Afra Mau Pacaran

10.2K 548 17
                                    

Buntut perdebatan Davina dan Adam mempertemukan pimpinan dua perusahaan besar di sekolah mereka. Arkana Aryasatya dan Robby Darmawan.

"Saya benar-benar minta maaf untuk kesalahpahaman ini, Pak," ucap Robby begitu keluar dari ruang kepala sekolah sebelum menjabat hangat tangan Arka. Bagaimana pun mereka rekan bisnis.

Arka tersenyum tenang. "Iya, Pak. Mereka berdua memang harus belajar cara mengungkapkan pendapat, cara menghargai perbedaan pendapat, dan bekerja sama dengan baik." Pria berkemeja biru langit itu menoleh ke arah anaknya yang berdiri di sebelahnya sejak tadi. "Adam? Berbuat baiklah kepada Davina. Kalian kan satu sekolah sejak kecil. Masa bertengkar dan gak bisa saling menghargai?"

Davina yang berdiri di samping Robby itu menyilangkan tangan di dada dengan ekspresi sinis.

Adam yang memasang wajah datar seperti biasa itu hanya mengangguk. Formalitas karena menghargai Robby sebagai rekan bisnis ayahnya. "Baik, Yah."

"Davina? Kamu juga harus bersikap baik kepada Adam," tegur Robby pada putri bungsunya itu.

"Iya," jawab Davina dengan nada malas.

Pertemuan itu berakhir dengan beban baru, yaitu mengerjakan konten mading bersama sebagai hukuman agar mereka dapat saling bekerja sama.

Tentu Adam sangat tak ingin berurusan dengan Davina yang membuat mereka akhirnya membagi tugas dan memilih mengerjakannya masing-masing.

Kalau sudah begitu, Afra yang akan menjadi korban lantaran harus ikut mengerjakan tugas Adam. Tapi begitu Adam sampai di rumah, rupanya Afra tak kelihatan.

"Sudah hampir jam tujuh malam. Dia seharusnya sudah di rumah, kan?" Adam sedikit kesal saat berbicara dengan Bunga.

"Afra bilang dia ada tugas. Jadi pulangnya agak telat."

Adam memasang ekspresi jengah. "Apa aku gak penting? Dia gak dilarang untuk kuliah, tapi kenapa membagi waktu saja sulit? Apa gajinya masih kurang?"

Bukannya membalas, perhatian Bunga malah beralih ke arah pelipis kanan Adam yang terdapat luka kecil. "Hah ... ini kenapa, Dam?"

Bunga ingin menyentuh luka itu, tapi Adam buru-buru sedikit mundur untuk menghindar. "Aku gak sengaja terkena pintu di ruang seni. Biar Afra saja yang mengobati."

"Afra masih lama pulangnya, Dam."

"Sampai jam berapa?" Adam tak sabar. Dia mengambil ponselnya untuk menelepon Afra beberapa kali, tapi panggilannya tak dijawab oleh gadis itu.

Alhasil dengan setengah kesal, dia mengambil kunci mobilnya dan menuju kampus gadis itu.

***

"Wah, keren. Jadi Kakak udah lama dong di organisasi," ucap Afra sambil tersenyum manis ke arah pria di seberang yang merupakan salah satu pengurus organisasi mahasiswa yang terkenal di kampusnya.

Diki. Si pria berkaca mata yang merupakan salah satu senior Afra itu semakin besar kepala. "Oh jelas. Aku udah punya banyak pengalaman, Dik. Kita udah melaksanakan banyak hal dan membuat banyak kemajuan." Dia mulai menceritakan pengalamannya untuk mengesankan Afra yang sangat haus untuk menjalin hubungan dengannya.

Berkat Dhea, Afra bisa berkenalan dengan Diki. Pria yang mulai menunjukkan sinyal ingin menjalin hubungan spesial dengannya.

Memang sudah beberapa hari ini mereka terlibat perbincangan hangat yang membuat Afra semakin yakin, bahwa mereka satu frekuensi.

"Gak ada yang marah kalau pulang malam?" Diki memancing.

"Gak ada kok, Kak. Kalau Kakak ada yang marah gak?"

Pengasuh Mr. A (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang