Afra merasa hidupnya kembali damai saat tak pernah lagi menemukan Adam menggunakan lift karyawan atau setidaknya berkunjung ke lantainya. Mereka juga tak pernah bertemu lagi. Itu membuat hidupnya terasa lebih baik-baik saja.
Meskipun terkadang dia masih memikirkan Adam. Bagaimana pun juga mereka punya sedikit 'kisah' masa lalu yang masih tersimpan rapi, tapi Afra memilih mengesampingkan hal itu untuk hidup yang lebih baik. Dia rasa dulu Adam yang mengajarkannya tentang hal itu. Lagipula dia tak memiliki ekspektasi lebih pada usia 29 tahun itu. Dia realistis mengenai siapa dia dan siapa Adam.
Tiba-tiba hari itu datang. Hari ketika kedamaiannya terusik.
"Permisi Non, ada tamu."
Afra yang tengah membaca di balkon lantai dua itu menoleh ke arah Nana. "Siapa Mbak?"
"Ibu Liliana. Katanya orang perusahaan, Non."
Afra mengerutkan dahi. Dia asing dengan nama Liliana, tapi dia memutuskan untuk turun dan menemui wanita paruh baya berambut cokelat gelap lengkap dengan wajah khas Eropa itu.
"Halo Afra. Saya Liliana," ucapnya dengan logat yang sedikit tak Indonesia.
Afra menjabat tangannya dengan sopan sambil tersenyum ramah. "Selamat datang Bu Liliana. Mohon maaf, apa kita pernah bertemu sebelumnya?"
"Sebenarnya belum. Saya mengelola perusahaan cabang milik keluarga Aryasatya. Meskipun begitu, terkadang saya pergi ke perusahaan pusat ."
"Oh ... senang bertemu dengan Anda, Bu."
Liliana tersenyum singkat. "Tapi saya tidak datang untuk urusan pekerjaan, Afra. Saya datang mewakili keponakan saya. Anak dari mendiang kakak saya. Keponakan saya bernama Adyatama Adam Aryasatya."
Afra terkejut tapi tetap berusaha menjaga ekspresi tenangnya. "Apa ... ada yang perlu saya bantu untuk Anda atau untuk Pak Adam, Bu?"
Liliana mengangguk. "Ya." Wanita itu mengeluarkan amplop cokelat berukuran sedang dari tas yang berada di atas pangkuannya. "Keponakan saya meminta untuk memberikan ini kepada kamu untuk dipertimbangkan. Apa kamu berkenan taaruf dengan keponakan saya?"
"Ta-taaruf?" Afra gugup. Tangannya ragu menerima amplop cokelat itu dari Liliana. Jelas saja karena yang mengajaknya taaruf adalah atasan di atas atasannya.
"Mohon pertimbangkan keponakan saya, ya, Afra. Hubungi saya ketika kamu sudah memiliki jawabannya."
Begitu Liliana pulang, Afra malah memijit dahinya. Bingung sekaligus khawatir. Pasalnya selama ini dia kerap gagal dalam proses taaruf. Selalu gagal. Sehingga ketika ada yang mengajaknya taaruf lagi, dia tak memiliki ekspektasi lebih. Bukan, dia bukan menyerah atau pesimis. Hanya saja dia khawatir, karena kali ini yang mengajaknya taaruf adalah calon bos di perusahaan tempatnya bekerja. Sudah begitu keluarga Adam selama ini sangat baik dengannya. Mulai dari semua yang mereka berikan sampai dia bisa diberikan kesempatan bekerja di perusahaan besar mereka. Semua jasa-jasa itu membuat Afra tak bisa menolak Adam jika ada hal yang tak berkenan baginya.
Pasalnya menikah itu bukan sekadar berkencan atau pacaran, menikah sangat kompleks. Sehingga dia perlu selektif memilih orang yang tepat, pikirnya.
Berhari-hari dia masih tak ingin melihat biodata Adam dan memilih fokus bekerja. Dia bingung, bimbang, terkadang masih memiliki sedikit perasaan 'tak aman' akibat pengalaman dilecehkan saat masih kuliah di jenjang S1.
Berhari-hari Adam menantikan kabar darinya, tapi Afra tak kunjung memberikan jawaban kepada Liliana.
"Apa dia mungkin sudah menyukai orang lain, Ziz? Atau mungkin dia sudah dilamar oleh orang lain?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Pengasuh Mr. A (TAMAT)
Spiritual#Karya 16 📚 PART LENGKAP Pekerjaan : Pengasuh Benefit : 1. Gaji dua digit + tunjangan 2. Makanan terjamin 3. Tersedia tempat tinggal full fasilitas "Ini jagain cucunya presiden, ya?" tanya Afra. Pekerjaan pengasuh dengan gaji fantastis itu sangat...