"Yang terhormat saudari Haniyah Afra. BAYAR HUTANG ANDA!!!! Jika Anda tetap mengelak dan mengabaikan pesan kami, siap-siap saja identitas Anda viral di media sosial. Kami juga akan memberitahu orang tua Anda, keluarga Anda, dosen-dosen Anda, teman-teman Anda di kampus, dan semua teman-teman Anda di media sosial."
Afra memegang kepalanya dengan kedua tangan dan meringkuk ketakutan di sudut kamar kosnya.
Pesan berisi ancaman itu begitu menakutkan dan setiap hari dia selalu menerima pesan-pesan sejenis.
Awalnya iklan pinjaman online begitu menggiurkan. Menawarkan pinjaman cepat dalam jumlah besar dengan bunga alias riba yang dibuat sangat enteng. Terlihat sangat mudah bak penolong bagi siapa saja yang ingin duit dalam waktu cepat.
Luar biasanya, Afra sedang terlibat pergaulan bersama kelompok mahasiswi populer di kampus yang harus selalu update gaya fashion. Uang dari orang tuanya yang berprofesi sebagai petani di kampung itu jika dihemat, masih cukup untuk kebutuhannya di kota. Masalahnya tak cukup memenuhi gaya hidup dan gengsinya yang berada di pergaulan kelas atas. Alhasil dia menggunakan jalan pintas dengan jalur pinjaman online melalui aplikasi. Jalur yang tak seindah iklan dan kelembutan adminnya saat pertama kali dihubungi.
Sekarang ponsel mahal ada, pakaian terkini memenuhi lemarinya, teman-teman populer yang menganggapnya sebagai bagian dari mereka, tapi pikirannya kalut. Sangat kalut. Belum lagi uang untuk membayar kos selama tiga bulan yang dikirim orang tuanya pun digunakannya untuk nongkrong di tempat-tempat cantik agar diakui oleh teman-teman satu gengnya.
Alhasil setiap ada ketukan di pintu kosnya, dia merasa ingin bunuh diri. Mengira itu ibu kos yang siap mengusirnya karena menunggak pembayaran kos tiga bulan lamannya.
"Duit buat makan aja udah gak ada." Afra memasang wajah paling menyedihkan yang pernah ditunjukkannya.
Dhea yang menjadi tetangga kosnya pun sampai hafal dengan keluhan Afra. "Udah, lo makan aja dulu di sini bareng gue. Makanya, hidup itu sesuai budget, bukan gengsi. Gini kan jadinya. Giliran lo susah, temen-temen gaul lo itu mana ada yang peduli? Ngangkat telepon dari lo aja gak mau. Itu yang lo sebut temen?"
Afra tak sanggup membalas.
"Jadiin pelajaran tuh. Orang tua lo setiap hari capek-capek di bawah terik matahari kerja di sawah buat bisa kirimin lo duit, hanya mikir gimana lo bisa makan dan kuliah dengan nyaman, tapi lo malah tambah nyusahin mereka."
Afra menunduk lemas dengan air mata yang ditahan. "Gue harus gimana sekarang? Gue gak mungkin bilang ke orang tua gue, kalau duit kiriman mereka udah gue pakai buat foya-foya."
Dhea menghela napas. "Gak ada pilihan lain. Lo mesti kerja."
Afra sedikit terkejut. "Gimana gue bisa kerja? Gue aja baru semester 3. Kuliah gue di Akuntansi juga masih padat. Banyak banget tugasnya. Gimana gue bisa kerja?"
"Lah, lo tanya aja ke temen-temen satu geng lo itu, mereka dapet duit dari mana sampai bisa hedon kayak gitu?" Dhea tentu saja tahu, bahwa teman-teman satu geng Afra itu berasal dari kelas menengah ke bawah. Pendatang dari daerah, tapi gaya dan barang-barang mewah yang mereka kenakan mengalahkan anak konglomerat.
"Emang lo gak tahu?"
Dhea memasang wajah bingung. "Ya, gue kan gak bergaul sama mereka. Lo yang bergaul sama mereka, lo pasti lebih tahu dong."
"Mereka punya papi gitu deh."
Dhea semakin tak paham. "Maksud lo?"
"Mereka open BO dan jadi simpanannya om-om kaya yang udah punya istri bahkan punya cucu. Om-om ini yang ngasih mereka banyak duit. Asal mereka siap melayani si om-om aja sih."
"Uhuk ...." Dhea yang sedang minum pun sampai tersedak. "Astaga, gue sangat polos sampai gak tahu hal-hal kayak gini."
"Gue juga pernah diajak sih, cuma gue meskipun jarang shalat gini, gue masih mau mempertahankan harga diri dan takut neraka. Gue juga mikir, orang tua gue pasti kecewa banget kalau gue sampai jadi perempuan kayak gitu. Dijaga baik-baik dari kecil, besarnya malah jadi pemuas hasratnya om-om hanya karena mau kaya jalur express."
Dhea sampai menganga sebelum mengecek ponselnya. Mendapati sebuah notifikasi dari media sosialnya yang mengikuti akun info lowongan kerja.
Sontak dia lebih menganga mendapati informasi di layar ponselnya.
"Afra?"
Afra mendongkak menatap Dhea. "Iya?"
"Kayaknya lo gak perlu open BO sama jadi simpanannya om-om deh biar masalah lo beres. Cukup jadi pengasuh aja." Dhea menunjukkan poster info lowongan kerja di ponselnya.
Pekerjaan : Pengasuh
Benefit :
1. Gaji dua digit + tunjangan
2. Makanan terjamin
3. Tersedia tempat tinggal full fasilitasAfra sampai melongo dengan terbelalak.
"Ini jagain cucunya presiden, ya?" tanya Afra. Dia tak habis pikir.
Kali ini hanya satu saran dari Dhea. "Lo.hubungi.nomor.di.poster.ini.sekarang!"
Itulah awal dari segala bencananya bertemu dengan si Mr. A.
A dalam hal kejahatan.
A dalam hal kekejaman.
A dalam hal redupnya hati nurani.
"AAAAAAAAAAAA ...." Dia bahkan berteriak saat hari pertama bekerja lantaran kamar yang sudah dibersihkannya selama tiga jam lamanya, dibuat berantakan lagi oleh pemiliknya untuk kedua kalinya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Pengasuh Mr. A (TAMAT)
Espiritual#Karya 16 📚 PART LENGKAP Pekerjaan : Pengasuh Benefit : 1. Gaji dua digit + tunjangan 2. Makanan terjamin 3. Tersedia tempat tinggal full fasilitas "Ini jagain cucunya presiden, ya?" tanya Afra. Pekerjaan pengasuh dengan gaji fantastis itu sangat...