Canggung sekali. Padahal mereka bisa mengobrolkan apa saja saat sedang berdua.Wilona dan Kevin sudah menghabiskan masing-masing 2 bungkus es krim secara bersamaan.
Kevin mengayunkan kakinya dengan pelan agar ayunan yang ia duduki sedikit bergerak.
Berbeda dari Wilona yang justru diam saja. Dia tidak tahu harus mulai dari mana.
"Lo ingat, waktu lo masih di SMA Kencana?" Kevin mulai punya topik yang bagus. "Gue pulang dengan seragam kotor buat jemput lo karena mobil supir lo mogok."
"Iya, gue ingat."
"Saat itu lo tanya kenapa seragam gue bisa sekotor itu, tapi gue jawab jatuh masuk ke got," Kevin tertawa pelan.
"Gue nggak bohong, Na. Gue beneran jatuh ke got gara-gara seseorang."
Wilona menoleh dan mengerutkan kening. "Bukannya lo jatuh sendiri?"
"Aira dorong gue," Kevin tersenyum kecut. "Itu waktu pertama kali gue ketemu dia."
"Lo tau, Na, dia hampir mati kalo nggak ada gue di sana," pemuda itu kembali mengingat masa itu. "Yah.... sebenarnya dia emang niat buat bunuh diri, sih."
"Kok bisa? Dia dua kali pengin bunuh diri dan diselamatkan sama cowok-cowok. Habis itu cowoknya jadi suka sama dia," Wilona mendengus sinis. "Daya pikat dia boleh juga."
"Na, gue awalnya juga nggak tau kalo dia disabilitas," Kevin berpindah tempat. Dia jongkok di depan Wilona sambil mengikatkan tali sepatu gadis itu yang terlepas.
"Lo tau alasan dia berniat bunuh diri?" Wilona menggeleng, tidak tahu. Kevin mendongak, menatap Wilona yang menunggu jawabannya.
"Dia habis ditiduri sama Bara. Bukan diperkosa," Kevin berdiri dan berkacak pinggang. Pemuda itu menghela napas panjang sambil menatap langit sore yang mulai menggelap.
"Dia terpaksa mau karena ancaman Bara nggak main-main. Saat itu bos mereka masih sama dan posisi Bara di atas Aira."
"Awalnya gue kasian aja sama Aira. Dia punya Jaglion, tapi ternyata si berengsek itu nggak becus jagain dia. Meskipun emang niat Aira balas dendam ke Jaglion, tapi tetap aja, tu cowok bajingan udan janji buat lindungin Aira."
Wilona berdecih. "Apa yang terjadi sama Aira nggak sepenuhnya salah Jaglion."
Giliran Kevin yang mengerenyitkan dahi. "Sekarang lo belain dia? Hubungan kalian membaik?"
"Bahas itu nanti aja. Sekarang lanjutin cerita lo. Gue penasaran kenapa akhirnya dia bisa hamil anak lo."
Kevin tersenyum kecut dan kembali duduk di ayunan.
"Setelah gue mencoba nyadarin dia biar nggak bunuh diri, dia marah sama gue. Terus gue di dorong ke got, deh," pemuda itu tertawa. "Bukannya marah, justru gue tambah simpati ke dia."
"Nggak lama setelah itu, kami ketemu lagi. Aira sendiri yang ngasih kesempatan buat saling kenal dan dekat. Dia bilang dia nyaman sama gue. Dia punya tempat mengadu. Dari situ gue belajar bahasa isyarat demi dia."
"Wah.....," Wilona menatap sahabatnya itu tak percaya. Kevin benar-benar jatuh cinta rupanya.
"Setidaknya gue berhasil bikin dia sadar, kalo balas dendam bukan jalan satu-satunya. Dia bisa bikin orang itu menyesal atas perbuatannya, kan?"
"Gue udah coba cegah kecelakaan yang menimpa Candra. Tapi gagal," Kevin menunduk dalam. "Ternyata Bara tau kalo Aira bocorin rahasia perusahaan ke seseorang. Meskipun si iblis itu nggak tau kalo orangnya itu gue."
Wilona berdecak kesal. "Terus kenapa lo bisa hamilin dia, dodol? Lo baru mau lulus. Gimana sama anak yang ada di perut Aira nanti?"
"Gue bakal tanggung jawab, kok. Yakali gue bisa tahan nggak ngapa-ngapain, sedangkan gue tinggal berdua sama pacar gue sendiri."

KAMU SEDANG MEMBACA
IGNITES
Ficção Adolescente(Tersedia Versi eBook) Mendengar namanya saja sudah membuat Wilona bergidik ngeri, apalagi bertemu dengan sosoknya langsung. Mungkin Lona akan kabur begitu melihat bayangannya saja. Jaglion, si cowok paling sadis 'katanya'. Bukan hanya wajahnya yang...