke senderan sofa. Dia memilih ikut diam daripada harus menerima tinju dari Jaglion.
Saat semuanya sedang berada di dunia mereka masing-masing, tiba-tiba Jaglion menggebrak meja dan berdiri.
Wajahnya terlihat sangat kesal. Hery menyikut bahu Raga agar menenangkan Jaglion.
"Sialan!" Umpat Jaglion. Pemuda itu menatap kesal ke arah tim Wildan yang masih seru sendiri. "Bisa diam nggak b*ngs*t?"
Sandy dan Doha meletakkan kembali stik billiard mereka, lalu membalas tatapan Jaglion yang tak membuat mereka gentar sedikitpun. Pasalnya, tatapan pemuda itu bukan tatapan membunuh.
"Lo ada masalah apa? Jangan bawa ke base kalo bukan masalah Cyber Space," tegur Sandy.
Jaglion sedikit tersinggung. Sandy benar, seharusnya dia tak membawa masalah pribadinya ke sana.
Pemuda itu keluar dari ruangan itu dan memilih duduk di luar. Dia mengusap wajahnya, berharap rasa kesalnya hilang seketika, meskipun nyatanya tidak.
"Pembicaraan lo nggak semulus itu sama Wilona?" Tanya Raga yang sudah duduk di kursi samping kanan Jaglion.
"Berani-beraninya dia nampar gue," Jaglion mendengus kasar.
Mulut Raga terbuka lebar, menunjukkan ekspresi kagetnya.
"Lo ... ditampar?" Raga menahan tawanya. "Serius?"
"Siapa yang ditampar siapa?" Tanya Hery yang tiba-tiba muncul.
"Jaglion ditampar Wilona," bisik Raga.
"Lo ditampar?!" Kaget Hery. Jaglion berdecak dan melirik tak suka ke arah sahabatnya itu.
"Kecilin suara lo," tegur Jaglion.
Hery duduk di samping kiri Jaglion dan menatap penuh selidik pada sahabatnya itu.
"Nggak mungkin dia nampar lo tanpa alasan. Lo apain dia?" Tanya Hery penasaran.
Jaglion menghela napas dalam. "Gue cipok paksa."
Raga dan Hery sama-sama menganga saking terkejutnya.
"Emang agak lain temen lo yang satu ini, Her," ejek Raga. Dia sampai geleng-geleng kepala karena tingkah laku sahabatnya yang satu itu.
Hery berdecak beberapa kali sambil mulai menghisap gulungan nikotin yang ujungnya sudah mulai terbakar.
"Lo tau cara ciuman nggak si? Gimana nggak dapat tamparan kalo caranya salah," Hery mulai sok tahu. "Gue ajarin caranya biar lo nggak bego mulu urusan begituan."
KAMU SEDANG MEMBACA
IGNITES
Teen Fiction(Tersedia Versi eBook) Mendengar namanya saja sudah membuat Wilona bergidik ngeri, apalagi bertemu dengan sosoknya langsung. Mungkin Lona akan kabur begitu melihat bayangannya saja. Jaglion, si cowok paling sadis 'katanya'. Bukan hanya wajahnya yang...