Siapa Mr. A?

17.4K 751 18
                                    

Poster pencarian kerja menggunakan informasi yang terlalu 'terbuka' dan sangat sederhana.

Kata-kata di poster lowongan kerja tak menunjukkan 'pencari kerja yang siap memberi bayaran tinggi'.

Kejanggalan gaji dua digit dengan pekerjaan sebagai pengasuh?

Sebagai manusia normal, Dhea tentu menyadari kejanggalan itu.

"Siapa orang aneh yang mau memberi gaji pengasuh anak dengan gaji dua digit dan poster lowongan kerja yang desainnya sangat sederhana? Apa jangan-jangan ini penipuan? Proyek para mafia perdagangan manusia?"

"Hah ... stop!"

Taksi yang tengah ditumpangi oleh Dhea dan Afra menepi.

"Ada apa Mbak? Ada yang ketinggalan?" tanya supir taksi itu.

"Ada apaan sih Dhea?" Afra heran.

"Kok gue jadi ragu, ya, Afra. Gue kayak merasa ini tuh penipuan berkedok lowongan kerja. Sekarang kan banyak tuh, orang yang buka lowongan kerja, terus kandidatnya disuruh dateng ke ruko tertentu untuk wawancara, disuruh bayar uang dengan jumlah tertentu dengan iming-iming administrasi masuk kerja. Eh, besoknya para pelaku udah kabur dari ruko itu dan cari mangsa lain dengan nyewa ruko lain. Jangan-jangan ini juga penipuan."

Afra tentu tak mau peduli dengan kecurigaan Dhea. Masalahnya dia dalam kondisi terjepit. Hutang menumpuk. Persoalan nyawa pun tak dihiraukannya lagi. "Ah, kita ke sana aja dulu. Kali aja bener."

Alhasil mereka melanjutkan perjalanan ke alamat yang diinformasikan melalui telepon. Dua satpam menahan mereka tepat di gapura besar dari jalan masuk kompleks itu.

"Selamat siang. Maaf, mencari siapa, ya?"

Dhea menurunkan kaca mobil. "Selamat siang, Pak. Maaf, Pak. Kami mau ke rumahnya keluarga Aryasatya."

"Oh, silahkan."

Taksi langsung dipersilakan masuk ke kompleks elit yang membuat Afra dan Dhea melongo sepanjang perjalanan. Seperti bukan penduduk bumi.

Jelas saja, rumah-rumah di kompleks itu bak istana dengan pagar-pagar yang menjulang tinggi, tiang-tiang yang kokoh, dan kebun-kebun yang sangat terawat. Cantik untuk dibuat foto-foto manja, pikir Afra.

"Orang-orang pada kerja apaan ya sampai bisa punya rumah kayak gini?" Afra geleng-geleng.

"Apa mereka bisa tersesat ya di rumah sendiri saking besarnya?" sambung Dhea. "Apa menuju kamar satu dan kamar lainnya mesti pakai motor atau mobil dulu?"

Keduanya sudah seperti warga dari planet lain yang membuat supir taksi bahkan menahan tawa.

Saat sampai di rumah berpagar cokelat yang dimaksud, mereka semakin menganga dibuatnya. Pagar rumahnya saja setinggi dan semewah itu. Pagar kos mereka tak ada artinya lagi.

"Jangan pegang-pegang pagarnya. Lecet dan kita disuruh ganti, bakal mahal, kan. Mana kita gak ada duit." Dhea sampai tak sanggup menyentuh pagar mewah dari rumah yang didominasi warna putih bak istana di negeri dongeng itu.

"Foto dulu kali, ya."

"Eh, iya."

Tanpa tahu malu dan tahu diri lagi, keduanya langsung berpose berkali-kali di depan rumah orang lain. Sangat menunjukkan reputasi kere dan korban hutang pinjol yang manisnya hanya di awal tapi ribanya mencekik leher.

Tiba-tiba sebuah BMW Sport berwarna hitam dengan atap terbuka muncul. Pengendaranya seorang pria berahang kokoh, berhidung mancung, berkulit putih bersih dengan rambut cokelat gelap. Tatapan tajamnya tertutup kaca mata hitam.

PIPPPPPPPPPPPPPPP ....

Suara klakson panjang menyadarkan dua manusia yang masih membatu di tempatnya untuk mengagumi segala keindahan yang ada pada pria itu.

Afra dan Dhea kaget sebelum menyingkir cepat. Pagar terbuka otomatis dan mobil itu masuk bersama pengendaranya.

"Astaga ... sombong banget sih!" Afra tak terima.

"Ya ampun ... gue baru tahu ada cowok seganteng itu? Wajahnya kayak bule banget gitu. Jangan-jangan lo disuruh jagain adiknya? Aaaaaaa ... bisa lo embat tuh kakaknya sekalian. Bapaknya buat gue." Dhea heboh. Paling tak bisa melihat yang bening-bening.

"Maksud lo?"

"Iya, gue cuma realistis. Lo dapet anaknya, gue bapaknya. Entar kalau ada lowongan ART, lo kasitahu gue ya. Gue sangat rela menjadi ART bahkan tanpa gaji sekalipun kok. Namanya juga berjuang."

Afra sampai menganga. Tadi Dhea yang ragu, sekarang Dhea yang sangat yakin bahwa itu bukan lowongan kerja penipuan.

Nyatanya itu memang bukan penipuan. Mereka disambut di salah satu ruangan di rumah super mewah itu oleh wanita paruh baya bernama Bunga.

"Saya kepala pelayan di rumah ini. Kami sengaja meminta dibuatkan poster lowongan kerja yang tidak meyakinkan untuk menjaring orang yang masih mau percaya dan memiliki harapan. Ternyata cuma kamu yang melamar."

"Saya juga mau kok, Bu."

Afra sampai menoleh dengan heran ke arah tetangga kosnya itu.

"Sayangnya kami cuma butuh satu orang. Kalau begitu, kalian berdua kami wawancarai saja untuk menentukan siapa yang layak."

Bunga belum menjelaskan detail pekerjaan yang akan dilakukan, tiba-tiba seorang pria remaja yang tadi dilihat oleh Afra dan Dhea di depan pagar sudah muncul di pintu ruangan itu sambil menatap Bunga dengan tatapan tajam.

"Why did you have another maid clean my room?!" Nada pria itu terdengar sangat ketus padahal dia berbicara dengan wanita paruh baya.

"Because my job is not just to clean your room!" balas Bunga tak kalah ketus.

Oke, pelajaran Bahasa Inggris Afra mungkin selalu merah dari zaman sekolah, dia bahkan tak tahu apa yang sedang dibicarakan dua orang itu, tapi dia merasa, pria berambut cokelat menyebalkan itu tak sopan pada orang yang jauh lebih tua.

"You know, I don't like strangers coming into my room!" Suara pria itu lebih meninggi dari sebelumnya.

"I.don't.care!" Bunga tak mau kalah.

"I hate you!!"

PRAK

Mereka semua kaget ketika Afra menggebrak meja dan berdiri menatap pria itu dengan kesal.

"HEH?! Apa lo gak pernah belajar sopan santun?! Anak TK aja tahu cara menghargai orang yang lebih tua!"

"I'm not--"

"Pakai Bahasa Indonesia!"

Pria itu diam dengan tatapan tajam.

Dhea sampai menutup mulut dengan satu tangan lantaran terkejut Afra akan seganas itu. Pada orang setampan itu.

Tiba-tiba Bunga malah langsung menjabat tangan Afra. "Selamat! Kamu diterima bekerja di sini untuk mengurus dia." Bunga menunjuk ke arah pria itu.

"What?!" Pria itu lebih terkejut.

"HAH ...." Afra dan Dhea ingin mati saat itu juga.

Jadi siapa Mr. A?

Akhlak minus.

Kejam.

Hati nurani redup.

Tak ada cita-cita atau setidaknya gambaran masa depan di kepalanya.

Tak ada teman.

Semua orang adalah musuh baginya.

Dingin dan datar setiap hari dan setiap saat.

Tak ada orang asing yang boleh masuk ke kamarnya selain yang diizinkannya.

Ya, dia Adam. Adyatama Adam Aryasatya. Putra tunggal Arkana Aryasatya yang menikah dengan wanita berdarah Denmark.

17 tahun. Duduk di bangku SMA, tapi tak bisa mengurus dirinya sendiri seperti bayi yang terjebak dalam tubuh orang dewasa.

Pengasuh Mr. A (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang