Unggah

4.7K 274 6
                                    

Afra boleh bersikap seakan-akan dia tak peduli pada perkataan Siska dan Kirana, tapi sejujurnya dia terus terpikir soal kemungkinan Raditya selingkuh. Dia terus melamun memikirkannya bahkan saat sampai di rumahnya. Khawatir semua itu benar dan dia ditinggalkan oleh pria yang sudah bersamanya selama tiga tahun itu. Dia tak sanggup membayangkannya.

Tepat sekali Raditya pun memanggilnya melalui panggilan video. Dia mengangkatnya dan berusaha tersenyum terpaksa agar pria itu tak banyak bertanya.

"Aku baru pulang kerja. Lagi di mana, Yang?" Wajah kelelahan pria yang hanya memakai kaos hijau lumut itu muncul di layar ponselnya.

Sejenak Afra sedikit kikuk. Pasalnya dia memang tak memberitahukan apa pun soal rumahnya. Khawatir Raditya tahu, bahwa dia pernah bekerja untuk Adam dan rumah itu diberikan oleh keluarga Adam untuknya. Akan menjadi masalah yang baru untuk hubungannya, pikirnya. "Aku ... aku di kampus."

"Jam segini masih di kampus, Yang? Sama siapa?"

"A ... sendirian, Yang."

Raditya mengerutkan dahi. "Gak apa-apa? Pulang aja. Udah malam lho."

"Dikit lagi, Yang." Afra kembali tersenyum terpaksa untuk menenangkan pacarnya itu.

"Pulangnya hati-hati, ya, Yang. Kalau udah sampai kosanmu, kabari aku."

Sejenak Afra terdiam. Tiba-tiba perasaan bersalah menjalar di hatinya terutama saat menerima perhatian Raditya itu. "Gimana gue bisa ngira dia selingkuh sementara dia selalu aktif hubungi gue? Kalau memang dia lagi sibuk banget, dia pasti beritahu. Hah ... kenapa gue curiga sama dia, ya hanya karena dia gak ngasih akun medsosnya? Lo pacar yang buruk, Afra," batinnya.

"Udah makan, Yang?"

"Belum. Sayang udah makan?"

"Udah tadi. Makan di luar. Mau cepet punya istri biar ada yang masakin."

Sontak keduanya tertawa. "Hahahahahaha ...."

"Mungkin sebaiknya gue nanya ke dia kali, ya. Biar gue gak terlalu kepikiran," batin Afra kembali menimbang-nimbang.

"Yang?"

"Hm?"

"Aku boleh minta sesuatu gak?"

"Apa itu Sayang? Butuh uang? Berapa Yang?"

Afra menggeleng pelan. "Gak. Bukan uang. Itu ... aku boleh gak dapat akses ke medsos kamu kayak kamu yang bisa akses medsos aku? Soalnya kita kan pacaran, Yang. Aku cuma mikir--"

"Kamu gak percaya sama aku?" potong Raditya dengan ekspresi yang berubah datar membuat Afra kesulitan menelan ludahnya sendiri. Dia takut kalau Raditya tiba-tiba berubah seperti itu.

"Gak. Bukan kayak gitu, Yang. Aku tuh cuma--"

"Itu namanya kamu gak percaya sama aku. Kamu pikir aku DM sama cewek-cewek? Aku tuh gak ngasih kamu akses ke medsos aku, karena aku khawatir kamu bales hal yang gak seharusnya ke senior-seniorku misalnya. Itu bakal berat buat aku. Berat buat karier aku. Jadi wajar dong aku gak ngasih."

Alasannya masih sulit dicerna oleh Afra. "Tapi ... aku gak bakal bales kalau itu senior kamu atau atasan kamu, Yang. Aku jan--"

"Gak bisa! Pokoknya aku gak suka, ya, kamu gak menghargai aku kayak gini! Coba kamu sebutin, aku kurang baik apa sama kamu?!"

Afra terdiam dan hanya sedikit menunduk sedih. Kalau Raditya sudah membahas persoalan kebaikannya, dia memilih diam daripada dihina.

***

Percakapan malam itu berakhir begitu saja. Tentu saja yang mengakhirinya adalah Raditya. Seperti biasa, pria itu seperti tak ada kesalahan dan cacat cela. Tapi Afra merasa ingin seperti orang pacaran pada umumnya. Bebas terhadap beberapa hal, termasuk bebas mengunggah kebersamaan bersama pacarnya.

Dia juga sama seperti beberapa perempuan yang berbangga diri berhasil memacari pria berseragam. Bahkan mereka sempat ke studio untuk foto bersama agar dia bisa memamerkan kepada teman-temannya bahwa pacarnya dari kalangan prajurit.

Namun, larangan Raditya untuk mengunggah kebersamaan mereka di media sosial membuatnya sedikit galau. Berakhir dia hanya bisa memandangi ponsel yang berisi foto dirinya dengan Raditya yang memakai seragam kerjanya itu dengan sedikit sedih.

"Memangnya kalau gue pasang foto gue sama pacar gue kenapa? Lagian ini posenya sopan dan gak akan ngurangin wibawanya Radit kok. Kenapa sih gak boleh?" Dia bingung sendiri.

Karena terus dihantui banyak pertanyaan, alhasil dia memilih nekat mengganti foto profilnya dengan foto dirinya bersama Raditya di studio dan tak lupa mengunggah foto-foto kebersamaan mereka di media sosialnya.

"Kalau dia marah, gue bakal jelasin," batinnya berusaha lebih berani.

Beberapa jam berlalu, Afra menunggu dengan gelisah, tapi tak ada yang terjadi. Malah teman-temannya yang mengomentari unggahannya dengan berbagai tanggapan.

"Wah, akhirnya unggah juga bareng mas pacarnya."
"Cie pacarin tentara. Semoga langgeng, ya, Afra."
"Kalian manis banget. Serasi tahu."
"Dinas di mana mas pacarnya?"
"Cariin jodoh tentara juga dong. Kayaknya keren deh hehe."

Afra semakin bersemangat walaupun masih khawatir dengan tanggapan Raditya yang sepertinya belum melihat media sosialnya itu.

***

Adam tengah fokus mengerjakan tugasnya di salah satu meja di perpustakaan. Seolah tak memedulikan keadaan sekitar, dia terus menulis dan sesekali mengerutkan kening lantaran berpikir keras.

Tiba-tiba dia mengambil ponselnya dari saku blazernya, karena ingin mengecek jadwalnya hari itu. Mengingat dia memiliki kelas tambahan.

Tak sengaja dia membuka WhatsApp dan melihat Afra mengunggah status WhatsApp. Dia penasaran dan langsung membukanya. Seketika ekspresinya berubah dingin menatap foto Afra bersama Raditya di studio. Tampak keduanya dalam posisi berdiri, Afra memeluk pinggang pria itu dan Raditya pun merangkul pundaknya. Tak lupa keduanya saling bertatapan dengan mesra.

Adam pun baru menyadari, bahwa Afra sudah mengganti foto profil WhatsAppnya dengan foto yang diunggahnya di statusnya itu. Agak lama dia menatap datar foto profil Afra. Bohong kalau dia bilang tak patah hati, sehingga dia memilih membisukan status dari Afra dan kembali memasukan ponselnya ke dalam saku blazer.

Namun, dia mendadak gelisah. Dia mengeluarkan lagi ponselnya, dan tanpa pikir panjang menghapus nomor Afra saat itu juga.

"Dia berhak pacaran dengan siapa pun dan mengunggah apa pun di media sosialnya. Aku juga berhak menghapus kontaknya untuk menjaga perasaan dan kewarasanku. Aku masih punya tujuan yang harus dicapai. Bukan hanya dia satu-satunya pusat di dunia ini," batin Adam sebelum kembali fokus mengerjakan tugasnya.

Pengasuh Mr. A (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang