Jaglion memijat leher bagian belakangnya sendiri karena terasa pegal. Dia baru saja memarkirkan mobilnya di parkiran apartemen.Ada beberapa luka baru yang dia dapat di pelipis dan jari manisnya.
Pemuda itu berjalan gontai menuju lobi apartemen sambil sesekali menyugar rambutnya ke belakang.
Dia berhenti beberapa langkah setelah memasuki lobi. Pemuda itu menatap Wilona yang kini juga sedang menatapnya.
Tatapan yang membuat Jaglion tidak ingin bertanya apa yang terjadi.
Gadis itu memakai pakaian longgar, seperti kebiasaannya saat akan tidur.
Mata Wilona berkaca-kaca. Dia masih berdiri di tempatnya sambil memandangi Jaglion yang kini berjalan mendekat.
Pemuda itu menarik gadis itu ke pelukannya tanpa ragu.
Tangis gadis itu pecah di pelukan Jaglion.
Dia tidak tahu apa yang terjadi, hanya saja tatapan Wilona membuatnya ingin memeluk gadis itu dengan erat.
"Mau cari udara segar di sekitar sini?" Tawar Jaglion yang masih membiarkan Wilona membasahi kaosnya dengan air mata.
Gadis itu menggeleng pelan. "Yang jauh," pintanya.
Jaglion melihat jam tangannya, lalu memejamkan mata, memastikan jarum jam menunjukkan angka yang sebenarnya.
Pukul 9 malam lebih sedikit.
"Oke," jawab Jaglion menuruti permintaan gadis itu.
Dia menggenggam jemari Wilona dan membawanya ke parkiran.
"Bilang aja kalo butuh yang lain," kata pemuda itu setelah mereka keluar dari area apartemen.
Sepanjang perjalanan membelah malam, Wilona hanya diam dan memandang jalanan yang mulai sedikit lengah.
Dia tidak ingin bicara untuk saat ini, dan Jaglion mencoba memahami gadis itu dengan caranya sendiri.
Entah kemana Jaglion akan membawanya, yang jelas dia ingin pergi jauh untuk sekedar meredakan rasa sakit yang kini menancap di hatinya.
"Kayaknya ini udah lumayan jauh," tebak Jaglion sambil memarkirkan mobil ke pinggir jalan.
Sebenarnya pemuda itu hanya mengajak Wilona yang tak jauh dari markas Cyber Space. Tapi pemandangan di sana tidak terlalu buruk.
Setidaknya itu cukup jauh kan dari rumah Wilona maupun apartemen Jaglion.
Pemuda itu buru-buru menyusul Wilona yang lebih dulu keluar dari mobil.
"Ini tempat apa?" Tanya Wilona penasaran.
"Ah ...," Jaglion menggaruk tengkuknya. "Tempat ini biasanya dijadiin tempat eksekusi buat mukulin orang," jelasnya sambil menyengir kuda.
Mirip lapangan basket, namun lebih luas. Ada beberapa kursi beton di masing-masing sudut.
Wilona memilih duduk di kursi yang jaraknya paling dekat dengan mereka.
"Lo pasti jadi bos di sini," tebak Wilona.
"Bisa dibilang gitu," Jaglion ikut duduk di samping gadis itu. Dia baru menyadari Wilona tidak memakai celana panjang.
Pemuda itu kembali ke mobil untuk mengambil jaket yang belum sempat ia cuci selama seminggu ini.
"Nggak bau-bau banget," kata Jaglion sambil menyelimuti kaki Wilona menggunakan jaket itu.
"Berapa hari nggak dicuci?"
"Sekitar ... 8 hari?"
Wilona menganga dibuatnya. Dia tidak berani mencium jaket itu. Pasti baunya melebihi obat bius. Dia tidak mau pingsan di dekat pemuda berengsek itu.
![](https://img.wattpad.com/cover/353914232-288-k686808.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
IGNITES
أدب المراهقين(Tersedia Versi eBook) Mendengar namanya saja sudah membuat Wilona bergidik ngeri, apalagi bertemu dengan sosoknya langsung. Mungkin Lona akan kabur begitu melihat bayangannya saja. Jaglion, si cowok paling sadis 'katanya'. Bukan hanya wajahnya yang...