71. IGNITES >>Kesempatan<<

11.9K 792 60
                                    


Entah sudah berapa kali Wilona menghela napas. Rasanya sangat berat meninggalkan rumah tanpa berpamitan dengan Jaglion.

Ada yang ingin dia sampaikan sebelum benar-benar mengakhiri hubungan mereka.

"Di sana pemandangannya benar-benar bagus banget, Papa jamin," kata Wira yang duduk di kursi depan dengan Wildan.

"Nggak ada pemandangan puncak yang jelek, Pa," balas Wilona. Tapi Wira setuju, sih.

"Selagi Papa mengurus semuanya, kamu tenangin dulu pikiran sama hati kamu di sana, ya? Kamu harus benar-benar pulih. Di sana aman karena Papa udah taruh penjaga di segala sudut Vila."

Wilona tersenyum kecut. Rencana Papa dan Kakaknya memang bagus, tapi tanpa persetujuannya juga percuma saja.

Meskipun Wilona menerimanya dengan lapang dada.

Hanya butuh beberapa menit lagi sampai di Vila milik keluarga Mama Gita yang berada di daerah puncak Bogor.

Meskipun jarang disinggahi, bahkan tidak pernah setelah Gita pergi, tapi Vila itu tetap terawat dengan baik berkat Wira yang memerhatikan segala tentang peninggalan Gita.

Udara dingin sudah mulai membuat Wilona flashback saat-saat bersama Jaglion.

Ini sungguh menyebalkan!

Dia bahkan belum sempat menyampaikan pesan untuk Jaglion lewat Raga.

Ponsel Wilona disimpan oleh Wildan karena dia ingin adiknya fokus pada ketenangan dan proses pemulihan.

Beberapa orang sudah berada di depan gerbang menyambut kedatangan mereka bertiga.

3 orang wanita berusia sekitar 40-an tersenyum begitu ramah saat Wilona turun.

"Selamat datang kembali, Non," ucap salah satu dari mereka.

Wilona bahkan tidak ingat kapan terakhir kali dia ke sana.

Gadis itu berjalan lebih dulu, meninggalkan Wira dan Wildan yang sedang memberikan arahan-arahan pada para pembantu dan penjaga.

Dia menoleh ke halaman sebelah kanan, di mana terdapat kursi panjang yang sepertinya selalu berada di sana sejak dulu.

Dia teringat Mamanya.

Mama selalu duduk di sana sambil menikmati udara dingin yang menusuk sampai tulang.

Wilona ingat betul bagaimana Mama tidak ingin dia duduk di sana sekedar menemani.

Gita selalu menolak untuk duduk berdua, mengobrol tentang banyak hal ringan yang terjadi setiap hari.

Memangnya apa yang terjadi setiap harinya pada Wilona? Sama saja, kan?

Belajar di dalam rumah tanpa boleh bermain ke luar meskipun hari begitu cerah.

Wilona ingat, Gita menolak duduk berdua hanya karena rambut lurusnya yang diturunkan dari sang Mama kandung.

Bukan dia yang salah. Dia tidak bisa memilih dari rahim siapa dia lahir, kan?

Tapi hal yang dia syukuri adalah Gita mau mengakuinya sebagai anaknya.

"Masuk yuk?" Ajak Wildan sambil membelai rambut Wilona dengan lembut.

Wilona tersenyum dan mengikuti sang Kakak yang masuk ke Vila lebih dulu.

Kalau saja dari dulu mereka memperlakukannya seperti sekarang, mungkin luka di mentalnya tidak akan seburuk itu sampai-sampai dia harus jauh dari teman-temannya, demi mendapat ketenangan batin.

Kevin. Wilona teringat pada Kevin. Sebelum pergi pemuda itu bilang Deril akan pulang.

Tapi dia tidak bisa bertemu Deril sekarang. Dia tidak ingin bertemu pemuda itu.

IGNITES Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang