Anak SMA?

9.4K 487 11
                                    

"Kalau kamu?" tanya Adam membuat Afra bingung.

"Apa?"

"Apa gak pernah sedikit pun menyukai aku?"

"Hah?"

Sedetik kemudian Afra memundurkan wajahnya dengan pipi yang mengembang. Benar saja, tak lama dia tertawa.

"Hahahahahahahaha ...."

"Apanya yang lucu?" Alis kiri Adam meninggi.

"Kamu suka bercanda, Adam. Lagian kamu hanya anak SMA. Apa yang aku harapkan dari anak SMA? Usianya berbeda, pemikirannya berbeda, dan merepotkan seperti kamu. Aku bener-bener gak tertarik sedikit pun. Kamu juga sangat kaya dan pewaris harta yang gak sedikit. Gak mungkin tipe gadis idamanmu itu seperti aku. Jadi aku gak perlu buang-buang waktu untuk mengharapkan anak SMA seperti kamu kelak menjadi seseorang dengan masa depan yang baik kemudian memilih aku. Aku cukup realistis."

"Jadi aku hanya bocah SMA dalam pandanganmu?" Adam memastikan.

Gadis itu mengangguk cepat. "Ya. Usia kita berbeda sekitar 3 tahun. Kita melalui fase yang berbeda. Aku mungkin sudah memikirkan sesuatu yang lain dan kamu belum memikirkannya. Jadi ... aku benar-benar gak tertarik dengan kamu. Kamu memang pandai bercanda."

Sejenak Adam terdiam sebelum mengangkat kedua bahunya. "Aku hanya bocah SMA dan bagimu pasti bercanda. Ayo kita pulang. Kamu harus mengerjakan tugasku. Jangan banyak mengeluh pada majikanmu!" Dia beranjak lebih dulu memaksa Afra mengekorinya dengan langkah lunglai. Menuju penderitaan baru, pikir Afra.

Suasana di dalam mobil pun hening saja. Afra masih memikirkan kencannya yang gagal di samping Adam yang masih sibuk menyetir itu. Tiba-tiba Afra teringat sesuatu.

"Ini pertama kalinya kamu menjemput aku. Biasanya kamu akan menyuruhku naik kendaraan umum. Dasar merepotkan!" celoteh Afra pada Adam yang masih menatap ke depan itu.

"Kalau gak begini, mana bisa kamu pulang cepat? Aku sudah curiga pasti gak hanya tentang tugas kuliah. Ternyata benar."

"Tapi anak kuliah itu tugasnya juga banyak tahu. Kencan itu hanya hiburan kecil. Anak SMA sepertimu mana paham? Apalagi anak SMA yang tugasnya selalu dikerjakan oleh asisten," sindir Afra.

Adam malas mengambil pusing dan tetap memasang wajah datar. "Ya, bocah SMA memang gak paham apa pun," sahutnya dengan nada dingin setelah terdiam sejenak.

Afra malah melongo. "Tumben kamu gak sombong?"

Mereka berhenti di lampu merah.

"Aku malas menyetir. Apa aku harus telepon supir?"

Afra melotot. "Apa kamu gila? Apa salahnya menyetir sampai di rumah?"

"Punggungku sedikit sakit. Pijit di sini!" Adam menarik salah satu tangan Afra tanpa permisi dan sejenak melingar di lehernya sebelum berpindah ke punggungnya membuat gadis itu menghela napas malas, tapi tak ada pilihan selain sedikit mendekatkan tubuhnya dan memijit dengan malas.

"Kamu itu hanya duduk di kelas. Kelasmu juga sangat nyaman. Masih saja sok pegal." Dia beralih menatap lampu merah dengan wajah cemberut. "Cepatlah lampu hijau!"

"Pijit aku sampai di rumah!"

Afra semakin memasang ekspresi lesu. "Hah ... kamu memang selalu merepotkan. Aku sedang capek karena seharian mengerjakan tugasku tahu."

"Kamu gak capek saat kencan," sindir Adam.

Afra memutar bola mata malas. Entah kenapa Adam selalu mengungkit kejadian tadi. "Aku sudah bilang, itu hanya sebagian kecil. Sebelum itu aku mengerjakan tugas tahu! Memangnya kamu yang tugasnya bisa diwakilkan asisten? Pulang dari ini pun aku harus semalaman di kamarmu untuk mengerjakan tugasmu."

"Ingat, aku seharga dua puluh lima juta sebulan."

Afra kembali menghela napas bertepatan dengan Adam yang kembali melajukan mobilnya.

"Jadi tipe pria idamanmu itu seperti pria tadi?" tanya Adam tiba-tiba membuat Afra meliriknya dengan dongkol.

"Kenapa kamu peduli?"

"Ya ... aku hanya gak mengerti sama kamu. Kamu bertemu orang setampan aku setiap harinya. Setiap harinya. Tapi standar priamu masih buruk juga."

Tatapan Afra semakin dongkol. "Sombong!"

"Setidaknya kamu mencari seorang pria yang lebih tampan dari aku dan lebih kaya, kan?"

"Memangnya kenapa aku harus menjadikanmu sebagai standar pria idaman? Kamu itu menyebalkan!"

"Banyak gadis yang menyukaiku dan kamu gak? Apa kamu bercanda?"

"Itu karena mereka gak tahu sifat aslimu saja!"

"Mph ...." Adam mengembungkan pipi dan benar saja, sedetik kemudian dia tertawa pelan. Pertama kalinya dia tertawa menampilkan gigi ratanya membuat Afra yang sedang memijit punggungnya pun berhenti sebentar lantaran terpesona. "Hahahahahahahaha ...."

"Apanya yang lucu?"

Adam menggeleng sambil menahan tawanya. Tak ingin menjawab. "Aku lapar. Di mana sebaiknya kita makan?"

"Di rumah!"

"Kamu mengajak pria itu makan di kantin kampusmu dan kamu gak menawarkan majikanmu ke sebuah tempat?"

"Kenapa aku harus?"

"Karena aku majikanmu."

"Bukan itu. Kenapa kamu jadi membedakan perlakuanku kepada pria itu dengan perlakuanku kepadamu? Dari tadi kamu terus mengungkit-ungkit soal pria itu. Aneh tahu!"

Adam menepikan mobilnya dan menoleh dengan ekspresi datarnya. "Menurutmu kenapa?"

Afra berhenti sebentar memijit punggung pria itu dan berbalik menatapnya dengan jarak terdekat lantaran tangannya masih di punggung Adam. "Mana aku tahu."

"Dengar! Semua asisten lain di rumahku yang masih muda boleh berpacaran kecuali kamu. Karena kamu asisten pribadiku. Aku gak membiarkan satu pun orang masuk ke kamarku selain kamu. Aku juga gak suka disentuh oleh orang lain kecuali kamu. Jadi aku gak bisa membayangkan kamu menggenggam tangan pria lain lalu dengan tangan yang sama menyentuhku."

Afra kembali memutar bola mata malas. "Aku cuci tangan tahu! Kalau kuman yang dikhawatirkan oleh orang kaya seperti kamu."

"Bukan soal kuman, tapi aku gak suka berbagi."

"Memangnya aku milik kamu apa? Aku bekerja sebagai pembantumu, bukan pacarmu, ya. Jadi kamu gak bisa melarang aku seperti seorang pacar yang melarang!" Afra menyilangkan tangan di dada dan menatap Adam dengan sengit. "Aku setuju bekerja denganmu, tapi gak setuju dengan kekejamanmu!"

"Terserah! Jangan sentuh aku kalau begitu!"

Afra melotot. "Itu lebih baik. Jadi kamu gak merepotkan aku!"

Ekspresi Adam berubah dingin sebelum kembali melajukan mobilnya dalam hening.

Pengasuh Mr. A (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang