Kalau menyebutkan acara yang paling dibenci Adam tapi harus tetap dihadirinya, tentu saja adalah acara keluarga. Tidak, dia tidak membenci keluarga besarnya, dia senang mereka bisa sering bertemu dan bercengkerama, tapi dia benci pembahasan mereka. Selalu tentang pencapaian, pencapaian, dan pencapaian. Maksudnya, dia tak membenci pembicaraan tentang pencapaian, tapi kenapa mereka tak bisa berbicara sebagaimana normalnya keluarga? Pikirnya.
Dia akan benar-benar dipandang seperti sampah jika tidak memiliki pencapaian dalam dua bulan sejak makan malam terakhir mereka.
Seperti saat ini, dia tak ada pilihan selain duduk di meja makan yang sama bersama orang-orang berjas dan bergaun mewah yang sedang melaporkan pencapaian mereka. Karena sesi orang tua sudah selesai, sekarang giliran sesi para cucu dari Damar untuk melaporkan prestasi dan kemajuan mereka.
"Aku mengikuti kompetisi tingkat internasional," lapor Adeeva membuat Damar tersenyum. "Good."
Adam yang malam itu memakai jas hitam dan duduk di samping kakeknya itu hanya memasang wajah datarnya.
Alesha yang berada di ujung meja tak mau kalah. "Aku sudah memutuskan antara MIT dan Harvard. Dan, aku memilih MIT. Aku juga sudah menentukan langkah-langkah untuk mempersiapkan diriku dengan baik untuk itu."
Manik hitam Damar berbinar. "Menarik."
Angga bocah kelas 6 SD itu pun tak mau ketinggalan. "Aku belajar menunggang kuda dan kata instrukturku, aku sudah lebih baik."
Damar semakin tersenyum lebar. "Kamu memang keren, Nak."
Jangan tanya orang tua dari para anak-anak itu, tentu saja memandang anak mereka dengan bangga.
Tentu saja Agam si pembuat onar yang berada satu tahun di bawah Adam dan Adly akan ikut berkomentar di samping Adam dan Adly. "Oh ... sedikit lagi dia mungkin akan mengendarai kereta api dan pesawat terbang," ucap Agam ke arah Adam dan Adly yang bermaksud mengejek.
"Mph ...." Adly si pemilik selera humor receh itu sampai mengembungkan pipi menahan tawanya kuat-kuat, tapi tawanya yang ingin pecah itu hilang seketika saat ditatap tajam oleh ibunya yang berada di seberang meja. Alhasil dia hanya sanggup berdeham menormalkan ekspresinya. "Ekhem ...."
"Agam? Kamu harus terbiasa mengapresiasi pencapain orang lain dan berhenti untuk mengejek mereka, karena apa yang kamu anggap biasa mungkin berharga untuk orang lain. Mengerti?" Adam melirik sepupunya dengan datar yang membuat Agam langsung mengangguk patuh. "Mengerti, Kak Adam." Kalau Adly yang menasehatinya mungkin dia masih bisa membantah, tapi kalau Adam, dia segan lantaran kakak sepupunya yang satu ini sangat dingin dan punya aura mematikan.
"Aku benar-benar akan dihakimi malam ini," ucap Adly ke arah Adam.
"Why?"
"Aku terlambat menghadiri les dan guruku bukan menelepon ibuku, tapi tebak menelepon siapa?"
"Kakek?" tebak Adam.
"Yap."
"Oh ... itu berita yang gak ingin kakek dengar." Dia menatap sepupunya tak percaya.
Adly tersenyum kecut. "Apa yang harus aku lakukan?"
"Biarkan saja. Kamu cuma manusia biasa yang bisa salah, yang terpenting menyesali dan gak mengulanginya, kan?"
"Ya. Aku berprasangka baik, kakek akan berpikir sesimpel itu, Dam."
Begitu giliran Adly, Damar langsung menatapnya dengan tatapan tajam. Ibunya sangat malu di hadapan keluarga besarnya.
"Kamu terlambat menghadiri les? Kakek harap kamu punya alasan yang bagus untuk menjelaskan semua ini!"
Adly melirik seisi meja makan yang memandangnya dengan tatapan tak percaya bercampur merendahkan. Kecuali Adam dan Arka yang terlihat biasa saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pengasuh Mr. A (TAMAT)
Espiritual#Karya 16 📚 PART LENGKAP Pekerjaan : Pengasuh Benefit : 1. Gaji dua digit + tunjangan 2. Makanan terjamin 3. Tersedia tempat tinggal full fasilitas "Ini jagain cucunya presiden, ya?" tanya Afra. Pekerjaan pengasuh dengan gaji fantastis itu sangat...