"Hah ...."
Baru kali ini Afra merasakan perasaan lega yang luar biasa. Setelah berteriak tak jelas di depan ATM karena harus menerima fakta bahwa gaji pertamanya senilai Rp. 25.000.000. Dia dengan mudah melunasi hutang-hutangnya. Meskipun berakhir gajinya tak bersisa sama sekali. Lemas lagi di awal bulan, pikirnya.
Alhasil saat masuk ke kampus, dia berusaha keras menghindari Silvia dan gengnya. Dia sudah tak sanggup harus boros sampai terlilit hutang pinjol hanya untuk dianggap dan foya-foya bersama teman-teman palsu.
"Afra?" panggil Silvia dari kejauhan sambil melambaikan tangan ke arahnya, tapi Afra langsung sigap balik kanan untuk kabur saat itu juga.
Beruntung dia menemukan Dhea dan Wati di taman yang berada di samping gedung fakultas mereka.
"Gue harus ikut belajar bareng kalian," ujar Afra begitu muncul tiba-tiba mengagetkan kedua teman sekelasnya itu.
"Tumben lo sadar." Wati membenarkan kaca matanya.
"Gue kemarin baru selesaiin semua hutang pinjol gue dan hutang kos gue yang nunggak tiga bulan. Sekarang gue bener-bener pengen kembali ke jalan yang benar. Jadi mahasiswa apa adanya, belajar, dan gak mentingin gengsi yang menyusahkan diri sendiri."
"Baguslah. Lo gak tersesat terlalu jauh dan segera sadar," sindir Dhea.
Wati justru heran. "Eh, tapi lo dapet uang dari mana? Lo gak jual diri kan?"
Afra melotot. "Gak lah! Gue kerja tahu."
"Kerja apa?"
"Jagain cogan dia. Kerja sambil memanjakan mata dengan lihat yang bening-bening."
Wati tak percaya.
Afra memilih memasang wajah cemberut. Andai mereka tahu betapa dia harus menahan ujian kesabaran jiwa raga saat menjalani pekerjaan yang hampir 24 jam itu.
***
"Kenapa kamu lama sekali?!"
Afra baru sampai di pintu rumah, tapi sudah disambut oleh wajah kesal Adam.
"Kenapa sih?! Orang baru pulang kuliah juga!" balasnya tak kalah kesal.
"Cepat! Aku harus ke toko buku!"
"Apa?!" Afra tak percaya. Dia benar-benar merasa lelah seharian beraktifitas di kampus dan berharap sedikit berbaring di atas kasurnya, tapi semuanya nihil.
Bunga mendekat menghampirinya. "Tuanmu selalu ke toko buku setiap bulan. Kamu siap-siap temani."
"Baik, Bu." Afra tak dapat mengelak.
Dia berakhir dengan Adam di toko buku. Tentu saja, dia bagian mendorong troli dengan susah payah sambil mengekor di belakang pria yang sedang memilih buku-buku tebal bertema sejarah, psikologi, biografi, bisnis, dan lainnya itu.
"Ini untuk tugas sekolahmu?"
"Bukan. Aku harus membacanya."
"Untuk apa membaca buku-buku ini? Biar telihat keren?" sindir Afra.
Adam berbalik dengan ekspresi datar. "Ini yang membedakan kami dengan kalian. Kami cepat berkembang, karena kami tahu banyak hal. Sedangkan kalian mustahil berkembang, membaca saja gak berminat. Dasar miskin!"
Afra sakit hati luar biasa. Dadanya bergemuruh. Rasanya dia benar-benar ingin menjambak rambut Adam sampai botak.
"Menurut data UNESCO, minat baca masyarakat Indonesia itu hanya 0,001% yang artinya dari 1000 orang, hanya 1 orang yang rajin membaca.
"Pada tahun 2016, Central Connecticut State Univesity pernah melakukan riset untuk melihat minat baca. Dari 61 negara, Indonesia menduduki peringkat ke-60. Peringkat kedua dari bawah soal minat baca. Pantas saja SDMnya seperti kamu," ujarnya dengan sangat santai.
"Hah ...." Afra merasa hati nurani pria di hadapannya ini sudah wafat. Mulutnya benar-benar sepedas bumbu rujak. "Gak mungkin ah. Kita aja setiap hari lihat ponsel. Emangnya lihat ponsel itu gak membaca apa?"
"Nah, itu yang namanya daya baca. Minat baca tinggi, tapi daya bacanya rendah. Bacaannya berita hoax, gosip artis, aib rumah tangga orang lain, curahan hati oversharing, dan segala hal gak berguna lainnya.
"Kalian sibuk membaca postingan gak berguna sebelum mengomentari dengan komentar yang gak kalah berguna. Kami gak ada waktu untuk hal-hal bodoh seperti itu, tapi kalian selalu punya waktu. Giliran kami lebih maju, kalian bawa-bawa privilege. Gak salah juga, tapi salah kalian banyak, karena seharusnya setiap orang bisa lebih berkembang di tingkatannya masing-masing tanpa harus sama.
"Per Januari 2017, data wearesocial mengatakan, orang Indonesia menatap layar gadget kurang lebih 9 jam sehari dengan tingkat kecerewetan di media sosial berada di peringkat ke-5 di dunia. Bayangkan, literasi rendah dan berkomentar di ruang publik. Menurutmu komentarnya akan bagaimana? Sulit." Adam geleng-geleng dengan ekspresi merendahkan.
Afra tak terima. "Tck ... jadi kamu merasa hebat hanya karena membaca buku dan mengabaikan membaca tugas sekolahmu dengan menyerahkannya kepada pembantu?"
Adam mengangkat bahu sebelum menjawab dengan jawaban andalannya, "Kalau ada pembantu, kenapa harus repot?"
"Justru kamu harus tahu diri sedikit, Iblis! Kamu mungkin pintar, tapi akhlakmu jongkok! Gak bertanggungjawab dengan dirimu dan urusanmu sendiri. Lebih gak berguna."
"Iblis kan memang jahat? Memangnya sejak kapan kamu berharap Iblis baik?" balas Adam dengan santai.
Afra sampai berhenti sejenak di samping rak buku sebelum berteriak seadanya untuk menyalurkan amarah jiwa raganya. "Aaaaaaaaaaa ...."
"You know, untuk ukuran pembantu, kamu sangat suka berkomentar. Apa pembantu di dunia ini yang rajin berkomentar hanya kamu?"
"Jadi? Kamu mau memecat aku?"
"Ya, dalam waktu dekat."
"Heh?! Yang punya hak memecat aku hanya ayahmu. Bukan kamu!"
"Ya, maka berterima kasihlah karena aku gak menyuruh ayahku melakukannya."
Petugas di toko buku pun sampai geleng-geleng melihat pertengkaran dua manusia itu.
"Susah memang kalau pacaran dengan orang ganteng. Mungkin ceweknya cemburu, karena cowoknya dideketin banyak cewek," ujar salah satu petugas toko buku kepada rekannya. Sangat asal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pengasuh Mr. A (TAMAT)
Spiritual#Karya 16 📚 PART LENGKAP Pekerjaan : Pengasuh Benefit : 1. Gaji dua digit + tunjangan 2. Makanan terjamin 3. Tersedia tempat tinggal full fasilitas "Ini jagain cucunya presiden, ya?" tanya Afra. Pekerjaan pengasuh dengan gaji fantastis itu sangat...