Hidup

5.5K 326 30
                                    

Para pria remaja yang tergabung dalam Remaja Masjid At-Taqwa itu tengah berkumpul di pinggir lapangan sambil bercerita. Mayoritas dari mereka adalah remaja dari kampung sekitar masjid, yang memilih mengabdikan masa remaja mereka untuk rumah Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan tergabung dalam Remaja Masjid. Membuat kegiatan-kegiatan bermanfaat untuk umat. Hingga kini Masjid At-Taqwa menjadi salah satu masjid percontohan, karena baik tingkat pengurus sampai remaja masjid sangat aktif.

Satu-satunya waktu mereka menikmati hobi adalah saat ini, yaitu akhir pekan.

Tiba-tiba para pria remaja itu melihat sebuah sedan mewah berwarna hitam berhenti tak jauh dari posisi duduk mereka. Seorang pria paruh baya turun dengan siaga membukakan pintu. Mereka terpana melihat Adam keluar dari mobil dan segera melambaikan tangan ke arah mereka.

"Adam?" panggil Aziz sambil mengisyaratkan tangan agar Adam bergabung bersama mereka. Sebagai balasan, Adam hanya mengacungkan jari jempol.

"Den? Main bola hati-hati, ya. Jangan sampai lecet apalagi terluka. Saya bisa dimarahi sama Bu Bunga." Diman yang khawatir.

"Nanti saya yang jelaskan ke Bu Bunga, Pak." Adam berusaha menenangkan supirnya itu, meskipun dia sendiri tak yakin Bunga akan mendengarkannya. Pasalnya dia kalau bicara baru sampai A, Bunga sudah sampai di Z.

Tak lama teman-teman Adam dari tim basket pun tiba di lokasi. Mereka berkenalan dengan remaja masjid satu sama lain tanpa canggung, tanpa drama, tanpa sekat status sosial, dan akrab begitu cepat. Berakhir bermain sepak bola bersama dengan gembira.

Namun, kali ini ada yang lain. Biasanya hampir tak ada penonton dari kalangan masyarakat sekitar, tapi kali ini banyak penonton di pinggir lapangan yang didominasi dari para gadis dari kampung sekitar.

"Aduh, ganteng-ganteng banget. Mereka dari mana, ya?"
"Katanya sih mereka temennya Fahrizal yang Ketua Remas, ya? Fahrizal dan teman-temannya kok mulus, putih, dan ganteng semua? Heran deh."
"Mereka sekolah di mana sih?"
"Yang rambutnya cokelat tuh bule kan? Mukanya bukan orang Indonesia lho."

Tiba-tiba bola menggelinding ke arah para gadis. Adly berlari mendekat dan mengambil bola dengan sikap sopan. "Permisi, ya. Mau mengambil bolanya."

Para gadis itu malah terpana dengan Adly. Begitu pria itu berbalik dan kembali ke lapangan, seketika .... "AAAAAAAAAA ...." Mereka berteriak heboh membuat Adly menoleh dengan ekspresi penuh tanya sebelum beralih ke arah Adam yang tak jauh darinya. "Apa ada yang salah?"

Adam mengangkat bahu dengan cuek. "I don't know."

Mendekati maghrib mereka berhenti bermain. "Insyaallah nanti kita shalat Maghrib bersama di masjid, ya," ujar Fahrizal membuat Adam dan Adly saling lirik, pasalnya keduanya jarang rutin shalat lima waktu. Tapi kali ini sepertinya mereka tak enak hati dengan Fahrizal yang sudah mengajak mereka, alhasil mereka pulang untuk bersiap-siap di rumah sebelum kembali ke masjid.

***

Bunga cengo saat melihat Adam turun dari tangga sudah rapi dengan sarung hitam, baju takwa biru gelap lengkap dengan peci hitam.

"Kamu mau ke mana? Ini kan bukan hari jumat? Lagipula sudah jam berapa ini?"

Adam tetap memasang wajah datarnya. "Saya mau shalat Maghrib di masjid."

"Hah?" Bunga semakin cengo. "Kamu serius?"

"Ya, tentu saja. Saya tidak enak hati kalau tidak mengikuti shalat Maghrib dengan anak Remas. Mereka sudah menunggu di masjid. Bye." Adam melenggang pergi begitu saja. Meninggalkan Bunga yang masih cengo di tempatnya sebelum tiba-tiba tersenyum. "Itu bagus," gumam wanita paruh baya itu.

Pengasuh Mr. A (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang