Pikiran Adam dan Afra

5.7K 318 15
                                    

"Adam?"

Adam yang baru saja memasukkan barang-barangnya ke dalam lokernya itu menoleh ke samping dan menemukan Fahrizal di ujung koridor. Pria itu mendekat ke arahnya dengan senyum tipis.

"Ayo shalat di musala."

Adam mengerutkan dahi. "Shalat?"

Fahrizal mengangguk. "Iya, shalat Dzuhur. Kamu sudah shalat?"

Sejenak Adam terdiam. Oke, sekolahnya memang tidak ada jadwal khusus untuk shalat walaupun memiliki musala. Biasanya mereka hanya mendapatkan waktu istirahat yang bisa digunakan untuk kegiatan bebas termasuk bisa digunakan untuk shalat.

Tak lama Adam menggeleng. "Belum. Kita shalat bersama?"

Fahrizal tersenyum. "Ya. Ayo, Dam." Dia merangkul Adam menuju musala.

Saat istirahat kedua, Adam shalat Dzuhur. Saat istirahat ketiga, Fahrizal mengajaknya lagi untuk shalat Ashar. Meskipun tak terlalu ingin, Adam merasa tak bisa menolak permintaan teman baiknya itu dan karena ada sedikit semangat dalam dirinya karena tak menjalaninya sendiri. Alhasil dia shalat empat kali sehari. Mengingat dia sudah tak lagi meninggalkan shalat Maghrib dan Isya.

***

Adam kembali mengikuti acara perusahaan. Kali ini dia diperkenalkan kepada para relasi bisnis ayahnya dan diperkenankan memberikan pidato singkatnya.

Tentu saja sudah ada orang kepercayaan ayahnya yang menyusun teks pidato untuknya, jadi dia tak kerepotan saat harus berbicara di podium.

"Yang saya hormati, Pak Zulfikar Utomo selaku CEO dari Angkasa Group ...."

Zulfikar yang duduk di tempat duduk para undangan itu tersenyum ke arah Adam sebelum berbisik ke arah Arka yang duduk di sebelahnya. "Anda memiliki penerus yang luar biasa. Dia mau mengikuti acara seperti ini dari sekarang, menunjukkan kepeduliannya pada kemajuan bisnis kita di masa depan. Remaja seusianya belum tentu ingin melakukannya." Dia berkaca pada putranya sendiri yang super pembangkang.

Arka tersenyum. "Terima kasih, Pak Zulfikar. Adam memang memiliki kepedulian terhadap bisnis keluarga."

Manik hitam Arka kembali menatap ke depan. Melihat pria remaja berjas abu-abu yang tengah memberikan pidato dengan wajah serius itu. Entah kenapa ada sedikit rasa iba di hatinya saat melihat putranya itu. Dia teringat dulu dia pun tak bisa terlalu menikmati masa remajanya, sering mengikuti kegiatan ayahnya, belajar banyak hal, disorot banyak pihak lantaran dirinya adalah pewaris, sehingga harus berhati-hati dalam bersikap, dan banyak menemui orang-orang yang tak dikenalinya meskipun dia tak terlalu menginginkannya. Sekali lagi, pada usia remaja.

Adam mungkin bisa membangkang, tak melakukan permintaan keluarga sebagai penerus bisnis keluarga, dan tak peduli dengan privilege yang dia miliki, tapi nyatanya, Adam memilih tak melakukannya. Dia mengikuti jalannya sebagai pewaris. 

Tiba-tiba sebuah pertanyaan mengusik benak Arka. "Apa Adam bahagia dengan masa remajanya?"

Arka sendiri terkadang merindukan masa remaja yang normal seperti anak-anak seusianya, tapi semua itu sudah berlalu. Sekarang dia menemukan dirinya adalah ayah satu anak dan pimpinan dari perusahaan besar dengan jam kerja yang seperti tak ada habisnya. Semakin besar perusahaan, dia pikir akan banyak waktu untuk istirahat. Tapi kenyataannya adalah sebaliknya. Semakin besar perusahaan, semakin besar waktu yang harus dikorbankannya untuk menjaga semuanya tetap stabil bahkan maju.

Setelah acara berakhir, Arka dan Adam keluar bersama. Arka menuju mobil pertama yang sudah terparkir di depan perusahaan dan Adam menuju mobil di belakangnya atau mobil kedua.

"Kenapa kita gak makan malam bersama?"

Adam berhenti di depan pintu mobil yang sudah dibukakan untuknya sebelum menoleh ke arah ayahnya. "Ayah mungkin ada perjalanan bisnis dan sejenisnya. Gak perlu dipaksa. Aku bisa makan sendirian."

Pengasuh Mr. A (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang