Epilog

13.6K 379 23
                                    

Adam dan Afra masih di hotel yang sama. Kamar mereka adalah kamar khusus dengan atap yang bisa terbuka menyisakan atap kaca, sehingga saat malam, mereka bisa menatap langit malam dari ranjang mereka.

Adam tengah duduk dan bersandar di dipan dengan satu tangan memeluk bahu Afra, sementara kepala istrinya itu bersandar di dada bidangnya. Sesekali dia mencium lembut ubun-ubun istrinya. Sedangkan tangan Afra sibuk membelai kepala Lucky yang berada di atas pangkuannya itu.

Keduanya menatap langit yang bertaburkan bintang malam.

"Terakhir kali kita melihat langit malam saat aku ikut perkemahan di sekolahmu. Ingat?" Afra tersenyum ke arahnya.

Adam mengangguk dengan senyum simpul. "Ya. Aku ingat, Sayang. Kita berbicara banyak hal termasuk tentang tipe pria idamanmu yang tentu saja bukan aku, tapi kamu akhirnya menikah denganku juga."

"Hahahahahaha ...." Afra tertawa pelan. "Benar ya, saat dulu kita terkadang membayangkan kita ingin menikah dengan orang yang memiliki kriteria ini dan itu, tapi saat di masa depan, belum tentu sepenuhnya seperti kriteria yang kita inginkan. Tapi pasti pilihan Allah Subhanahu wa Ta'ala itu yang paling tepat untuk kita."

Adam mengangguk sebelum menoleh ke arah Afra. "Kita juga saat itu membahas tentang betapa kita gak tahu tentang apa yang harus kita lakukan dalam hidup ini, kita cuma ikut apa yang orang-orang katakan, dan menjalani kehidupan kita sesuai dengan apa yang mereka inginkan."

"Tapi sekarang aku sadar tentang pentingnya mengetahui tujuan hidup sebagai muslim, dan mengetahui tentang apa yang ingin kita lakukan dalam hidup ini. Bukan asal ikut-ikutan saja. Kita juga harus memiliki target-target yang ingin kita capai dalam kehidupan dunia dan akhirat. Tapi yang lebih penting dari mengetahui dan memiliki daftar panjang tentang apa yang ingin kita lakukan adalah mengetahui niat kita dengan baik, bahkan membenarkan niat kita, kenapa kita melakukan semua itu. Dan, hanya niat yang karena Allah Subhanahu wa Ta'ala yang akan bertahan, dimudahkan, dan diberkahi."

Cup

Adam menghadiahi sebuah ciuman di dahi Afra. "Aku suka ucapanmu."

Afra malah tertawa kecil. "Kamu sangat suka menciumku."

"Tambahan, sangat suka dekat denganmu juga."

"Mungkin karena ini baru awal-awal kita menikah."

Adam mengerutkan dahi. "Maksudnya, Sayang?"

"Aku pernah mendengar, kalau seiring berjalannya waktu, kedua pasangan gak akan sehangat saat awal mereka menikah. Mungkin karena mereka sudah terbiasa bersama sepanjang tahun, sehingga perasaan mereka gak sangat menggebu seperti awal mereka menikah."

"Karena itu, pentingnya merawat cinta. Kita sama-sama berjuang. Tapi kalau aku, Insyaallah aku akan selalu berusaha memanggilmu dengan panggilan kesayangan, memelukmu saat tidur, setia denganmu, mendengarkan ceritamu setiap malam sebelum tidur meskipun aku dalam keadaan lelah setelah bekerja, mendukung semua pilihan hidupmu yang baik untukmu, dan kita perlu menyediakan waktu rutin untuk berkencan yang salah satu agendanya adalah ngobrol untuk menyatukan pikiran kita terutama jika kita harus memutuskan sesuatu bersama. Semua harus kita bicarakan bersama."

Afra tersenyum cerah menatap suaminya itu. "Aku suka idemu, Adam. Aku ingat saat dulu, terkadang kita saling curhat satu sama lain dan itu membuat kita saling terhubung. Ternyata setelah ngaji, aku baru tahu, bahwa dalam Islam dilarang curhat sembarangan kepada lawan jenis yang non mahram yang dikhawatirkan akan menimbulkan fitnah. Karena curhat itu seperti sedang meluapkan perasaan dan membuat pendengar mengetahui bahkan merasakan apa yang sedang kita rasakan.

"Beberapa pasangan malas curhat dan malas ngobrol yang membuat pasangannya mencari pelampiasan dengan curhat dan ngobrol dengan orang asing di luar sana yang justru menjadi awal terbukanya pintu perselingkuhan. Karena curhat dengan lawan jenis dan sering ngobrol itu bisa bikin orang jatuh cinta lho."

Pengasuh Mr. A (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang