Surat untuk Afra

3.9K 252 5
                                    

Setelah pulang dari umroh, Adam seperti berubah menjadi pribadi yang baru. Pembawaannya terkesan lebih ramah, tak seperti dulu yang seperti gelap gulita dan mencekam.

Bunga tak perlu lagi marah-marah setiap hari, lagipula Adam juga tak menyebalkan seperti dulu.

Cici pun akhirnya berani mengakui tentang dia yang telah mengambil kertas berisi e-mail dan kata sandi milik Adam yang telah diberikannya kepada Afra, sehingga Adam pun mulai tahu, alasan Afra akhirnya mengakui perasaannya.

Sejujurnya Adam tak suka apa yang menjadi barang pribadinya diambil, tapi dia memaafkan sekaligus menasehati Cici agar tak mengulanginya lagi.

Hari pertama masuk setelah liburan, Adam lebih semangat. Dia langsung merangkul Rizky yang tengah berada di depan pintu lift itu yang membuatnya menjadi pusat perhatian, lantaran bergaul dengan pria berkaca mata yang kerap dirundung itu.

"Bagaimana liburanmu?" tanya Adam.

Rizky tersenyum tak sekaku sebelumnya. "Cukup baik. Kamu sendiri?"

"Alhamdulillah sangat menyenangkan. Ngomong-ngomong, saya sudah melihat nilai di website sekolah. Nilaimu sangat tinggi. Selamat, ya."

Senyum Rizky lebih lebar. Pertama kalinya dia mendapatkan ucapan dari teman sekolah untuk nilainya itu. Tak ada kesan iri sama sekali. Murni apresiasi. "Terima kasih, Adam."

"Sama-sama, Rizky. Saya tahu kamu berusaha keras. Boleh saya traktir kamu makan sepulang sekolah untuk ini?"

"Sungguh?" Rizky terkejut. Jelas saja, selama ini tak pernah ada yang mau makan dengannya, karena bergaul dengannya seperti aib bagi anak-anak orang kaya itu.

Adam mengangguk dengan senyum ramah. "Ya. Kamu mau?"

Rizky mengangguk cepat. "Ya ... ya ...."

Adam menghela napas lega. "Alhamdulillah kalau kamu berkenan. Saya senang memiliki kesempatan untuk makan bersama salah satu siswa terpintar di sekolah."

Perkataan sederhana Adam menghangatkan hati Rizky.

"Tapi saya perlu memastikan, apa kamu terganggu kalau teman-teman saya ikut? Kamu tahu, Glenn, Adly, Erick, dan Wildan?"

Sejenak Rizky terdiam. Itu anak-anak populer di sekolah mereka. Dia takut ditolak. "Apa mereka mau makan dengan saya?"

Adam mengangguk. "Ya. Saya sudah beritahu mereka, hanya saja mereka masih memastikan, apa kamu tertarik dan tidak terganggu untuk berkumpul bersama kami? Tenang saja, kami juga sering belajar bersama dan tidak melakukan kegiatan yang negatif. Jadi kamu tidak perlu khawatir," jelas Adam agar Rizky tak ragu.

"Apa mereka sungguh-sungguh mau berteman dengan saya? Saya tidak ahli bermain basket."

Adam menepuk pundaknya pelan. "Itu sangat tidak apa-apa."

Manik hitam Rizky berbinar. "Saya mau. Sangat mau."

Itu menjadi awal Rizky bergabung bersama mereka dan tak menjadi anak yang kurang pergaulan serta tak berani dirundung lagi oleh siswa lain.

***

"Adam ...." Wildan, Erick, Adly, dan Glenn langsung menyambut Adam yang memasuki pintu kelas itu dengan tos menggunakan kepalan tangan. 

"Entah saya merasa kamu berbeda, Adam. Dalam artian positif. Ada yang sepakat dengan saya?" Wildan mencari dukungan.

"Ya, saya sepakat." Glenn mengangguk.

Adam tertawa kecil. "Oh ya? Saya membawa oleh-oleh untuk kalian. Ada di loker saya."

"Wuhuuuu ...." Keempat sahabat Adam itu heboh.

Pengasuh Mr. A (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang