Pertandingan

11.7K 664 2
                                    

"Apa itu hari libur?"

Hari sabtu yang seharusnya menjadi jadwal libur Afra mendadak sirna semenjak menjadi pembantu pribadi Adam.

Pria itu terlalu banyak kegiatan. Seperti hari ini, dia harus susah payah memikul tas pria itu dan mengekorinya ke tempat dilaksanakannya pertandingan basket.

"Bawa ini!" Adam menyerahkan ponselnya.

Afra menerimanya dengan malas sebelum menuju tribune. Duduk di antara para penonton yang didominasi perempuan yang berteriak histeris. Benar-benar memuakkan, pikir Afra.

"Hah ...." Hidup tenang seperti menjadi impian baginya. "Andai gue bisa tidur di sini. Masalahnya barang-barang si Iblis mahal semua. Kalau gue tinggal tidur dan hilang kan repot."

Tak lama nama-nama para pemain mulai dipanggil satu per satu.

"Jersey nomor 23, Glenn Putra Pratama ...."

Pria bernama Glenn keluar dan berlari menuju lapangan.

"HUUUUUUUUUUUU ...." Para penonton riuh menyambutnya.

Pembawa acara mendekati pria itu sebentar. "Glenn, bagaimana perasaanmu untuk pertandingan hari ini?"

"Kami optimis and we have worked hard so far."

"Terima kasih, Glenn. Selanjutnya jersey nomor 5, Adly Satria Pradana ...."

Adly berlari menuju lapangan dengan senyum ramah yang terpatri di wajahnya sambil sesekali melambaikan tangan. Afra terpana.

"HUUUUUUUUUUUUUUU ...."
"GANTENG BANGET SIH, MAS!"

Oke, Afra sampai geleng-geleng mendengar teriakan para kaum hawa yang terlalu heboh itu.

"Jersey nomor 9, Adyatama Adam Aryasatya ...."

Adam berlari keluar tanpa senyum bahagia sedikit pun. Hanya wajah datar bahkan sangat datar tapi sudah sanggup membuat kaum hawa di tribune menggila.

"HUUUUUUUUUUUU ...."
"HUUUUUUUUUUUU ...."
"HUUUUUUUUUUUU ...."

Afra sampai menutup telinganya dengan wajah malas. Dia tak percaya, bagaimana mungkin pria itu mendapat sambutan lebih meriah dengan ekspresi tak bersahabat seperti itu.

"Adam ... dia sangat ganteng."
"ADAAAAAAAM ...."
"Adam sangat sangat sangat ganteng. Gue mau gila setiap lihat dia."

Afra memutar bola mata malas mendengar percakapan para perempuan di sebelahnya itu. Apa cuma dia yang bosan melihat wajah Adam?

"Coba aja mereka hidup sehari sama Adam. Mungkin mereka berubah jadi kelompok pembenci dibanding jadi penggemarnya si Iblis. COBA AJA!"

Pembawa acara mendekati Adam untuk mewawancarainya sejenak. "Adam, apakah kamu percaya diri untuk mengalahkan lawanmu hari ini atau merasa seperti, 'Halo, penggemarku lebih banyak'?"

Ekspresi Adam berubah jengah. "Oh, come on," jawabnya singkat yang sanggup membuat pembawa acara dan para penonton tertawa.

Tiba-tiba setelah berbincang dengan pelatih, Adam melambaikan tangan ke arah Afra yang membuat para gadis di tribune berteriak histeris.

"AAAAAAAAAAAAAA ...."

Afra sampai menganga sebelum berjalan mendekat ke arah Adam dengan ekspresi jengah. "Apa?!"

"Topiku tertinggal di kursi ruang ganti. Nanti kamu ke sana dan ambil!"

"Kenapa harus kamu tinggalkan segala sih?! Kenapa gak bawa aja sekalian ke sini dan kasih ke aku?!"

"Tuan gak berkewajiban memudahkan pembantu, tapi pembantu sebaliknya!" tegas Adam sebelum berlari memasuki lapangan. Meninggalkan Afra yang sudah menahan kesal setengah mati.

Tak ada pilihan lain baginya selain menuju ruang ganti setelah pertandingan.

Pertandingan dimulai dan Afra hanya menyaksikan singkat sebelum memilih mengeluarkan laptopnya untuk mengerjakan tugas daripada menghabiskan waktu untuk menonton anak SMA. Menjadi bagian dari penggemar para pria yang tidak akan mereka miliki. Sungguh miris, pikir Afra. Dia mendadak malas membuang-buang waktu seperti itu.

Tak terasa, pertandingan berakhir meskipun keriuhannya belum mereda. Adam dan timnya berhasil mengalahkan lawan mereka untuk melaju ke babak selanjutnya pada hari yang berbeda.

Afra tak peduli. Dia memilih menuju ruang ganti agak lama setelah Adam dan timnya kembali ke dalam gedung.

Dia pikir ruang ganti pasti sudah kosong karena sudah menunggu beberapa saat, tapi dia salah. Begitu sampai di pintu, dia sontak berbalik dengan sedikit berteriak lantaran terkejut.

"AAA ...."

Jelas saja, dia melihat Adam dan seluruh anggota timnya tengah duduk beristirahat tanpa memakai baju alias dengan dada bidang yang terbuka.

"Aish ...." Afra sampai menggigit bibir dengan frustasi. Dia sangat malu.

Semua anggota tim Adam pun terkejut sebelum kembali mengenakan jersey mereka.

"Who is she?" tanya Glenn.

"Maid!" jawab Adam singkat.

"Really?" Glenn tak percaya.

Berbeda dengan Adly yang langsung berdiri menghampiri Afra, karena Adam tak ada tanda-tanda menghampiri gadis itu.

"Kak Afra?" sapa Adly dengan ramah membuat Afra sedikit salah tingkah. "Maaf, kami masih beristirahat. Kak Afra perlu sesuatu? Atau ... mungkin mau berbicara dengan Adam? Biar aku panggilkan."

Afra menggeleng kikuk. "Aku ... mau mengambil topinya Adam yang tertinggal di kursi."

"Oh ... biar aku ambilkan, Kak."

Adly kembali berbalik untuk mengambil topi yang dimaksud dan memberikannya kepada Afra.

"Kak? Dua hari lagi akan ada acara keluarga. Adam juga harus hadir. Tolong ingatkan dia."

"Oh ... iya. Akan aku ingatkan."

Adly tersenyum ramah. "Dan, aku harap Kak Afra juga hadir. Kita bisa bertemu di sana. Aku juga hadir."

Afra tersenyum kikuk lagi. Salah tingkah, malu, dan perasaannya campur aduk kalau berinteraksi dengan orang tampan yang ramah seperti Adly. "Aku hadir. Adam pasti butuh bantuan."

"Oke, Kak. Tolong bersabar dengan sikapnya, ya, Kak. Dulu dia gak begitu. Semenjak Bu Sari meninggal dua tahun lalu, dia jadi menjauh dari banyak orang dan gak ingin akrab. Aku yang selalu mau satu sekolah dengan dia, karena dia hanya mau berbicara lama denganku."

"Siapa Bu Sari?"

"Pengasuhnya Adam dari bayi, Kak."

Afra terdiam sejenak lantaran terkejut.

"Di mana Ibunya Adam?"

Adly malah heran. "Kak Afra belum tahu?"

"Tentang apa?"

"Ibunya Adam meninggal saat berjuang melahirkan Adam."

Sejenak Afra terdiam lagi. Dia tak tahu harus berkomentar apa.

Pengasuh Mr. A (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang