Jawaban

10.2K 526 29
                                        

Sepanjang perjalanan pulang, Afra terus memikirkan kejadian yang menimpanya saat di rumah Damar. Dia menyorot sikap Adam yang tak membentak pelayannya yang melakukan kesalahan.

Oke, dia sepertinya sudah tahu, bahwa sejak dulu Adam memang demikian. Tak membentak pelayan atau siapa pun yang bekerja di rumahnya. Bahkan dia sukarela menerima ketika ditegur Bunga sebagai bentuk didikan.

Sikap itu mahal sekali menurut Afra. Pasalnya Adam dibesarkan dengan kemewahan, tapi dia selalu memberikan penghormatannya kepada semua kalangan bahkan yang status sosialnya berada di bawahnya. Dia bisa saja memarahi atau membentak pelayannya, tapi dia tak melakukannya.

Hal itu membuat Afra terus saja memikirkannya. Bahkan saat sampai di rumah, Afra terus menatap kotak sepatu pemberian Adam yang ditaruh di sudut kamarnya itu.

Pria itu selalu memastikan dia baik-baik saja sebelum memastikan yang lain. Seperti saat insiden dia tak sengaja menjatuhkan gelas di kedai bakso dekat kuburan.

"Tanganmu bisa terluka tahu. Duduklah. Itu hanya barang yang bisa diganti, tapi kamu gak apa-apa, kan?"

Kemudian pria itu seperti mengulangi hal yang sama hari ini. 

"Afra? Apa kamu terluka?"

Sigap menolongnya dengan tetap datang bahkan saat tengah malam ketika dulu dia meminta tolong untuk ban motornya yang bermasalah. Tepat saat dia sedang patah hati pasca putus dengan Radit.

"Aku sudah menghubungi orang yang akan mengurusnya. Sedikit lagi mereka ke sini. Masuklah ke mobilku. Aku antar pulang."

Mereka pun dulu sering dalam ruangan yang sama, yaitu kamar Adam. Ruangan itu selalu tertutup sedangkan mereka adalah dua orang yang normal, Adam pun sudah tertarik dengannya. Tapi Adam tidak pernah mengambil 'keuntungan' apa pun darinya. Melecehkannya saja tidak pernah, padahal itu mudah saja dilakukannya.

Sejak dulu pria itu tak pernah memaksanya untuk menerima perasaannya. 

"Kamu gak harus menjawabnya. Kamu juga gak harus merasakan hal yang sama. Meskipun kamu hanya menghargai aku seharga dua puluh lima juta sebulan, menganggap aku bocah SMA, dan anak remaja yang bisa berubah kapan pun, tapi kali ini saja, aku harap kamu mengerti bahwa apa yang aku rasakan untuk kamu ini nyata."

Setelah delapan tahun berlalu, pria itu benar-benar menepati ucapannya.

"Apa pun yang akan kamu lakukan dalam hidupmu, seperti apa pun kamu nantinya, siapa orang yang akan kamu cintai, pilihan hidup seperti apa yang kamu jalani, dan keputusanmu dalam setiap perjalananmu baik benar atau yang kamu sesali, aku akan selalu ... menyukai kamu."

Tak sadar Afra malah menangis sebelum menghapus air matanya dengan cepat. Berada di samping Adam membuatnya merasakan perasaan aman. Perasaan yang sudah lama hilang pasca peristiwa pelecehan yang pernah dialaminya.

Dia tak merasakan ketakutan atau khawatir sama sekali jika bersama Adam. Perasaan yang tak dirasakannya ketika bersama pria lain.

"Astaghfirullah ...." Dia menutup wajahnya dengan kedua tangannya lantaran memikirkan Adam. Memikirkan seseorang yang tak halal untuknya.

Alhasil dia memberanikan diri untuk membuka biodata Adam, membacanya dengan teliti, shalat istikharah sebelum beberapa hari kemudian menghubungi Liliana. Memberikan jawabannya agar disampaikan kepada keponakan dari wanita paruh baya itu.

"Mohon disampaikan kepada Pak Adam setelah beliau sudah melewati masa berduka, ya, Bu," ujarnya sebelum mengakhiri percakapan mereka.

***

Afra tetap ke kantor dan bekerja. Berusaha biasa saja dan tak bergabung saat beberapa karyawan perempuan masih sering membahas Adam sebagai topik utama. Dia bersyukur karena kejadian di rumah Damar tak membuatnya disorot, karena mereka lebih gagal fokus dengan Adam dan sikapnya. Bukan pada siapa yang ditolong pria itu karena itu murni kecelakaan kecil. Bukan kesengajaan.

Pengasuh Mr. A (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang