Lagi-lagi gadis itu mendesah lesu saat bercermin. Dia menatap dirinya sendiri di pantulan cermin, kemudian menyentuh pipinya sendiri.5 hari berlalu semenjak kejadian itu. Penyiksaan yang dilakukan Bara masih terpatri di pikirannya.
Kadang itu menjadi mimpi buruk saat Wilona terlelap dalam tidurnya.
Mengerikan sekali adegan yang dia rasakan sendiri. Apalagi dengan Rani?
Pantas saja gadis itu jadi kurus kering dan terlihat takut setiap waktu.
Tapi Wilona bersyukur dia menemukan Rani sebelum gadis itu jadi pepes di tangan Bara.
Bagaimana jika waktu itu Jaglion tak membawanya ke tempat menyebalkan itu? Kemungkinan Rani bukan sedang menjalani perawatan sekarang.
Mungkin saja sudah terbaring di peristirahatan terakhirnya.
Ah, membayangkan itu membuat bulu kuduknya meremang. Wilona mengusap leher belakangnya karena merinding.
Dia menyentuh lengan sebelah kanannya, di mana bekas luka lebih banyak di bagian itu.
Diseret paksa keluar dari ruangan dan dijambak sangat keras. Bahkan rasanya masih pusing jika adegan itu kembali terlintas dalam benaknya.
"Nggak apa-apa, Wilona. Sebentar lagi luka-luka ini hilang, begitupun traumanya," gumam Wilona, menguatkan dirinya sendiri.
Gadis itu mengerutkan keningnya. Dia teringat sesuatu yang sempat terlupakan.
Dia mengecek ponselnya dan melihat kalender yang tertera.
"Hah? 10 Maret?" Wilona memastikannya sekali lagi. "Loh? Besok gue ulang tahun, ya?"
Wilona teringat Oma Del, membuat senyum terukir di bibirnya.
"Oma Del bilang, dia bakal pastiin ulang tahun kali ini dirayain dengan pesta," gadis itu tersenyum lega.
"Tunggu?" Dia melihat kembali tangan kanannya. "Gue nggak bisa pake dress cantik itu, dong? Aaaaaahhhh......"
"Mana ada tuan putri tangan sama kakinya baret-baret begini? Ck!"
Ponselnya berbunyi, tanda pesan masuk.
Shibal Sekya!
Turun bentar
21.01
Gue males mencet bel. Bukain pintunya cepat
21.02"Dih? Apaan sih?" Wilona mendengus pelan, kemudian keluar dari kamarnya.
Seperti biasa. Dia hanya memakai celana pendek selutut dan kaos over size. Itu adalah baju tidur ternyaman bagi Wilona.
Dia mengabaikan Mbak Dewi yang menatapnya heran karena dia buru-buru menuju pintu utama.
Saat gadis itu membuka pintu, Jaglion sudah duduk di kursi teras sambil memakan camilan yang pemuda itu bawa sendiri.
"Mau?" Tawarnya begitu Wilona nongol dari pintu.
"Wah," Wilona berdecih lalu duduk di kursi satunya lagi. "Lo bisa ngemil di apartemen atau rumah lo sendiri. Ngapain di rumah gue?"
"Ah, lo tau Bang Wildan lagi pergi, ya? Makanya lo curi kesempatan ke sini?"
Jaglion terkekeh pelan. "Tau aja," pemuda itu mengambil paper bag yang dia bawa, dan memberikannya pada Wilona.
"Minggu ini lo ada janji mancing sama Raga. Nggak usah tanya gue tau dari mana," dengus pemuda itu. "Kalo gitu besok lo harus ngedate sama gue. Nggak mau tau!"
"Ih? Gue belum-"
"Nggak nerima penolakan!"
"Tapi kan-"
KAMU SEDANG MEMBACA
IGNITES
Teen Fiction(Tersedia Versi eBook) Mendengar namanya saja sudah membuat Wilona bergidik ngeri, apalagi bertemu dengan sosoknya langsung. Mungkin Lona akan kabur begitu melihat bayangannya saja. Jaglion, si cowok paling sadis 'katanya'. Bukan hanya wajahnya yang...