Entah sudah berapa kali Raga mencoba memastikan apa yang dia lihat itu salah atau benar.Candra hampir jatuh saat dia belajar berjalan setelah sekian lama terbaring di ranjang rumah sakit, tapi Raga benar-benar fokus ke laptopnya.
Dia bahkan mengabaikan pesan Jaglion dan Hery yang memintanya untuk segera datang ke markas karena ada kondisi yang mengharuskan semua anggota berkumpul.
"Sampe kapan lo kayak gitu terus? Mata lo bisa keluar lama-lama," sindir Candra sambil berpegangan agar tak terjatuh ke lantai.
"Jangan ganggu dulu. Ini penting," Raga menggeser tanda panah dan mencoba melihat lagi dengan teliti.
Dia tersenyum tipis. Sepertinya dia menemukan apa yang dia cari.
"Kata gue mah mending lo ke markas sekarang, daripada mereka yang ke sini buat nyeret lo," protes Candra.
Raga menoleh dan mendengus pelan. "Nggak ada yang jagain lo di sini, bego. Mereka bisa aja datang buat bunuh lo lagi."
Candra duduk di pinggir ranjangnya dan bersidekap. "Ada yang aneh nggak menurut lo? Seberapa penting info yang gue tau tentang Oscar, sampe mereka kirim orang buat bunuh gue?"
"Semuanya ada alasan dibalik kejahatan yang mereka siapin. Gue yakin alasan Oscar nggak serendah itu buat bunuh orang," Raga jadi kepikiran. Dua sahabatnya kini sedang dihadapkan dengan bahaya.
Dia juga termasuk, kan?
"Kapan kita makan bareng Wilona? Gue tiba-tiba kangen sama pacar teman gue itu," kekeh Candra, tapi langsung terdiam begitu Jaglion membuka pintu.
"Makan bareng Wilona???" Jaglion menutup pintu dan bersandar di sana sambil bersidekap. Wajahnya terlihat serius sambil menatap Candra yang kini berusaha menghindari tatapannya.
"G—gue bercanda doang," cengirnya.
"Gimana enaknya ngasih pelajaran ke cewek gue biar nggak dekat-dekat sama kalian?" Tanya Jaglion pada dua orang yang kini menundukkan kepala.
"Dia nggak salah," Raga memberanikan diri membalas tatapan Jaglion. "Emangnya salah kalo kita akrab sama cewek lo?"
"Yang jadi masalah lo suka sama cewek gue, nyet," cibir Jaglion sambil mendekat dan duduk di samping Raga.
"Lagian lo udah punya Aira. Nggak apa-apa kalo Wilona lo kasih ke Raga," celetuk Candra dengan santainya.
Jaglion kembali menatap Candra dengan tatapan menusuk, membuat pemuda itu seperti sulit bernapas.
"Gue nggak pernah mau berbagi milik gue sama siapapun, dan lo tau itu."
"Maruk," decih Raga, lalu menyenderkan punggungnya ke belakang sofa. "Gue sama Candra mau ajak makan Wilona di dekat sini. Lo mau gabung nggak?"
"Gue nggak izinin dia pergi sama kalian," tegas pemuda itu.
Candra naik ke ranjangnya, lalu memejamkan mata, pura-pura tertidur. Rasanya nyaman sekali mendengar dua sahabatnya gelut lagi.
Dia jadi teringat saat masih bersama Bella. Jaglion mati-matian membuat Raga menjauh dari gadis itu demi dirinya.
"Kalo dipikir-pikir, si Raga nggak pernah dapat apa yang dia mau," gumam Candra yang didengar dua orang lainnya.
"Maksud lo?" Tanya Jaglion tidak mengerti.
"Bella. Dia nggak berhasil perjuangan Bella," Candra menoleh sambil tersenyum menggoda Raga. "Tapi kali ini gue dukung lo nikung Jaglion."
"Ndra!" Jaglion ingin protes, tapi dihentikan Raga.
"Lo nggak pernah beneran suka sama Wilona, kan?" Tanyanya penasaran.

KAMU SEDANG MEMBACA
IGNITES
Teen Fiction(Tersedia Versi eBook) Mendengar namanya saja sudah membuat Wilona bergidik ngeri, apalagi bertemu dengan sosoknya langsung. Mungkin Lona akan kabur begitu melihat bayangannya saja. Jaglion, si cowok paling sadis 'katanya'. Bukan hanya wajahnya yang...