"Kami akan pergi kegiatan jerit malam. Kamu mau ikut?"
Afra yang baru saja membasuh wajahnya di sungai itu menoleh ke belakang mendapati Adam dan teman-temannya yang sudah siap dengan membawa senter.
Ya, hari kedua kemarin diisi dengan salah satu kegiatan, yaitu jelajah alam. Kegiatan yang bertujuan untuk mengenal lebih dekat dengan alam, menumbuhkan rasa cinta pada alam maupun kesadaran merawat alam, dan lainnya. Sepanjang kegiatan, Afra hanya menunggu di lokasi perkemahan karena Adam dan teman-temannya selesai dari kegiatan tersebut saat sore hari.
Hari ketiga ini yang sedikit berbeda. Kegiatan akan dilaksanakan malam hari.
"Gak mau." Tentu dia tahu apa itu kegiatan jerit malam. Kegiatan uji keberanian yang akan sangat banyak dramanya. Dia tak merekomendasikan untuk dirinya yang sangat penakut terhadap hantu.
"Kak Afra yakin? Lokasi perkemahan ini akan sepi karena kami semua mengikuti jerit malam," jelas Adly.
Tiba-tiba pikiran Afra mulai membayangkan sejumlah kemungkinan buruk yang bisa dialami.
"Gimana kalau ada hantu di sini? Lebih baik dramanya bersama orang lain daripada drama seorang diri," batinnya mulai ketakutan.
"Aku ikut kalau begitu," sahutnya tanpa pikir panjang.
Seluruh siswa berkumpul pukul sembilan malam di tempat lapang yang mereka jadikan lapangan. Para guru yang bertugas mulai memberikan pengarahan.
"Seperti yang sudah disampaikan sebelumnya, bahwa 1 tim terdiri dari 2 orang saja. Tugas kalian adalah menemukan bendera merah dan melakukan petunjuknya ...."
"Kamu akan bersama siapa?" tanya Afra setengah berbisik pada Adam yang berdiri di sampingnya.
"Bersama Fahri."
"Oh ...." Afra mulai menebak isi pembicaraan Adam dan Fahrizal saat hari pertama di perkemahan. "Berarti waktu kamu bicara dengan Fahrizal itu, kamu mengajak dia satu tim denganmu?"
Adam mengangguk pelan. "Ya. Lagipula selama di sini kami bebas memilih dengan siapa kami ingin satu tim. Baik tim untuk satu tenda maupun tim lainnya."
"Kenapa Fahrizal?"
"Fahri teman yang baik. Kami cocok saat berbincang. Jadi aku ingin berkelompok dengan dia." Sejujurnya itu hanya salah satu alasan Adam ingin satu tim dengan anak pemilik bisnis kuliner ternama itu. Tujuan utamanya agar Fahrizal mungkin bisa memberikan pencerahan kepada Afra agar tak takut hantu.
"Terus kalau kamu dengan Fahrizal, aku dengan siapa?"
"Aku sudah sampaikan kepada panitia agar kamu ikut dengan timku, dan gak masalah."
"Apa Fahrizal gak masalah ada satu perempuan di antara kalian? Aku kan perempuan. Ketua Remas seperti dia pasti sangat menjaga pergaulannya, kan?"
"Semoga Fahri mengerti. Lagipula gak mungkin kamu tinggal sendirian di perkemahan yang sepi."
"Oke ...." Afra sedikit ragu.
Setelah bubar, para siswa mulai mencari rekan satu timnya.
Adam dan Afra mencari Fahrizal dan menemukan pria itu tengah duduk di bawah pohon sambil memegang senter untuk menyenter Al-Qur'an dan membaca dengan tenang. Tak terpengaruh kondisi sekitar.
Keduanya berhenti untuk melihat pria itu.
"Dia benar-benar terjaga untuk ukuran remaja seusianya," celetuk Afra. Dia merasa tertampar karena dirinya yang sudah mahasiswa bahkan tak terpikir membaca Al-Qur'an sama sekali selama ini.
Adam mengangguk pelan. "Ya. Aku kenal dia. Dia gak sembarangan dalam berperilaku, rutin dan konsisten beribadah, gak genit apalagi terlalu dekat dengan perempuan, berprestasi di bidangnya, gak terpengaruh dengan geng populer atau geng yang gak populer di sekolah, dan lainnya. Dia menjalani hidupnya dengan apa adanya dirinya tanpa berusaha mengesankan apa pun kepada orang lain ataupun ingin terkenal, meskipun dia dikenal secara alami karena sering disebut beberapa orang sebagai teladan.
"Dan ... itu membuatku sedikit bertanya, bagaimana bisa menjadi orang yang rendah hati dan ideal dalam menjalani hidup? Baik dari sisi IQ, EQ, dan SQ."
Beberapa saat mereka memandang Fahrizal sebelum mendekat ke arah pria itu.
Menyadari kedatangan Adam, Fahrizal menyelesaikan bacaannya sebelum menyapa. "Giliran kita masih sebentar lagi kan, Dam?"
"Ya." Adam mengangguk. "Aku harap kamu gak keberatan kalau Afra ikut ke tim kita. You know, aku gak mungkin meninggalkan asistenku sendiri di lokasi perkemahan."
"Oh oke. Aku harap Kak Afra gak keberatan bergabung bersama kami. Tenang saja, ada tim-tim lainnya yang juga berjalan di depan dan di belakang. Area kegiatan juga sebenarnya dipenuhi oleh panitia. Jadi kita gak hanya bertiga saja pastinya. Apa itu gak masalah untuk Kak Afra?" tanya Fahrizal memastikan yang membuat Afra sedikit salah tingkah, lantaran Fahrizal adalah teman Adam selain Adly yang mau mengajaknya bicara.
"Oh ... gak masalah."
"Oke. Kita harus pergi sekarang."
Mereka menuju garis pembatas dan bersiap menyalakan senter. Begitu melewati garis merah itu dan memasuki kawasan hutan yang gelap, Afra merasa ingin buang air kecil di celana. Bulu kuduknya berdiri.
Suasana hutan terasa sangat dingin, gelap, dan lembap. Belum lagi pepohonan yang menjulang tinggi menambahkan kesan horor. Bayang-bayang hantu berkelabat di benak Afra. Seolah-olah akan memperlihatkan diri di hadapannya atau di belakangnya secara tiba-tiba.
Afra menelan salivanya dengan susah payah. "Adam?"
Adam yang tengah berjalan dengan santai di sebelahnya itu menoleh. "Hm?"
"Kenapa kamu senter ke pepohonan segala?"
"Kita harus mencari benderanya."
Afra semakin ketakutan karena khawatir Adam menyenter hantu di atas pohon. Bayang-bayang wujud hantu yang mengerikan berkelabat di kepalanya. Berbeda dengan Adam dan Fahrizal yang terlihat sangat tenang dan seperti biasa saja.
"Aku pengen pulang." Suara Afra ciut.
"Gak bisa!" Adam bersikeras.
Tiba-tiba dari arah samping, sosok bergaun putih dengan bekas tanah di gaunnya lengkap dengan rambut panjang yang menutupi wajah muncul begitu saja. Tepat di samping Afra.
"AAAAAAAAAAAAAAAA ...."
****
Bismillah
Pendek dulu ya guys ❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
Pengasuh Mr. A (TAMAT)
Espiritual#Karya 16 📚 PART LENGKAP Pekerjaan : Pengasuh Benefit : 1. Gaji dua digit + tunjangan 2. Makanan terjamin 3. Tersedia tempat tinggal full fasilitas "Ini jagain cucunya presiden, ya?" tanya Afra. Pekerjaan pengasuh dengan gaji fantastis itu sangat...