Tatapan setajam laser itu sepertinya mampu membekukan dinding yang ditatap.Jaglion duduk santai sambil terus menatap tembok, dan belum beranjak sama sekali sejak satu jam yang lalu.
Raga menghela napas pelan, kemudian duduk di kursi berseberangan dengan Jaglion, membuat pemuda itu berdecak kesal karena pandangannya dihalangi sahabatnya sendiri.
"Udah. Kasian temboknya, lama-lama mleyot dia," tegur Raga.
Hery tertawa renyah bersamaan dengan 2 orang lainnya. "Salting nggak tuh, temboknya? Berubah jadi merah nggak?"
Jaglion menengadah, memijat tengkuknya sendiri yang sedikit pegal. "Balik ke kelas kalian masing-masing," usirnya.
"Rooftop, yuk?" Ajak Raga.
"Kantin aja nggak sih?" Tawar Malik yang baru saja bangun dari pura-pura tidurnya.
"Meskipun ini jamkos, BK tetap berkeliaran di sana. Jangan nambah nilai buruk, muka lo aja udah cukup buruk," ejek Hery. Malik menjitak temannya itu dengan cukup keras.
Hery membalas? Tidak. Justru dia tertawa terbahak-bahak.
Raga bangkit sambil menepuk pelan pundak Jaglion. "Ayo. Daripada tembok kelas lo bolong."
Pemuda itu terlihat malas, namun tetap mengikuti teman-temannya yang sudah keluar lebih dulu.
Jaglion berhenti sejenak sebelum melangkah turun. Dia menoleh ke arah kelas Wilona yang tampaknya sedang gaduh.
Ada keinginan untuk ke sana. Dia sangat ingin tahu hubungan antara Wilona dan Wildan.
Tapi, memancing Wilona saja sedikit susah. Dia benar-benar agak kualahan kali ini.
Mereka berlima—Jaglion, Raga, Hery, Malik dan Sakhi—, berjalan beriringan sambil bersenda gurau menuju rooftop di gedung kiri.
Tak sengaja berpapasan dengan beberapa anggota OSIS, termasuk Gani. Mereka tidak berani menegur kakak kelas itu karena terlalu takut.
Bahkan, tanpa disuruh, mereka justru membuka jalan untuk Jaglion dan kawan-kawan.
"Kak," panggil Gani saat Jaglion melewatinya. Pemuda itu berhenti dan menoleh dengan wajah malasnya.
"Gue punya satu permintaan buat lo," lanjut pemuda itu.
Jaglion tampak tak begitu serius menanggapi. "Apa."
"Tolong, berhenti gangguin Wilona."
Ucapan Gani membuat Jaglion tersenyum miring. Kali ini dia menatap lawan bicaranya itu.
"Dia bukan siapa-siapa lo," jawab Jaglion, santai.
Gani justru tersenyum tipis menanggapi pernyataan dari Jaglion.
"Dia di sini juga bukan buat lo," balas Gani, tak kalah santai.
Jaglion berdecih sinis. Dapat keberanian dari mana bocah di depannya saat ini?
Pemuda itu mendekat, membuat semua orang waspada. Raga terus memperhatikan tangan Jaglion yang belum mengepal. Karena jika jemari itu sudah mulai menyatu, maka habislah Gani hari itu juga.
"Dari awal, Wilona itu milik gue," tegas Jaglion dengan tatapan dinginnya.
Mereka semua diam, hanya menunggu Jaglion berlalu setelah mengatakan hal itu.
Gani berdecih sinis, karena sepertinya Jaglion benar-benar tidak akan melepaskan Wilona begitu saja.
🏮🏮🏮
Tak ada angin tak ada badai, Wilona tiba-tiba menghampiri meja Jaglion dan kawan-kawannya di kantin. Tidak peduli semua orang kini memperhatikannya. Dia hanya ingin meluruskan sesuatu.
KAMU SEDANG MEMBACA
IGNITES
Teen Fiction(Tersedia Versi eBook) Mendengar namanya saja sudah membuat Wilona bergidik ngeri, apalagi bertemu dengan sosoknya langsung. Mungkin Lona akan kabur begitu melihat bayangannya saja. Jaglion, si cowok paling sadis 'katanya'. Bukan hanya wajahnya yang...